Chereads / AKADEMI WAKTU / Chapter 11 - CHAPTER 11

Chapter 11 - CHAPTER 11

Suasana Akademi kembali tenang setelah laporan para murid disampaikan kepada Master Seraphis. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Di balik keremangan ruang utama Akademi, Tira, salah satu penjaga waktu yang paling cermat, merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang mengganggu stabilitas waktu itu sendiri, sesuatu yang seharusnya tidak terjadi.

Saat sedang merenung di salah satu ruang pengamatan, Tira menatap layar besar yang memantulkan aliran waktu dari berbagai dimensi. Matanya menyipit, seakan mencoba menemukan sesuatu di antara aliran yang seharusnya stabil. Hatinya berdebar lebih cepat. Sebuah distorsi yang tidak biasa muncul, hampir seperti robekan yang mengancam keseimbangan ruang dan waktu.

"Tira?" suara Rael terdengar dari pintu masuk. "Ada apa?"

Tira menoleh dengan wajah serius. "Aku merasakan gangguan... waktu, di salah satu dunia paralel. Ada sesuatu yang merusak jalur waktu, seperti ada kekuatan luar yang memanipulasi garis waktu itu sendiri."

Rael mendekat, memandang layar dengan cermat. "Kekuatan apa yang bisa mengganggu garis waktu kita? Bukankah kita telah menjaga keseimbangan dengan hati-hati?"

"Yang mengganggu kali ini lebih besar daripada apa yang pernah kita hadapi," jawab Tira, matanya masih tertuju pada layar yang semakin bergetar. "Sepertinya, ada entitas yang berasal dari dunia paralel yang sedang mencoba mengubah jalannya sejarah. Aku rasa, ini bukan sekadar manipulasi waktu biasa. Ini adalah gangguan besar."

Mereka segera menarik data lebih lanjut tentang gangguan tersebut, dan semakin jelas bahwa itu berasal dari sebuah dunia paralel yang tidak pernah mereka duga. Dunia ini, yang mereka kenal hanya lewat catatan sejarah yang samar, ternyata sedang dilanda sebuah peristiwa yang berhubungan dengan kekuatan besar yang disebut Dewa Palsu.

Master Seraphis segera dipanggil untuk menganalisis situasi lebih lanjut. Ketika ia mendengar penjelasan tentang gangguan yang terdeteksi, ia mengernyitkan dahi. "Dewa Palsu..." ucapnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

"Apakah itu berbahaya, Master?" tanya Zara dengan khawatir.

Seraphis mengangguk perlahan. "Dewa Palsu adalah entitas yang berasal dari dunia paralel yang terpisah dari aliran waktu kita. Ia adalah hasil eksperimen yang gagal, sebuah tiruan dari kekuatan para dewa yang dulu menguasai banyak dunia. Namun, meskipun ia adalah produk dari kesalahan dan kekeliruan, ia memiliki kekuatan yang luar biasa. Biasanya, entitas seperti ini dianggap tidak penting, malah dianggap tidak berbahaya oleh banyak ahli waktu. Namun, aku merasakan ada perubahan yang berbeda sekarang."

"Kenapa kita tidak tahu tentang hal ini sebelumnya?" Arlen bertanya, tak habis pikir. "Jika ini adalah ancaman besar, kenapa Akademi tidak pernah menganggapnya serius?"

Seraphis menghela napas panjang. "Karena Dewa Palsu, seperti yang kalian tahu, tidak pernah dipandang sebagai ancaman yang serius. Ia hanya dianggap sebagai kesalahan waktu yang tak bisa berkembang. Namun, jika ada yang memanipulasi jalur waktu untuk membangkitkannya kembali, itu berarti sesuatu yang sangat berbahaya sedang terjadi."

Tira menatap Master Seraphis dengan tajam. "Apakah gangguan ini bisa mengancam dunia kita?"

Seraphis menatap para murid dengan ekspresi yang lebih gelap. "Jika Dewa Palsu itu menguasai dunia paralel tempat ia berada, ada kemungkinan bahwa ia bisa membuka gerbang antar dunia dan mempengaruhi garis waktu kita. Jika ia benar-benar berusaha mengubah aliran waktu yang ada, maka dunia ini, dunia kita, akan terancam oleh kehancuran yang tidak bisa kita prediksi."

Rael dan para murid segera diberi tugas untuk menyelidiki lebih jauh gangguan tersebut. Mereka mempersiapkan alat-alat penghubung waktu dan menggunakan gerbang waktu untuk menjelajah ke dunia paralel tempat Dewa Palsu tersebut kini berada. Mereka tahu, perjalanan ini bisa berisiko besar, namun mereka tak bisa mengabaikan ancaman yang sedang berkembang.

Ketika mereka memasuki dunia paralel tersebut, mereka mendapati dirinya berada di sebuah tempat yang gelap dan suram. Dunia ini tampaknya tidak berkembang seperti dunia yang mereka kenal, meskipun ada beberapa jejak dari peradaban yang sangat maju, sepertinya itu adalah sisa-sisa dari kekuatan yang pernah ada. Bangunan yang terbengkalai, jalan-jalan yang kosong, dan langit yang suram, semua menunjukkan bahwa sesuatu telah terjadi pada dunia ini.

"Ini tidak seperti yang kita bayangkan," kata Zara, sambil memandang sekeliling. "Apa yang terjadi di sini?"

Arlen mengamati dengan teliti, "Sepertinya dunia ini pernah makmur, tapi sekarang... semuanya seakan dihancurkan."

Tira mendekati salah satu bangunan yang tampaknya masih menyimpan sisa-sisa energi kuat. "Dewa Palsu pasti ada di sini. Ini adalah tempat asalnya dan sekarang dia mencoba untuk mengubah segalanya."

