(Ahli Waris)
Pagi har aku sudah siap dengan kemeja putih, celana hitam dan rompi kemeja yang indah dan ibuku tampak menggunakan dress berwarna putih dan geradasi ungu di bawahnya.
"waw..bu itu dress yang bagus, tapi kenapa harus menggunakan dress?" aku menatap ibuku yang sedang memakai anting-anting.
"ini dress yang di belikan ayahmu, ayahmu pernah bilang saat dirinya tiada dan ada pembagian harta ibu harus menggunakan pakaian ini" ibu tampak sangat ramping saat berkaca di cermin dan sangat cantik.
Aku masih berfikis soal tumpukan berkas yang bakal di bawah Theo sendirian, serius Theo segitunya ingin orang-orang peduli dengan peraturan dan keadilan sampai dia akan melakukan apapun sesuai dengan peraturan yang ada.
"ayo berangkat anakku" ibuku tampil dengan kacamata hitamnya tak lupa memakaikanku kacamata hitam juga.
Asyik aku mengkeren, aku berjalan di samping ibuku yang terlihat berumur 18 tahun serius ibuku itu lebih tua dari ayahku 2 tahun umurnya sekarang 33 tahun dan masih terlihat seperti anak remaja yang cantik.
Semua pandangan menuju aku dan ibuku saat kami berada di parkiran penginapan aku menunggu ibuku yang sedang mengambil mobilnya.
"ayo masuk" ibuku datang dengan mobilnya aku langsung masuk dan duduk di samping ibuku.
Ibuku tampak sangat santai mengendarai mobil, aku juga dapat informasi soal ibuku, katanya ibuku orang yang kaku dan tidak bisa merasakan emosional internal bahkan eksternal sekalipun membuat dirinya bingung harus berbuat apa saat di dekat orang lain.
###
Aku dan ibuku sudah sampai di tempatnya. Terlihat sekali mereka bertiga ya..nenek lampir itu menatapku dengan rasa jijik yang berlebihan aku tidak tahu dendam apa yang dia miliki sampai dia sebegitunya terhadapku, yang jelas dia bodoh jadi...mungkin ya dia merasa lebih rendah dariku.
Di ruang persidangan aku duduk di depan bersama ibuku, aku jujur sangat malas kenapa harus masuk ke persidangan pasti karena mereka merasa ayah terlalu menyayangi ibu sampe memberikan 40% hartanya.
Sidang di mulai dengan hakim yang memimpin persidangan.
Terlihat Rose diberi kesempatan untuk mengatakan dirinya keberatan dengan keputusan ayahku untuk memberikan 40% hartanya yaitu seluruh perusahaan.
"maaf yang mulia tapi ini tidak adil dia hanya orang luar dan masih mendapatkan 40% warisan" Rose berbicara dengan nadanya yang tidak menerima, dirinya hanya mendapatkan uang sejumlah 10 Miliar dan kedua anaknya mendapatkan hal yang sama.
Sang hakim hanya berbicara dengan nadanya yang tegas, bahwa ini adalah keputusan dari Max ayah ku untuk memberikan hartanya sebesar 40% tapi dari pihak Rose menantang dan mengatakan jika mereka hanya orang luar dan tidak boleh mendapatkan warisan juga.
Tapi aku berpikir orang yang punya simpanan saja masih bisa memberikan warisan kepada simpnananya dan kenapa ibuku tidak boleh, karena di peraturan saja warisan itu tergantung kepada orang yang sudah meninggal ingin memberikannya kepada siapa dan berjumlah berapa.
Bahkan sampai Liya berbicara tentang aku yang adalah anak hubungan gelap dari ayahku, jujur saja rasanya ingin sekali aku membalas perkataan itu dengan sebuah fakta yang aku tahu.
"baiklah aku memang anak hasil hubungan gelap dari ayahku tapi apa aku menghipnotis orang lain untuk mendapatkan apa yang dia mau" aku berbicara berjalan menatap Liya dengan wajah yang skakmat, aku sempat di beritau oleh kakekku tentang Rose, Rose adalah orang yang akan melakukan apapun untuk hal yang dia inginkan, bahkan dia sampai menghipnotis ayahku sampai ayahku ingin menikah dengannya, kenapa aku bisa percaya opiniku ada beberapa hal yang bisa ku gabungkan menjadi sebuah argumen.
