Chereads / Cinta di tengah badai / Chapter 23 - Lelaki hebatku

Chapter 23 - Lelaki hebatku

"Kau panggil anakku apa??" Ariana langsung berdiri.

"Anakmu? Jadi anjing kecilku ini anakmu? Cantik sekali.. Pantas saja anakmu ini sangat cantik. Ibunya pun sangat cantik."

Razak langsung berdiri di depan Ariana.

"Jangan coba-coba membuat masalah dengan bu Ariana!" ucap Razak.

"Kau siapa? Body Guard?"

Razak tak menjawab, ia menatap wajah Steven.

Lelaki usia 55 tahun itu tersenyum memandang Trisya.

"Kau semakin cantik saat hamil. Bibirmu yang pintar memuaskanku itu terlihat semakin menggoda meski aku mungkin sudah harus berbagi dengan suamimu."

"Bajingan!" Ariana semakin emosi. "Berani sekali kau menghina anakku di depanku."

"Anda jangan membuat keributan jika tak mau berurusan dengan pak Richard Adrian," ucap Razak pada Steven.

Steven tertawa.

"Aku kenal nama itu. Direktur Reskrimsus yang disebut-sebut sangat dipuja masyarakat. Baiklah.. Lain kali kita bertemu lagi, anjing kecilku."

Steven segera pergi bersama Body Guardnya.

"Ibu dan kak Trisya tetap disini. Saya mau mengikuti orang itu," ucap Razak.

"Hati-hati, zak.." Ariana mengingatkan.

"Siap, bu.." Razak segera pergi.

"Siapa dia, Sya?" tanya Ariana.

"Laki-laki yang pernah memeliharaku saat di jepang."

"Apa?"

"Sudah beberapa hari ini dia selalu mengusikku."

"Ardi tahu?"

"Ya.. Abang sedang mencarinya."

"Papa harus tahu."

"Tidak usah, Ma.. Biar abang saja."

"Laki-laki itu pasti penguasa."

"Nanti abang tersinggung kalau papa yang menyelesaikan."

Ariana memandang Trisya.

"Kamu benar. Sudah, kita makan saja."

"Ya.."

***

Malam itu..

"Abang dari mana? Kok baru pulang?" tanya Trisya.

"Mendadak ada penangkapan."

Trisya merengut.

"Kenapa tidak bilang?"

"Maaf, tadi abang buru-buru. Kamu sudah makan?"

"Sudah tidak lapar," Trisya langsung berbaring membelakangi.

Ardi segera naik ke tempat tidur. Di pegangnya pundak Trisya.

"Yang.." panggil Ardi.

Trisya menepis tangan Ardi.

Ardi menghela nafas. Ia bermaksud bangkit dari tempat tidur ketika tiba-tiba Trisya memeluknya.

"Tadi aku bertemu om Steven."

"Dimana?"

"Waktu makan siang dengan mama. Untungnya ada bang Razak."

"Kamu tidak apa-apa?" Ardi mengusap dahi Trisya.

"Hatiku sakit, bang.. Tapi mungkin hati mama lebih sakit lagi. Dia menyebutku anjing kecil di depan mama."

Trisya memeluk Ardi lebih erat.

"Dia menghinaku sepertinya aku ini pelacur murahan yang bisa dibagi-bagi dengan orang lain, bang.."

Ardi mencium kening Trisya.

"Tidak apa-apa. Jangan kamu pikirkan. Biar abang yang mencarinya dan menghukumnya atas perlakuan jahatnya padamu.."

"Terimakasih sayang.."

"Tidurlah. Abang disini sampai kamu benar-benar tertidur."

Trisya memejamkan matanya.

1 jam kemudian..

Ardi memandang Trisya yang sudah tidur dalam pelukannya. Diraihnya handphone Trisya. sebuah chat masuk. Ardi membuka chat dari nomor tak dikenal tersebut.

"Selamat malam, perempuan penampung cairanku.. Kapan kita bertemu di kamar yang sudah aku siapkan untukmu?"

Ardi membalas chat itu.

"Besok."

"Haha.. Kau ternyata merindukanku tapi di depan ibumu kau berpura-pura tak ingin melihatku. Sungguh kau sangat pintar membuat drama, Trisya."

"Di hotel mana?"

"Anugrah hotel, kamar VVIP no 1."

"Baik."

Ardi meletakkan handphone Trisya setelah menghapus chatnya.

"Steven.. Kau menginjak harga diri istriku, maka kau harus tahu siapa yang sedang kau hadapi."

***

Pagi itu..

Trisya baru saja selesai menyiapkan makanan untuk sarapan ketika handphonenya berdering.

"Hallo."

"Selamat pagi sayangku.."

"Om Steven."

"Nanti.. Jika kau datang nanti malam ke hotel Anugrah, jangan lupa mengenakan mini dress. Kau tahu aku sangat memuja kaki indahmu itu."

Trisya diam.