Setelah beberapa saat menyelidiki, mereka akhirnya menemukan apa yang mereka cari. Di tengah reruntuhan sebuah kuil kuno, mereka melihat sosok yang berdiri di depan mereka, sosok yang memancarkan aura yang begitu kuat namun penuh ketidakpastian. Itu adalah Dewa Palsu, sebuah entitas yang tampak seperti tiruan dari kekuatan para dewa yang mereka kenal, namun tanpa esensi sejati.

Dewa Palsu, yang tubuhnya tampak terbuat dari energi yang berputar-putar dan berkilauan, menatap mereka dengan mata yang memancarkan kemarahan dan keinginan untuk berkuasa. "Kalian datang ke sini untuk menghalangi takdirku?" suaranya menggelegar, namun terdengar hampa. "Aku tidak terlahir untuk menjadi kesalahan. Aku akan memaksa dunia ini untuk tunduk padaku. Jika aku bisa menguasai dunia paralel ini, aku akan membuka jalan bagi kekuatan yang tak terhingga!"

Rael berdiri tegak, memandang entitas itu dengan tenang. "Dewa Palsu, kau hanyalah tiruan dari yang sejati. Kamu tidak bisa mengubah takdir dengan kekuatan semu seperti ini."

Dewa Palsu tertawa sinis. "Kalian pikir kalian tahu segalanya? Dunia ini sudah tidak lagi berada dalam kendali para dewa yang sebenarnya. Sekarang adalah waktuku, waktu untuk mengubah segalanya."

Para murid tahu bahwa mereka tidak bisa membiarkan Dewa Palsu ini merusak keseimbangan. Namun, mereka juga tahu bahwa mereka harus berhati-hati. Dewa Palsu, meskipun tidak sekuat dewa sejati, memiliki kemampuan untuk mengubah jalur waktu dan merusak dunia.

Tira melangkah maju, memandang entitas itu dengan penuh tekad. "Kami tidak akan membiarkanmu mengacaukan dunia kami. Waktumu sudah habis."

Pertempuran antara para murid dan Dewa Palsu pun dimulai. Tira memimpin dengan kecepatan dan ketepatan, menggunakan kekuatan waktu untuk menstabilkan aliran dan mengurangi dampak kekuatan Dewa Palsu. Namun, meskipun kekuatan Dewa Palsu terasa semu, ia masih mampu memanipulasi waktu di sekitarnya, menciptakan ilusi dan distorsi yang membingungkan.

Zara dan Rael bekerja sama untuk menstabilkan medan energi, sementara Arlen dan Mira berfokus pada menghancurkan sumber kekuatan Dewa Palsu yang ada di kuil kuno itu. Setiap langkah yang mereka ambil harus penuh kehati-hatian, karena setiap kesalahan bisa menyebabkan runtuhnya dunia paralel ini dan mempengaruhi dunia mereka.

Akhirnya, setelah pertempuran sengit, dengan kerja sama yang solid dan pemahaman mendalam tentang kekuatan waktu, mereka berhasil memutuskan aliran energi yang memberi kekuatan kepada Dewa Palsu. Kekuatan itu mulai melemah, dan Dewa Palsu, yang sebelumnya tampak begitu kuat, kini mulai runtuh, tubuhnya kembali menjadi energi yang hancur.

Dengan ancaman itu sirna, para murid dan penjaga waktu kembali menstabilkan jalur waktu dunia paralel. Mereka tahu bahwa meskipun Dewa Palsu telah kalah, dampak dari gangguan yang terjadi akan tetap terasa dan mereka harus menjaga keseimbangan dunia ini dengan hati-hati.

Kembali ke Akademi, mereka melaporkan kejadian tersebut kepada Master Seraphis, yang mendengarkan dengan penuh perhatian. "Kalian telah menghadapinya dengan bijaksana," kata Seraphis. "Dewa Palsu adalah ancaman yang selama ini dianggap remeh, namun kalian telah membuktikan bahwa meskipun ia adalah tiruan,

kekuatan semacam itu tetap bisa mengganggu keseimbangan dunia."

Tira, yang masih merasakan dampak dari pertempuran itu, mengangguk pelan. "Kami telah belajar banyak, Master. Terkadang, ancaman terbesar berasal dari tempat yang paling tidak kita duga."

Seraphis tersenyum tipis. "Itulah yang selalu perlu diingat. Dunia ini penuh dengan ketidakpastian, dan kita harus siap menghadapi apa pun yang datang, meskipun itu tampak kecil di awal."

Dengan laporan yang telah disampaikan, para murid merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan baru yang mungkin datang, selalu dengan pemahaman bahwa dunia, baik dunia paralel maupun dunia mereka, akan selalu membutuhkan penjaga waktu yang bijaksana dan siap sedia.

Setelah kejadian dengan Dewa Palsu di dunia paralel, suasana Akademi kembali menjadi lebih serius. Meskipun ancaman tersebut berhasil diatasi, para penjaga waktu dan para murid tahu bahwa dunia mereka sedang berada di ambang perubahan besar. Untuk memperluas wawasan para murid tentang dimensi-dimensi yang saling berhubungan dan untuk menambah pengalaman mereka, Master Seraphis memutuskan untuk mengadakan study tour ke dunia lain yang telah lama diteliti oleh Akademi, Dunia Pedang.

Dunia Pedang adalah dunia yang sangat berbeda dibandingkan dunia-dunia lainnya yang pernah dijelajahi oleh para murid Akademi Waktu. Tidak ada sihir di dunia ini, hanya kekuatan fisik dan kemampuan bela diri yang menguasai segalanya. Namun, kekuatan ini bukanlah hal yang sembarangan. Dunia Pedang adalah dunia yang keras, dipenuhi oleh peperangan, duel, dan hirarki yang ketat. Kekuatan seseorang diukur dari kemampuannya dalam bertarung, dan para petarung yang paling kuat dipuja layaknya pahlawan atau bahkan dewa.

