Akaze mengenal karakter Sona Sitri. Bagaimana dia tidak mengenal sosok Sona, karakter penting dengan latar belakang yang hebat, dan berpengaruh di dunia serta berlangsungnya jalan cerita. Selain itu, dia juga menyukai dan mengagumi karakter Sona.
Pewaris keluarga Sitri, salah satu keluarga bangsawan iblis, sekarang sedang berada di hadapannya. Kehadirannya yang luar biasa menekan, bahkan saat masih gadis kecil, sudah membuatnya saat ini menelan ludah karena ngeri. Bukan tanpa alasan dia menyukai karakter Sona. Gadis kecil itu mempunyai bakat sihir dan kepintaran di atas rata-rata.
Akaze tentu saja tidak mungkin ingin menjadi musuh Sona, lagi pula dia yang sekarang tak punya kuasa untuk melawannya.
"Kenapa tidak menjawab?"
"... Sebentar. Tadi itu pertarungan pertamaku. Aku butuh istirahat," Akaze menjawab sambil membuat seakan-akan dia baru saja melewati pertempuran sengit.
"...Ah, rupanya begitu," Sona mengamati sekelilingnya dengan wajah serius. Dia melihat banyak tanda-tanda bekas pertarungan seperti bangunan tua yang hancur akibat ledakan, dan darah yang terciprat di mana-mana. Namun, dia sama sekali tak menunjukkan ketakutan terhadap hal seperti itu seolah sudah terbiasa melihat kejadian mengerikan serupa di dalam hidupnya.
"Sona-sama, iblis ini…," pelayannya sedikit terperangah melihat mayat iblis yang tergeletak di tanah dalam kondisi terpotong.
"Aku tahu."
Sona mendekati mayat iblis itu. Dia mengamati tubuh yang mengerikan dari atas ke bawah. Tubuh makhluk yang besar serta aneh itu sudah terbelah menjadi dua dengan potongan rapih. Terdapat bekas luka bakar di area wajah iblis sampai ke leher. Setelah mengamati sebentar, dia melirik ke arah Akaze yang berusaha berdiri sambil menggendong tas.
"Kamu yang mengalahkan iblis Ini sendirian?" tanya Sona.
"Iya."
"... Dan ini pertama kalinya kamu membunuh iblis liar?" Sona memberikan tatapan waspada dan mengintrogasi.
"Iya. Aku kebetulan bertemu dengan iblis itu. Dia benar-benar ingin mengambil nyawaku, lalu kami bertarung dengan sengit. Untung saja aku menang," Akaze menghela nafas lega. Dia menatap Sona dan mengangkat alisnya. "Apa membunuhnya salah?"
Sona menggelengkan kepalanya. "Tidak. Lagi pula, awalnya aku yang ditugaskan untuk melenyapkannya."
Sona yang sedang berada di dunia manusia untuk melakukan sesuatu, mendapat pesan mendesak dari kakak perempuannya untuk menghabisi iblis liar yang berkeliaran di dunia manusia dan membunuh banyak orang. Sona segera bergegas menuju lokasi yang diberikan kakaknya, tapi dia tak menyangka ketika sampai di sini… iblis itu telah dibunuh oleh seorang anak manusia laki-laki.
Persoalan bagi Sona saat ini, iblis itu cukup kuat hingga kakaknya pun memperingati dia untuk berhati-hati dan mengirimkan seorang pelayan yang setidaknya punya kekuatan tempur bersamanya demi keselamatan. Melihat iblis yang 'kata' kakaknya itu kuat nyatanya dibunuh oleh seorang anak manusia, dia menjadi ragu apakah kakaknya berbohong atau tidak.
Namun, kakaknya hampir tidak pernah berbohong, apalagi menyangkut soal keselamatannya. Maka hanya ada satu kesimpulan. Seberapa kuat anak manusia itu sampai bisa membunuh iblis liar kuat ini sendirian? Sona menjadi penasaran.
"... Apa itu berarti aku mengambil misimu?" tanya Akaze dengan wajah hati-hati.
"Tidak. Justru aku berterima kasih," Sona menjawab sambil memberi perintah pada pelayannya menggunakan ayunan tangan. "Kamu tidak melihat sesuatu yang mencurigakan lain di sekitar sini?"
"Tidak. Hanya ada iblis itu yang memakan mayat-mayat."
"Uhm, baiklah."
Pelayan itu menciptakan lingkaran sihir yang menutupi area sekitar kejadian. Dia juga melenyapkan mayat iblis itu sampai hilang tak tersisa sedikitpun menggunakan sihirnya. Lalu, dia menoleh ke arah Sona dan menggelengkan kepalanya, diberi anggukan oleh Sona.
Sona mengamati penampilan Akaze dari atas ke bawah. Dia anak yang normal, pikirnya. Tapi Sona harus mengakui wajah Akaze agak tampan dan tatapannya seperti menusuk serta mendominasi, walaupun Akaze terlihat cukup ekspresif sehingga agak tak cocok dengan penampilannya.