"Hallo, wanitaku.."

"Baik."

"Aku tunggu kau mulai dari jam 7 malam."

"Aku harus membuat alasan dulu agar suamiku tak curiga."

"Halah, itu masalah gampang. Laki-laki kau berikan saja pelayanan terbaik, dia akan mengikuti apapun yang kau mau. Cukup kau puaskan saja, maka ia tak akan bertanya kau aķan kemana."

"Ya."

Trisya menutup telpon.

Ia berjalan ke kamar. Melihat Ardi yang masih terbalut handuk.

Trisya meraih kemeja Ardi yang tergantung di dinding. Kemeja putih yang ia siapkan untuk dikenakan Ardi hari itu.

Di peluknya tubuh Ardi dari belakang, mencium aroma wangi pada lelaki bertubuh atletis itu.

Ardi menoleh. Ia tersenyum.

"Yang. Abang mau siap-siap loh.."

Trisya mencium punggung Ardi.

"Tidak bolehkah mencium wangi tubuh suamiku ini sebentar saja? Tidak sampai 5 menit."

Ardi berbalik memandang Trisya, meraih kemeja yang di pegang Trisya dan mengenakannya.

"Ingin sekali dimanjakan sepagi ini olehmu," Trisya mencium dada Ardi sebelum mengancingkan kemeja itu .

Dikalungkannya lengannya di leher Ardi. sedikit menjinjitkan kaki agar bisa mempertemukan bibirnya dengan bibir Ardi.

Lelaki itu pun menundukkan wajahnya hingga kedua bibir mereka bisa saling bertaut beberapa saat hingga akhirnya dilepaskan.

"Dulu aku sangat marah ketika kau menciumku, padahal aku menikmatinya meski harus meronta-ronta minta dilepaskan. Sekarang aku justru tak bisa jika tak mendapatkan ciumanmu," ucap Trisya.

Ardi tertawa.

"Nanti dilanjutkan kalau sudah pulang dari kantor."

Trisya tersenyum. Membiarkan Ardi selesai berpakaian lengkap.

"Bang.."

"Ya."

"Kau membuat janji malam ini bertemu om Steven dengan menggunakan namaku?"

Ardi memandang Trisya.

"Ya.. Dia harus ditangkap untuk tindakan yang tak menyenangkan."

"Dia tak mungkin segampang itu percaya, bang.. Dia mungkin sudah menyiapkan perangkap untukmu."

"Abang tahu apa yang harus dilakukan."

"Aku yang akan menemui dia."

"Tidak."

"Abang mengawasiku dari belakang."

"Itu terlalu beresiko, Sya."

Trisya menatap wajah Ardi. Dikalungkannya lengannya kembali di leher Ardi.

"Tidak, aku percaya abang pasti melindungiku," Trisya kembali mencium bibir Ardi.

Ardi tersenyum.

"Pasti.." ia membalas ciuman Trisya.

"Tadi katanya mau dilanjutkan nanti malam," bisik Trisya di telinga Ardi.

"Tapi kamu menggodaku."

"Nanti kau terlambat ke kantor, bang.."

"Sarapannya diganti saja kalau begitu," Ardi menggendong tubuh Trisya, mendudukkannya di atas meja sambil menciumi leher Trisya.

Trisya tertawa sambil mengelus kepala Ardi.

"Biar semangatnya full saat berangkat kerja ya? sudah di cas penuh cinta."

"Aku mencintaimu, Trisya Monica.."

***

Steven menyemprotkan parfum ke sekujur tubuhnya. sudah jam 8.11 malam. Di pandanginya photonTrisya.

"Kemanapun kau lari, aku pasti menemukanmu, Nak.."

Pintu kamar itu diketuk.

"Amar, buka pintunya."

"Baik, boss."

Amar segera membuka pintu.

Trisya tersenyum.

"Hallo, Om.." sapa Trisya.

"Kupikir kau tak datang..Ternyata saat tadi aku tawarkan uang 150.000 dollar untukmu menemaniku selama 1 jam. Kau langsung datang. Dasar perempuan jalang. Seketika kau lupa kalau kau punya suami."

"Tidak.. Aku tidak lupa. Aku justru datang di temani suamiku."

Trisya melangkah masuk. Di belakangnya Ardi mengikuti masuk.

Steven tertawa.

"Suamimu rela jika kau menemaniku demi uang 150.000 dollar 1 jam."

Trisya tertawa.

"Coba berkaca om! kau bahkan 10 persen pun tak bisa menyaingi ketampanan dan kegagahan tubuh suamiku. Aku tidak butuh uang banyak lagi, Om.. Aku butuh keturunan yang bagus seperti suamiku. Buat apa uang banyak jika orang seburuk rupa dan jahat sepertimu menjadi suamiku. Hanya membuat aku jadi gunjingan orang!"

Perempuan setan!" Steven melayangkan tangannya tapi Ardi cepat menangkap lengan lelaki tua itu.