Pada suatu pagi yang cerah, setelah persiapan matang, para murid Akademi Waktu yang dipilih untuk mengikuti study tour berkumpul di halaman utama. Rael, Zara, Tira, dan beberapa penjaga waktu lainnya berdiri di depan mereka, siap memberikan instruksi terakhir sebelum mereka memasuki dunia baru ini.

"Ini bukan perjalanan biasa," kata Rael dengan suara yang penuh kewaspadaan. "Dunia Pedang adalah dunia yang penuh dengan pertarungan dan hierarki sosial yang keras. Kalian akan bertemu dengan para petarung terbaik di dunia ini, dan kalian harus berhati-hati dengan tindakan kalian."

Zara menambahkan dengan tegas, "Ingat, kalian bukan di sini untuk menjadi pahlawan. Tujuan kalian adalah untuk belajar, bukan untuk mengubah atau mempengaruhi dunia ini. Jangan pernah terjebak dalam godaan untuk terlibat dalam konflik."

Tira menatap para murid dengan ekspresi serius. "Kekuatan kalian tidak akan berarti apa-apa di dunia ini jika kalian tidak tahu bagaimana bertahan hidup dengan tangan kalian sendiri. Dunia ini mengajarkan kalian untuk menghargai ketangguhan dan dedikasi, sesuatu yang lebih sulit daripada sihir."

Para murid mengangguk, penuh rasa ingin tahu dan sedikit kecemasan. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menguji mereka dengan cara yang belum pernah mereka alami sebelumnya.

Dengan satu gerakan dari Master Seraphis, gerbang waktu terbuka, menampilkan cahaya yang lebih redup dibandingkan dengan perjalanan sebelumnya. Cahaya itu menyelimuti mereka, membawa mereka menembus dimensi menuju dunia yang penuh dengan pedang, pertarungan, dan takdir yang dipenuhi kekerasan.

Setelah melewati gerbang waktu, para murid mendapati diri mereka berada di sebuah lembah yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi. Di kejauhan, mereka bisa melihat desa-desa kecil yang tampak sederhana namun penuh dengan kehidupan. Namun, yang paling menarik perhatian mereka adalah suara yang menggema di udara, suara benturan pedang, teriakan para petarung, dan hiruk-pikuk pelatihan yang tidak ada habisnya.

"Selamat datang di Dunia Pedang," kata Rael dengan nada serius. "Kalian akan menemukan bahwa di dunia ini, kekuatan fisik adalah segalanya. Di sini, orang-orang tidak berbicara tentang sihir atau teknologi canggih, mereka berbicara tentang pedang dan seni bela diri."

Zara melangkah maju, menatap dunia yang terbentang di hadapan mereka. "Tujuan kita di sini adalah untuk mengamati, untuk melihat bagaimana mereka bertarung dan belajar dari ketangguhan mereka. Jangan pernah lupa bahwa kalian bukan bagian dari dunia ini."

Mereka kemudian bergerak menuju sebuah kota yang lebih besar di tengah-tengah lembah, tempat di mana banyak petarung terkenal tinggal dan berlatih. Kota ini sangat berbeda dengan dunia yang mereka kenal, tidak ada keajaiban atau alat magis, hanya pedang yang bersinar di bawah sinar matahari dan suara dentingan besi yang tak henti-hentinya.

Murid-murid Akademi Waktu mengamati dengan rasa takjub bagaimana orang-orang di dunia ini mengasah keterampilan mereka. Mereka melihat para petarung bertarung di arena terbuka, dengan darah dan keringat bercucuran, menunjukkan keberanian dan ketekunan yang luar biasa. Namun, ada juga ketidakadilan yang nyata. Hanya petarung terkuat yang bisa mendapat tempat di masyarakat, sementara yang lemah terpinggirkan dan tak memiliki suara.

Salah satu hal pertama yang mereka pelajari adalah mengenai sistem duel di dunia ini. Setiap petarung memiliki peringkat, yang ditentukan berdasarkan kemenangan dan kemampuan mereka di medan perang. Setiap kali seseorang menang, mereka akan naik peringkat dan mendapatkan penghormatan dari masyarakat. Namun, jika kalah, mereka akan dihina dan dianggap tidak berguna.

Para murid diundang untuk menyaksikan sebuah turnamen besar yang diadakan di tengah kota, di mana para petarung terbaik dari seluruh wilayah akan saling berhadapan. Turnamen ini bukan hanya soal kemenangan, tetapi juga tentang kehormatan, darah, dan kehidupan yang dipertaruhkan.

Saat mereka menyaksikan duel demi duel yang berlangsung dengan intensitas luar biasa, mereka bertemu dengan seorang petarung terkenal yang sudah dikenal sebagai Sang Pedang Terakhir. Pria ini, yang usianya sudah cukup lanjut, namun masih tampak sangat tangguh, memiliki reputasi yang menakutkan di kalangan petarung muda.

"Dia adalah contoh sempurna dari kehidupan di dunia ini," kata Zara kepada para murid. "Dia tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tetapi juga pengalaman dan strategi. Tapi ingat, kekuatannya datang dari kerja keras dan dedikasi tanpa henti."

Murid-murid Akademi Waktu merasa terpukau oleh kemahiran dan ketangguhan Sang Pedang Terakhir. Mereka mulai menyadari bahwa meskipun dunia ini tidak memiliki sihir, ada hal-hal lain yang lebih mendalam dan berharga, seperti tekad, keberanian, dan ketekunan.

