Chereads / Cinta di tengah badai / Chapter 28 - Selamat jalan Ma

Chapter 28 - Selamat jalan Ma

"Mama tadi belanja untukmu, susu dan buah-buahan. Mama juga memasakkan sayuran seafood dan sop ayam. Kamu belum makan kan?" tanya Ariana.

"Tidak usah repot-repot, Ma. Kalau aku ingin sesuatu, biar bang Ardi saja yang membelikan."

"Tidak baik sering makan masakan seperti itu. Kamu sedang hamil."

Trisya diam.

"Ardi mana?"

"Belum pulang."

Ariana melihat jam di dinding. Sudah jam 8 malam.

"Makanlah.."

"Tunggu abang pulang, Ma."

"Jangan ditunggu. Pekerjaan suamimu itu sama dengan papa. Bisa jadi dia pulang tengah malam."

Trisya tak menjawab.

"Mama ambilkan piring untukmu.. sekalian memotongkan buah dan menyiapkan susu untukmu."

"Ma.." panggil Trisya.

"Jangan baik padaku.."

Ariana menghentikan langkahnya.

Ia menoleh.

"Jangan baik padaku. Mama harus ingat, aku di masa lalu adalah pesaingmu. Orang yang menyakitimu dengan merebut suamimu. Kau sudah sangat baik padaku selama beberapa bulan ini. Kau bahkan melindungiku dari om Steven."

"Kau anakku. Salahku membuatmu menderita," jawab Ariana, ia berjalan ke dapur.

Trisya menundukkan wajahnya, memandangi cincin yang ia letakkan di kalungnya sebagai liontin. Cincin itu pemberian Ariana di hari pernikahannya. Ariana menitipkan pada Ardi untuk memberikan kepada Trisya.

"Yang.." panggil Ardi.

Trisya menoleh, Ardi sudah berdiri di sampingnya.

"Abang.." Trisya mencium tangan Ardi. "Aku tidak dengar abang pulang."

"Kamu melamun. Memikirkan apa?"

 "Memikirkanmu.. Aku pikir abang pulangnya masih lama."

"Kenapa? Sudah rindu saja?" Ardi merangkul Trisya dari belakang. "Sini abang beri satu hadiah."

"Hadiah apa?"

Ardi menunjukkan sebuah box kecil.

"Apa itu?"

"Satu ciuman dulu."

Trisya mencium pipi Ardi.

"Aku mau lihat."

Ardi menyembunyikan box itu di balik punggung.

"Abang.. Sini."

"Ciumannya mana?"

"Kan sudah."

"Tidak disitu."

"Nanti di kamar.. Sini hadiahnya, bang. Aku mau lihat."

"Kalau di kamar hitungannya beda."

"Kau ini mesum,bang ." Trisya mendorong tubuh Ardi, namun lelaki itu mendekap lebih erat ke pelukannya.

"Mesum dengan istri sendirikan tidak apa-apa," Ardi mencium bibir Trisya.

"Hei, di belakang ada mama." bisik Trisya.

Ardi melepaskan pelukannya.

"Sya, kecap dimana? Eh, Ardi sudah pulang?" tanya Ariana.

"Baru pulang , Ma.." jawab Ardi.

"Sudah makan?"

"Mandi dulu, Ma.."

"Makan saja dulu. Temani Trisya.." Ariana menghidangkan masakannya berikut potongan apel di meja.

Ardi bergegas masuk ke kamar.

"Papa tahu mama kesini?" tanya Trisya.

"Papa keluar kota."

"Oh, abang tidak ada bilang."

"Ini sudah berapa bulan? Masuk 7 ya?"

"7 bulan 1 minggu."

"Kamu cantik sekali, Nak.." ucap Ariana sambil mengusap perut Trisya.

"Dia bergerak.." ucap Ariana.

"Masa?"

"Kamu tidak tahu?"

"Tidak pernah kurasakan."

"Dia akan semakin aktif di bulan depan."

Trisya menatap Ariana.

"Apa.. Melahirkan itu sakit?"

 "Tidak.. Kenapa? Kamu takut? Tidak apa-apa. Ardi pasti mendampingi kamu. Nanti.. kalau papa sudah pulang, kita adakan acara 7 bulan ya?"

"Abang bilang pengajian di rumah saja. Mendoakan biar nanti persalinan lancar."

"Iya.. Nanti acaranya di rumah mama."

"Bicarakan sama abang."

Ariana menatap Trisya, ia mengusap kepala Trisya.

"Dalam hitungan 2 bulan lagi kamu sudah jadi ibu. Maafkan mama, sepanjang hidupmu tak bisa memberi contoh bagaimana menjadi ibu yang baik."

Trisya menatap Ariana.

"Mama sudah menjadi mama yang baik selama hampir 3 bulan ini. Menemaniku kemanapun untuk mencari perlengkapan bayi dan mensupport kebutuhanku."

"Mama sangat bangga melihatmu sejauh ini bisa menjadi istri yang baik. Mestinya kamu nantinya juga akan bisa menjadi ibu yang baik. Jangan seperti mama. Jika anakmu ini sudah lahir, izinkan mama belajar menjadi nenek yang baik untuknya."

"Kenapa bicaramu aneh, Ma?"

"Tidak apa-apa."

"Ma.."

"Ya."

"Kau akan.. kau akan menemaniku saat dia lahir?"

"Tentu saja.."

"Awas jika kau ingkar janji ya, Ma?"

Ariana memeluk Trisya.

"Terima kasih, Nak.."

***

"Bang.." panggil Trisya

"Yaa."

"Dia bergerak."

"Siapa?"

"Anak lelakimu ini.. Dia menendangku."

"Oya?"

"Sini.." Trisya menarik lengan Ardi agar meraba perutnya.

"Tidak terasa apa-apa."

"Tetap saja letakkan disana.. Nah, itu. Dia bergerak."

"O iya.."

"Tadi juga bergerak saat diraba mama."

"Oya?"

"Mama bilang nanti akan menemaniku saat proses persalinan."

"Mama pasti melakukannya untuk anak perempuannya."

"Tapi kenapa aku merasa takut?"

"Takut kenapa?"

"Melihat mama belakangan ini sangat baik padaku. Seumur hidupku dia tak pernah melakukan hal yang benar untukku. Dia membenciku. Katanya aku ini anak sial."

"Jangan diingat lagi. Mama mungkin menyesali kesalahannya di masa lalu dan ingin membayarnya sekarang."

Handphone Trisya berdering.

"Nomor siapa ini?" Trisya membaca nomor tidak dikenal yang masuk.

"Sini, biar abang yang angkat."

Trisya menyerahkan handphone pada Ardi.

"Hallo.."

"Selamat malam.. Ini benar nomor handphone nya anak dari ibu Ariana Dewi?"

"Iya.."

"Maaf dengan siapa ini? Karena di handphone ibu hanya tertulis dengan sebutan Gadisku.."

"Saya suami anaknya."

"Baik, izin ingin melaporkan bapak. Ibu Ariana mengalami lakalantas dengan sebuah truk, dan mohon maaf sebelumnya, ibu dinyatakan meninggal di tempat. Kami sudah menghubungi pak Richard Adrian suami beliau namun beliau tidak bisa dihubungi. Karena itu kami memutuskan menghubungi nomor terakhir yang dihubungi ibu yaitu anaknya beliau."