Pertama ayahku tidak ingat kenapa dirinya menerima Rose menjadi istrinya dan kedua nenekmu meninggal waktu dia memberitauku jika Rose adalah biang dari segalanya, maksud dia dalangnya.
Aku tidak bohong waktu itu nenek meninggal pada malam dimana dia memberitau aku soal keluargaku, kejadian itu saat usia ku 9 tahun dan aku masih ingat jelas apa yang nenekku katakan, 'nenek tidak ingat kenapa nenek bisa menyukai orang bodoh itu' itu adalah opini dari nenekku.
"apa maksudmu?" Rose menatapku dengan wajah yang gelisah sangat jelas bahwa dia tahu itu.
"jangan seperti itu, aku tahu kau mengetahui itu" Aku membawa obat Morphine dan obat Alprazolam.
Aku tahu kegunaan 2 obat ini, Morphine adalah obat penghilang rasa sakit jika di overdosis menyebabkan kematian dan obat Alprazolam adalah obat penurun fungsi pernapasan dan jika obat ini di campur obat lain akan menjadi kematian yang mendadak.
"dari mana kau dapatkan itu!" Rose menatap kesal kearahku dengan tatapan frustasinya.
"aku tahu semua yang kau lakukan, aku bukan anak kecil yang kau anggap sebagai sampah yang tidak tahu kebusukanmu" Aku meletakkan 2 obat itu di meja hakim karena mereka memberi tanda agar aku melihatnya.
Aku menatap Rose dengan tatapan tersenyum puas, aku tahu apa yang dia lakukan agar dia tidak dianggap tersangka, karena barang buktinya dihapus saat nenek sudah meminum teh pahitnya saat itu, tapi banyak detektif menggap itu sebagai kasus kematian mendadak akibat penyakit yang di deritanya, aku tidak percaya apa kata dokter yang mengatakan nenekku terkena kanker otak.
Rose mengelak mengatakan jika nenekku mati karena kanker otak, oh...jangan mengada-ngada nenekku tidak kanker otak dia hanya pusing dan salah diagnosa dokter karena dokternya sudah di bayar.
"aku tahu kau membayar dokter itu agar mendiagnosa nenekku kanker otak, kau tidak bisa membohongiku" aku menatap Rose dengan wajah yang serius dan kesal.
2 tahun lalu saat usiaku 9 tahun, aku sedang berada di kamarku sambil membaca buku mempersiapkan diriku untuk ulangan mendatang. Tiba-tiba saja pintu kamarku terbuka lebar memperlihatkan nenekku yang menyapaku dengan wajahnya yang tersenyum.
"haloo cucuk kesayangannkuuu" suaranya yang menggelegar memenuhi ruangan kamar dan aku langsung di serbu dengan pelukan hangat yang sangat erat dari nenekku sampai sesak nafas, aku enggak lagi berpura-pura serius.
"i-iya nek" aku berbicara dengan suara yang sedikit sesak, dan aku langsung di kecup berkali-kali di pipi kananku hingga berwarna merah cerah karena lipstiknya.
Aku ingin mengusap pipiku yang penuh dengan lipstik nenekku tapi nenekku terlihat mengatakan jangan dihapus dengan jari telunjuknya yang bergerak kekanan kiri di ikuti dengan kepalanya yang menggeleng.
Nenek ku duduk di tempat tidurku dengan wajahnya yang bahagia, mungkin aku bisa memahami itu karena nenek jarang melihatku, aku Cuma bisa merotasi kursiku agar mengarah ke nenekku.
"bagaimana peringkat 1 lagi kan?" Nenekku menatapku dengan wajah yang hangat, Nenekku adalah orang yang alergi orang bodoh, serius aku tidak bohong, nenekku bukan orang yang lembut aslinya dia sangat tegas dan keras.