Beberapa hari berlalu, dan para murid semakin banyak belajar tentang dunia ini. Mereka mengamati berbagai jenis seni bela diri, teknik bertarung yang rumit, dan cara orang-orang di dunia ini mengatasi tantangan dalam hidup mereka. Mereka juga mulai melihat bahwa meskipun tidak ada sihir, ada kekuatan dalam kedisiplinan dan penguasaan diri yang sangat mendalam.

Namun, mereka juga menyadari bahwa dunia ini penuh dengan ketidakadilan. Mereka menyaksikan bagaimana para petarung yang kalah dalam duel sering kali diusir atau dihina, sementara yang menang mendapat segala-galanya. Hal ini memunculkan pertanyaan besar dalam pikiran mereka: Apakah kekuatan sejati hanya dapat diukur melalui pedang dan kekuatan fisik?

Tira, yang selalu memandang dunia dengan sikap kritis, bertanya kepada Zara, "Apakah ini yang kita inginkan di dunia kita? Jika kita tidak memiliki sihir, apakah kita hanya akan menjadi seperti mereka, berjuang demi peringkat, demi kedudukan?"

Zara menjawab dengan tenang, "Mungkin kita bisa belajar sesuatu dari mereka, bukan hanya dalam hal kekuatan, tapi dalam cara mereka bertahan hidup dan menghadapi tantangan tanpa bergantung pada apapun selain diri mereka sendiri. Tapi kita harus ingat, kita datang ke sini untuk belajar, bukan untuk menilai."

Namun, saat mereka semakin mendalami kehidupan di Dunia Pedang, sebuah ancaman yang lebih besar mulai muncul. Di balik kebisingan pertarungan dan hiruk-pikuk kehidupan petarung, mereka mulai merasakan adanya sesuatu yang tidak wajar. Tira, yang selalu peka terhadap perubahan energi, mulai merasakan getaran yang tidak biasa di tanah ini, suatu distorsi yang mengingatkan pada gangguan waktu yang mereka temui sebelumnya.

Suatu malam, saat mereka berada di sebuah penginapan setelah hari yang panjang, Tira membisikkan kepada Rael, "Ada sesuatu yang aneh di sini. Aku merasakan kekuatan yang memanipulasi aliran waktu. Sepertinya tidak hanya kita yang datang ke dunia ini."

Rael memandangnya dengan serius. "Kekuatan semacam itu, di sini? Bukankah dunia ini tidak mengizinkan sihir atau kekuatan luar biasa selain pedang dan bela diri?"

Zara, yang duduk tak jauh, mengangkat alisnya. "Jika benar, berarti ini lebih dari sekadar gangguan waktu biasa. Mungkin ada kekuatan gelap yang terlibat, yang bisa mengubah seluruh sistem di dunia ini."

Sementara itu, Arlen dan Mira yang berada di luar mendengar berita bahwa beberapa petarung terkuat di kota telah hilang tanpa jejak dalam beberapa hari terakhir. Tanpa ada tanda-tanda perlawanan atau kekerasan, mereka seolah menghilang begitu saja, meninggalkan kekosongan yang sangat mencurigakan.

Malam itu, para murid berkumpul untuk membahas apa yang mereka temui dan merencanakan tindakan selanjutnya.

Keesokan harinya, setelah penyelidikan lebih lanjut, mereka menemukan bahwa hilangnya petarung-petarung terkuat bukanlah kebetulan. Di balik hilangnya mereka, ada sesuatu yang lebih gelap yang menggerakkan dunia ini, iblis dari selatan, entitas yang tidak hanya kuat dalam fisik, tetapi juga mampu mengutak-atik jalur waktu dan ruang dengan cara yang tidak bisa mereka pahami sepenuhnya.

Rael dan Tira, bersama dengan Zara dan Arlen, menyusuri jalanan gelap di selatan kota, ke wilayah yang jauh dari keramaian dan pusat kehidupan petarung. Di sana, mereka menemukan sebuah tempat yang dipenuhi dengan energi gelap. Bangunan-bangunan hancur, tetapi ada jejak-jejak kekuatan yang sepertinya berasal dari dimensi lain, dimensi yang dipenuhi kegelapan.

"Ternyata mereka ada di sini," kata Zara dengan nada waspada. "Kekuatan iblis ini sepertinya telah menemukan jalan masuk ke dunia ini melalui gangguan waktu. Mereka memanipulasi aliran waktu untuk membuka pintu menuju dimensi gelap mereka."

Tira mengangguk, matanya masih waspada. "Aku merasakannya. Gangguan ini berasal dari pusat energi yang kuat, mungkin di sana, di dalam reruntuhan itu."

Mereka bergerak lebih dalam, akhirnya tiba di sebuah kuil tua yang terlarang. Di dalamnya, mereka menemukan gambar-gambar aneh yang menggambarkan iblis raksasa dengan sayap hitam yang tercetak di dinding. Iblis-iblis ini bukan hanya berhubungan dengan kekuatan gelap, tetapi juga berhubungan dengan kemampuan untuk memanipulasi waktu, sebuah kemampuan yang bahkan bisa menembus dimensi.

Tidak lama setelah mereka menemukan kuil itu, energi gelap yang kuat tiba-tiba memancar keluar, menyelimuti area sekitarnya. Seorang sosok muncul dari kegelapan, sosok yang tampaknya merupakan pemimpin dari iblis-iblis tersebut. Tubuhnya besar, ditutupi oleh armor hitam yang tampak seperti terbuat dari bayangan itu sendiri. Wajahnya hanya bisa dilihat melalui dua mata merah menyala yang menatap mereka dengan penuh kebencian.

"Akhirnya, kalian datang," suara itu terdengar dalam, menggema di sekitar mereka. "Aku telah menunggu kedatangan para penjaga waktu. Tapi kali ini, kalian tidak akan mampu menghentikan kami. Dunia ini akan kembali pada kekuasaanku."