"...Uh, boleh aku pergi dari sini?"
Sona menatapnya dengan tajam. "Boleh asalkan kamu bisa menjaga mulutmu tentang kejadian ini," ucapannya sangat serius dengan niat intimidasi.
"Tentu saja. Kau bisa percaya padaku."
Sona terdiam sejenak sambil berpikir, sebelum memberi jawaban. "... Baiklah."
"Tapi sebelum itu… aku punya permintaan padamu. Kumohon."
"Hm? Permintaan apa?"
"Tolong kuburkan mayat-mayat itu secara layak."
Sona agak kaget mendengar permintaan yang menurutnya aneh, tetapi dia tidak menolak permintaan itu dan mengiyakan. Akaze berterima kasih padanya, lalu langsung berlari pergi dari tempat itu. Sona hanya memandangnya dari kejauhan, sebelum pelayanannya menepuk pundaknya.
"Apa itu… tidak apa-apa, Sona-sama?"
"Maksudmu?"
"Membiarkannya pergi begitu saja. Anda seharusnya mengerti untuk tidak percaya pada omongan orang begitu saja, terlebih dia hanya anak kecil."
"Tidak apa-apa."
"...?"
"Kurasa dia bukan orang jahat."
"Tapi dia anak yang misterius. Bagaimana mungkin pertarungan yang dia bilang sengit itu," pelayan itu mengamati gudang yang hancur. "... Dia bisa mengalahkan iblis tanpa terluka sedikitpun."
"Soal itu, aku setuju."
Perkataan pelayannya sangat masuk akal bagi Sona. Tidak ada luka sedikitpun pada Akaze, hanya pakaiannya agak kotor dengan tanah serta debu, selebihnya dia tampak sehat-sehat saja. Jadi bisa dipastikan ucapan Akaze tentang 'pertarungan sengit' adalah kebohongan.
"Kalau begitu, kita akan menyelidiki kejadian ini lebih lanjut," ucap Sona.
"Baik, Sona-sama."
***
***
***
Sesampainya di rumah, Akaze langsung berendam di air panas, mencoba mengistirahatkan pikirannya dan tubuhnya… terutama detak jantungnya yang sampai sekarang masih berdetak kencang. Mengingat detail setiap kejadian-kejadian tadi, membuatnya semakin lelah setiap detiknya.
'Ngomong-ngomong, apa itu pil yang sama seperti yang terakhir kali kubeli darimu?'
[ Benar, Tuan. Pil ini bisa meningkatkan— ]
'Iya, ya. Aku tahu. Lalu… soal katana. Di mana katana itu? Apa kau punya semacam 'tas penyimpanan' dari dimensi lain atau semacamnya?'
Tepat setelah dia bertanya, sebuah hologram pedang terbentuk di hadapannya. Itu adalah katana yang panjang, tidak cocok digunakan untuk seorang anak-anak. Ujung katana itu menghadap ke bawah, gagangnya ada di atas, sehingga membuat dia bisa mengamati lebih jelas bilah katana yang benar-benar tepat di hadapannya.
'Lantas bagaimana?'
Akaze berpikir kalau katana itu muncul seperti cara munculnya pil yang tiba-tiba datang entah dari mana, jatuh di tangannya begitu saja.
Tapi, secara perlahan katana itu terbentuk menjadi nyata dan melayang di depannya. Dia memegang bilah katana itu. Logam yang dingin dan tajam, permukaannya sangat halus serta mengkilap.
'Ah, iya. Apa ada skill yang bisa kubeli dengan poinku?'
Katana itu menghilang kembali entah kemana.
[ Jumlah SP Anda : 2.370 ]
[ Anda bisa membeli sihir dasar elemen tanah dan air. ]
'Sihir dasar, ya. Kalau yang lain? Seperti gaya bertarung atau teknik?'
[ Anda bisa membeli
Akaze merasa Taijutsu atau Kenjutsu merupakan pilihan yang bagus, karena penggunaannya jauh lebih bebas sehingga bisa dikombinasikan dengan berbagai macam alat miliknya nanti. Terlepas dari itu, dia ragu untuk membeli teknik yang lainnya selain teknik dasar karena dia sadar bahwa dirinya adalah pemula dalam bela diri.
Paling-paling, dia pernah menonton video boxing dan mencoba mempraktekkannya karena menurutnya itu keren. Jadi, tanpa keraguan dia mengatakan.
'Kalau begitu, beli Taijutsu. Aku ingin mulai dari dasar-dasarnya terlebih dahulu.'
[
'Mahal sekali! Itu pemerasan namanya!!!'
Tiba-tiba sebuah buku muncul di hadapannya, seketika jatuh ke bawah dan tenggelam ke dalam air panas.
"OII!!!!"