Tira maju dengan penuh tekad, menyiapkan kekuatan waktu yang sudah terlatih, tetapi iblis itu tertawa. "Kalian pikir kekuatan waktu bisa menghentikan kami? Waktu hanyalah ilusi bagi kami. Kalian hanya akan terperangkap di dalamnya."

Pertempuran pun dimulai. Iblis itu melepaskan serangan yang memanipulasi waktu, membuat waktu berjalan terbalik dan mempercepat usia segala benda yang ada di sekitar mereka. Rael dan Zara bekerja sama untuk melindungi para murid lainnya, sementara Tira berusaha menstabilkan aliran waktu yang terdistorsi. Arlen dan Mira menyerang dengan kecepatan tinggi, berusaha menghancurkan sumber kekuatan iblis itu.

Namun, meskipun mereka bertarung dengan sekuat tenaga, iblis itu masih memiliki kekuatan yang sangat besar, mampu mengubah jalur waktu dan menyesatkan mereka. Setiap kali mereka mencoba mengimbangi pergerakannya, iblis itu melancarkan serangan yang mengubah ruang dan waktu di sekitarnya, menciptakan jebakan yang membuat mereka semakin sulit bergerak.

Saat pertempuran semakin sengit, Tira menyadari bahwa mereka tidak akan pernah bisa menang jika hanya mengandalkan kekuatan fisik atau kekuatan waktu yang biasa mereka gunakan. Mereka perlu mencari cara untuk menghancurkan sumber kekuatan iblis tersebut, dimana pintu gerbang menuju dimensi gelap itu berada.

"Zara, Rael," kata Tira dengan tegas, "aku akan mencoba menstabilkan gerbang waktu yang digunakan iblis itu. Kalian harus mengalihkan perhatian mereka agar aku bisa mengaturnya."

Rael dan Zara mengangguk, segera memfokuskan serangan mereka untuk menahan iblis itu lebih lama. Sementara itu, Tira mulai memfokuskan seluruh kemampuannya, mengatur ulang aliran waktu untuk menutup gerbang yang diciptakan iblis tersebut.

Setelah perjuangan yang panjang dan pengorbanan yang tidak mudah, Tira akhirnya berhasil menstabilkan jalur waktu dan menutup pintu dimensi yang digunakan oleh iblis itu. Dengan gerbang yang tertutup, iblis-iblis itu mulai kehilangan kekuatan mereka. Dengan serangan terakhir dari Arlen dan Mira, iblis pemimpin itu pun jatuh, tubuhnya hancur menjadi energi gelap yang menguap ke udara.

Setelah ancaman itu dihancurkan, para murid Akademi Waktu kembali ke dunia mereka, membawa pelajaran berharga dari Dunia Pedang. Mereka telah belajar bahwa kekuatan tidak hanya berasal dari sihir atau kekuatan fisik semata, tetapi juga dari tekad dan keberanian untuk menghadapi ketidakpastian.

Master Seraphis mendengarkan laporan mereka dengan serius. "Kalian telah menghadapi banyak bahaya, tapi kalian juga telah menunjukkan ketangguhan yang luar biasa. Kalian telah belajar bahwa dunia ini penuh dengan ancaman yang tidak terlihat, dan setiap keputusan yang kalian buat akan memengaruhi keseimbangan yang ada."

Para murid mengangguk. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai, dan bahwa dunia mereka, baik itu dunia paralel, dunia pedang, atau dunia waktu, akan selalu membutuhkan mereka untuk menjaga keseimbangannya.

Setelah serangkaian pertempuran yang menegangkan di Dunia Pedang dan menghadapi ancaman dari iblis di selatan dunia mereka, Akademi Waktu kembali ke ritme kehidupan yang lebih tenang. Meskipun bayang-bayang gangguan besar masih terasa di udara, suasana di Akademi mulai memasuki fase kedamaian yang sangat dinanti.

Master Seraphis, yang sebelumnya selalu tampak terjaga dan penuh kewaspadaan, kini tampak lebih santai, meskipun matanya masih mencerminkan kecemasan akan potensi ancaman yang belum sepenuhnya lenyap. Dia mengumpulkan para murid di ruang utama Akademi untuk memberikan pengarahan.

"Perjalanan kalian sudah menempuh banyak bahaya dan pelajaran berharga," ujar Seraphis, suaranya lebih lembut daripada biasanya. "Namun, ini adalah waktu untuk refleksi dan persiapan. Kita telah mengalami pertempuran besar, dan dunia kita telah dipertaruhkan lebih dari sekali. Sekarang, saatnya untuk menemukan kedamaian dalam perjalanan ini."

Zara, yang baru saja kembali dari tugasnya, merasakan perbedaan yang jelas di Akademi. Tidak ada lagi kekhawatiran yang mendalam tentang ancaman yang langsung mengancam, tidak ada kegelisahan yang menggantung di udara. Para murid bisa kembali berlatih tanpa terburu-buru, menikmati keheningan yang jarang mereka temui.

"Sepertinya semuanya kembali seperti semula," kata Zara kepada Tira yang berdiri di sampingnya, mengamati keramaian yang lebih damai di sekitar mereka.

Tira tersenyum tipis. "Meskipun kedamaian ini terasa sejuk, kita tahu betul bahwa kedamaian itu rapuh. Tapi aku senang kita bisa memberikannya sedikit ruang untuk berkembang."

Di luar tembok-tembok Akademi, langit cerah dengan awan tipis menggantung di atasnya, memberi kesan ketenangan yang sangat kontras dengan kegelisahan yang mereka alami beberapa waktu lalu. Para murid, yang sebelumnya terguncang oleh pertempuran dan ancaman, kini mulai kembali berfokus pada latihan dan studi mereka. Mereka tahu bahwa meskipun kedamaian ini penting, mereka harus tetap waspada dan siap menghadapi segala kemungkinan yang akan datang.

Rael dan Zara memutuskan untuk meluangkan waktu lebih banyak untuk mempelajari dimensi-dimensi lain, melakukan perjalanan singkat untuk menguji kemampuan mereka dalam memahami hubungan antara dunia. "Kadang-kadang," kata Rael sambil menatap horizon, "kedamaian itu seperti angin yang tenang sebelum badai. Tapi kali ini, aku rasa kita perlu memanfaatkan kedamaian ini untuk belajar lebih banyak, mempersiapkan diri lebih baik."

Zara mengangguk. "Aku setuju. Ini adalah kesempatan langka. Kita bisa memperdalam pemahaman kita tentang waktu dan dimensi, serta memperkuat ikatan antara dunia kita dan dunia lainnya."

Mereka memutuskan untuk mengatur program latihan baru di Akademi, di mana murid-murid tidak hanya berfokus pada seni bela diri atau penguasaan waktu, tetapi juga tentang keseimbangan batin dan persiapan mental. Karena mereka tahu, kedamaian ini adalah waktu yang tepat untuk membangun ketangguhan dalam menghadapi tantangan yang lebih besar di masa depan.

Di dalam Akademi, selain studi dan pelatihan, ada upaya untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistem yang mungkin telah terabaikan. Seiring berjalannya waktu, ruangan-ruangan yang sebelumnya dipenuhi dengan ketegangan kini dipenuhi dengan tawa dan semangat baru. Tira memimpin pelatihan khusus mengenai keseimbangan waktu, mengajarkan murid-murid muda untuk menguasai seni mengendalikan pergerakan waktu dengan lebih bijaksana dan lebih hati-hati.

"Keberanian tidak selalu terlihat dalam pertempuran. Terkadang, keberanian yang lebih besar adalah mampu menunggu dan bersabar," kata Tira kepada murid-murid yang sedang berlatih. "Waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Jika kalian bisa mengendalikan diri dan menunggu saat yang tepat, kalian akan melihat betapa pentingnya kesabaran dalam menjaga keseimbangan dunia ini."

Para murid mengerti bahwa kedamaian ini memberikan mereka ruang untuk berkembang, untuk menggali lebih dalam tentang kekuatan mereka dan menjaga kedamaian yang rapuh ini. Mereka menyadari, seperti kata Seraphis, bahwa dunia yang damai harus dijaga dengan hati-hati. Setiap langkah kecil yang mereka ambil dapat mempengaruhi jalannya sejarah, dan mereka tidak bisa mengabaikan tanggung jawab besar yang ada di pundak mereka.

Hari-hari di Akademi Waktu kembali dipenuhi dengan kegiatan yang lebih santai dan teratur. Para murid menghabiskan waktu mereka dengan belajar, berlatih, dan bahkan menikmati waktu bersama satu sama lain. Rael dan Zara kadang menghabiskan waktu berbicara dengan murid-murid baru, berbagi pengalaman tentang perjalanan mereka, tentang apa yang telah mereka pelajari dari dunia-dunia lain yang mereka kunjungi. Arlen dan Mira sering terlihat di taman, mempelajari seni bela diri yang tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tetapi juga memadukan seni meditasi untuk menenangkan pikiran.

Master Seraphis, meskipun masih menjaga pengawasan ketat terhadap seluruh akademi, kini lebih sering terlihat duduk di ruang perpustakaan, membaca buku-buku tua dan berbicara dengan para ahli waktu yang datang untuk memberikan kontribusi pemikiran mereka tentang dimensi dan aliran waktu. Kadang-kadang, ia mengundang beberapa murid untuk berbincang dan menceritakan kisah-kisah lama dari dunia waktu yang belum banyak diketahui.

"Kadang-kadang, para petualang yang terjebak dalam waktu tidak menyadari bahwa kebijaksanaan yang sejati datang bukan dari perjalanan itu sendiri, tetapi dari pemahaman tentang apa yang mereka temui di sepanjang jalan," kata Seraphis kepada seorang murid yang sedang belajar tentang keterhubungan dimensi. "Kedamaian yang kalian alami sekarang adalah hasil dari kerja keras dan pengorbanan yang tak terhitung jumlahnya. Namun, jangan pernah lupakan bahwa kedamaian itu rapuh. Ada banyak ancaman yang bisa datang tanpa kita ketahui."

Bulan demi bulan berlalu, dan meskipun ancaman dari dunia luar tetap ada, para murid dan penjaga waktu di Akademi menemukan bahwa kedamaian ini, meskipun sementara, adalah kesempatan berharga. Mereka tidak hanya belajar tentang kekuatan dan waktu, tetapi juga tentang pentingnya menjaga keharmonisan dalam hidup mereka.

Di tengah dunia yang penuh dengan ketidakpastian, mereka tahu satu hal yang pasti, mereka memiliki satu sama lain. Dengan tekad dan kebijaksanaan yang diperoleh dari perjalanan mereka, mereka merasa siap menghadapi apa pun yang mungkin datang.

"Kedamaian ini bukan akhir dari perjalanan kita," kata Rael saat berbicara dengan para murid di ruang utama Akademi. "Ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dan belajar. Dunia kita berubah setiap waktu, dan kita harus siap untuk itu. Kita mungkin tidak tahu apa yang akan datang, tetapi kita tahu bahwa kita tidak akan pernah berhenti belajar."

Dengan itu, Akademi Waktu melanjutkan kehidupannya dalam kedamaian, meskipun dengan kesiapan untuk menghadapi tantangan besar yang mungkin datang di masa depan. Mereka tahu bahwa setiap ancaman, sekecil apapun itu, bisa membawa perubahan besar bagi dunia mereka. Namun, mereka juga tahu bahwa dengan persatuan, kebijaksanaan, dan keberanian, mereka dapat menjaga keseimbangan dunia, sebuah dunia yang, meskipun rapuh, penuh dengan harapan dan potensi.

Suatu hari, berita mengenai sebuah kompetisi bela diri besar yang akan diadakan di sebuah kota terdekat sampai ke telinga para murid Akademi Waktu. Kompetisi ini digelar oleh sebuah liga petarung yang terkenal di dunia tanpa sihir, tempat para petarung terbaik dari seluruh wilayah berkumpul untuk beradu kekuatan. Meskipun dunia mereka dikenal dengan penggunaan sihir dan kekuatan waktu, mereka tahu bahwa dunia tanpa sihir seperti ini adalah tempat yang sangat berbeda, di mana kemampuan bertarung, strategi, dan kekuatan fisik murni adalah segalanya.

"Ini adalah kesempatan langka untuk melihat bagaimana para petarung tanpa sihir bertarung dengan tangan mereka sendiri," kata Zara, yang merasa tertarik untuk memahami lebih dalam tentang kemampuan bertarung dunia lain. "Kita bisa belajar banyak dari teknik dan taktik yang mereka gunakan."

Rael mengangguk setuju. "Betul. Dunia kita sering bergantung pada sihir, tapi di dunia mereka, semua itu bergantung pada kekuatan fisik dan mental. Bisa jadi ini pengalaman yang menarik."

Tira, yang selalu lebih berhati-hati, memperingatkan mereka, "Ingat, ini bukan hanya soal menonton kompetisi. Kalian harus selalu waspada terhadap apa pun yang bisa terjadi di luar perkiraan kita."

Master Seraphis, yang mendengar pembicaraan mereka, mengalihkan pandangannya dengan senyum bijak. "Dunia tanpa sihir mengajarkan banyak hal tentang ketangguhan batin dan daya juang. Pergilah, tapi ingatlah pelajaran yang telah kalian dapatkan dari Dunia Pedang. Terkadang, kekuatan bukan hanya berasal dari kemampuan fisik, tetapi dari cara kita menghadapinya."

Dengan persetujuan Seraphis, para murid yang terpilih Rael, Zara, Arlen, Tira, dan beberapa penjaga waktu lainnya memutuskan untuk mengunjungi kompetisi bela diri tersebut, berharap untuk menyaksikan seni pertarungan yang mengutamakan kekuatan fisik dan kecerdasan strategi.

Ketika mereka tiba di arena, suasana kompetisi sudah sangat meriah. Arena terbuka yang luas dipenuhi oleh ribuan penonton yang bersorak-sorai, menyaksikan para petarung bersiap-siap untuk duel. Suara gemuruh sorakan dan teriakan menggelegar di seluruh tempat, sementara di tengah-tengah arena, para petarung saling berhadapan, mengenakan pelindung tubuh dan tangan, mempersiapkan diri untuk pertarungan yang menentukan.

Para murid Akademi mengamati dengan penuh perhatian. Mereka melihat petarung yang memiliki kemampuan luar biasa, menggunakan berbagai teknik bela diri yang menggabungkan kecepatan, kekuatan, dan ketepatan yang mengagumkan. Meskipun mereka terbiasa dengan kekuatan sihir dan kemampuan manipulasi waktu, mereka tidak bisa tidak merasa terkesan dengan ketangguhan dan dedikasi yang ditunjukkan oleh para petarung di arena ini.

"Amazing," kata Arlen, matanya terbuka lebar. "Mereka benar-benar menguasai setiap gerakan. Tak satu pun dari mereka yang bergantung pada kekuatan selain tubuh mereka sendiri."

Zara menyentuh dagunya. "Aku penasaran, seberapa jauh kemampuan mereka bisa berkembang tanpa bantuan sihir. Di dunia kita, kita sering melihat petarung menggunakan kekuatan eksternal, tetapi di sini, mereka harus bergantung pada diri mereka sendiri."

Tira, yang memperhatikan lebih teliti, merasa ada sesuatu yang aneh. "Ada yang tidak biasa di sini," katanya dengan suara rendah. "Lihatlah peserta di arena pertama. Aku merasa seolah-olah ada sesuatu yang familiar tentang dia."

Murid-murid lain mengikuti pandangan Tira, dan mereka segera terfokus pada seorang peserta di tengah arena. Petarung itu terlihat sangat terampil, dengan gerakan yang sangat cepat dan presisi yang hampir sempurna. Yang lebih mencolok adalah tatapan matanya, mata yang penuh dengan determinasi dan kesadaran yang luar biasa.

"Dia..." Zara terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan suara pelan, "Dia seperti... seseorang yang pernah kita temui."

Rael, yang lebih berhati-hati, memperhatikan lebih seksama. "Dia memiliki aura yang berbeda. Tapi... siapa dia?"

Tira menatapnya dengan lebih intens. "Aku rasa aku tahu siapa dia. Dia, bukan hanya petarung hebat, tetapi sepertinya dia adalah seseorang yang terhubung dengan dunia kita. Aku merasa ada sesuatu yang aneh dalam aliran waktunya. Sebuah aura yang datang dari masa lalu... sangat mirip dengan mereka dari Dunia Pedang."

Setelah beberapa pertandingan berlalu, nama petarung itu akhirnya terdengar di seluruh arena, Liven. Ternyata, Liven adalah seorang petarung legendaris yang telah lama terkenal di dunia tanpa sihir ini. Namun, meskipun banyak yang mengenalnya, ada sesuatu yang menggelitik hati para murid Akademi Waktu. Mereka merasa bahwa Liven bukan hanya seorang petarung luar biasa, tetapi juga seseorang yang tampaknya memiliki hubungan dengan dunia mereka.

Zara mendekati seorang penonton yang duduk di dekatnya. "Apakah kamu tahu tentang Liven?" tanyanya dengan penasaran.

Penonton itu menoleh, terlihat terkesan dengan pertanyaan Zara. "Oh, tentu saja. Liven adalah petarung yang luar biasa. Tapi tahukah kamu? Ada desas-desus yang beredar bahwa dia memiliki kemampuan yang tak biasa, kemampuan yang melampaui petarung biasa. Beberapa orang percaya dia adalah reinkarnasi dari seorang pejuang legendaris yang pernah hidup di dunia yang jauh lebih keras, sebuah dunia yang konon penuh dengan pertempuran besar."

Zara merasa seakan ada cahaya yang menyala dalam pikirannya. "Pejuang legendaris... seperti dari Dunia Pedang?"

Penonton itu mengangguk. "Itulah yang orang katakan. Meskipun Liven tidak pernah berbicara banyak tentang masa lalunya, ada yang percaya bahwa dia adalah jiwa yang terlahir kembali. Seorang petarung yang sangat hebat di masa lalu, dan sekarang terlahir kembali untuk melanjutkan takdirnya."

Zara menoleh pada Tira, yang sudah mendengarkan percakapan itu. "Ini dia, Tira. Dia mungkin benar-benar dari dunia pedang"

Tira menatapnya dengan tatapan serius. "Reinkarnasi dari seorang pejuang besar... dari Dunia Pedang. Itu masuk akal. Energi yang aku rasakan, cara dia bertarung, ada sesuatu yang luar biasa di baliknya."

Rael mendekat dan ikut bergabung dalam pembicaraan. "Jadi, kamu mengatakan Liven adalah seseorang yang berasal dari dunia kita? Dari dunia yang penuh dengan pedang dan peperangan?"

Tira mengangguk. "Aku rasa kita perlu berbicara dengannya. Ada banyak hal yang harus kita ketahui, dan mungkin dia bisa menjelaskan lebih banyak."

Setelah pertandingan selesai dan para penonton mulai meninggalkan arena, para murid Akademi Waktu memutuskan untuk menemui Liven. Mereka menemukannya di ruang ganti, tampak sedang beristirahat setelah bertarung keras di arena.

Rael membuka percakapan dengan hati-hati. "Liven, kami datang bukan hanya sebagai penonton. Kami berasal dari Akademi Waktu. Kami merasa seperti kami mengenalmu dari tempat yang jauh."

Liven, yang tengah duduk di dekat sebuah meja, mengangkat pandangannya. Mata tajamnya yang dingin menatap mereka, seakan menilai siapa yang datang kepadanya. "Akademi Waktu?" katanya perlahan. "Aku tidak tahu apa itu. Tapi, jika kalian merasa mengenalku, mungkin ada alasan mengapa. Aku... rasanya sudah lama hidup."

Zara melangkah lebih dekat. "Kita berasal dari dunia yang berbeda, namun aku merasakan ada sesuatu yang sangat familiar tentang dirimu. Kami percaya bahwa kamu mungkin adalah reinkarnasi dari seorang pejuang yang pernah ada di Dunia Pedang. Apakah itu benar?"

Liven terdiam sejenak, seakan merenung. Lalu, ia berkata dengan suara rendah, "Aku bukan hanya reinkarnasi. Aku ingat segalanya, tentang dunia itu, tentang peperangan yang tak pernah berhenti, tentang kekuatan yang harus aku kendalikan. Tapi setelah aku terlahir kembali di dunia ini, aku hanya menjadi petarung biasa, berjuang demi hidupku. Tak ada sihir, tak ada kekuatan besar... hanya pedang dan tubuhku sendiri."

Tira yang mendengarkan dengan seksama, bertanya, "Jika kamu ingat, kenapa tidak kembali ke dunia asalmu? Dunia yang lebih keras, lebih penuh dengan peperangan... tempat yang kamu kenal?"

Liven menatap mereka dengan sorot mata yang penuh kebijaksanaan dan kesedihan. "Karena aku sudah berada di sini. Dunia ini adalah tempat baru bagiku, tempat aku bisa mencari arti hidup yang lebih dalam. Aku bukan lagi pejuang yang dulu. Aku hanya mencoba untuk menemukan kedamaian."

Rael dan yang lainnya terdiam, meresapi kata-kata Liven. Mereka menyadari bahwa meskipun Liven berasal dari dunia yang penuh dengan kekerasan, ia juga mencari kedamaian seperti mereka. Sebuah perjalanan yang tidak hanya berakhir dengan pertarungan, tetapi juga dengan pemahaman dan penerimaan diri.

Kedamaian yang mereka cari, baik di Dunia Pedang, di Dunia Tanpa Sihir, maupun di Akademi Waktu, tampaknya adalah sebuah pencarian yang tak berujung. Namun, pertemuan mereka dengan Liven membuka kemungkinan baru untuk memahami takdir mereka yang lebih besar.

"Mungkin kita semua memiliki tujuan yang sama, meskipun dunia kita berbeda," kata Zara, sambil menatap Liven dengan penuh pemahaman. "Mencari kedamaian, walau melalui jalan yang penuh tantangan."

Liven mengangguk perlahan, sebuah senyum tipis muncul di wajahnya. "Mungkin begitu. Tetapi untuk mencapai kedamaian itu, kita harus siap dengan segala kemungkinan yang ada di depan."

Dan dengan itu, ikatan yang tak terduga terbentuk antara para murid Akademi Waktu dan Liven, seorang pejuang yang tak hanya terlahir kembali, tetapi juga membawa pelajaran berharga tentang ketangguhan, pencarian jati diri, dan arti sejati dari kedamaian.