Cinta Terlarang
Maya duduk di balkon rumahnya, menatap langit yang mulai gelap. Angin malam yang sejuk berhembus melalui dedaunan pohon-pohon besar yang mengelilingi rumah, membawa aroma tanah yang basah. Ia memeluk tubuhnya, merasakan betapa kesepian itu semakin nyata. Meski keramaian hari ini terasa baru, hatinya seakan terseret kembali ke dalam ruang yang sepi, di mana hanya ada dirinya dan perasaan yang tumbuh dalam diam.
Hari itu adalah hari pertama Johannes datang ke rumahnya. Tidak ada yang mengira hubungan mereka akan mulai terbentuk dengan cara yang seperti ini. Meski keduanya mencoba berbicara dengan hati-hati, saling menjaga sikap, Maya bisa merasakan ada sesuatu yang lebih dalam dari setiap kata yang terucap. Sesuatu yang tak bisa ia hindari, meskipun ia tahu betul apa artinya. Mereka berasal dari dunia yang berbeda. Dunia yang tak akan pernah bisa menyatukan mereka.
Johannes adalah pria Belanda yang bekerja di perkebunan teh milik pemerintah kolonial. Ia datang dari keluarga yang sangat berbeda dengan Maya, yang meski terlahir dari kalangan bangsawan pribumi, tetap tak bisa menghindari kenyataan pahit tentang status sosial yang sangat dibatasi. Mereka berdua berasal dari dua dunia yang tidak bisa saling bersentuhan, bahkan meski perasaan itu tumbuh dengan begitu alami.
Pada malam itu, setelah Johannes pergi, Maya masih merasa seperti ada sesuatu yang hilang dari hatinya. Ia tahu bahwa ia harus tetap menjaga jarak, menjaga etika, dan tidak membiarkan perasaan itu berkembang lebih jauh. Tapi bagaimana bisa ia mengabaikan tatapan itu? Cara Johannes memandangnya, seperti ada semacam kekuatan yang memaksanya untuk menanggalkan segala keraguan.
"Ini tidak mungkin," pikir Maya, sambil menutup matanya, mencoba mengusir bayang-bayang perasaan itu. Namun, semakin ia berusaha menepisnya, semakin kuat perasaan itu tumbuh. Johannes. Pria itu terlalu memikat untuk diabaikan, terlalu menarik untuk dihindari. Dan yang lebih berbahaya lagi, ia merasa bahwa perasaan itu bukan sekadar ketertarikan biasa.
Maya bangkit dari kursi, menuruni tangga dengan langkah pelan. Ia merasa berat untuk menghadapi kenyataan, tetapi malam itu, sesuatu harus dilakukan. Ibunya sudah memperingatkan berkali-kali bahwa hubungan seperti ini adalah jalan menuju kehancuran, tapi di dalam hatinya, Maya merasa ada semacam perlawanan. Mengapa cinta tidak boleh datang, meski di tengah perbedaan yang tajam?
Ketika Maya tiba di ruang makan, ia melihat ibunya sedang duduk di meja, membaca surat dari seorang kerabat. Wajah ibu Maya tampak tenang, tetapi ada kerut-kerut kecemasan di dahinya. Maya tahu betul, ibunya tidak bisa menerima hubungan ini, bahkan meski ia tidak mengungkapkannya secara terbuka.
"Maya," suara ibu memecah keheningan, mengalihkan perhatian Maya dari lamunan. "Kau tahu betul, hubungan dengan pria Belanda itu tidak bisa diteruskan."
Maya terdiam. Ia sudah tahu apa yang akan ibunya katakan. Namun, dalam hatinya, ia merasa ada semacam perasaan yang menginginkan lebih. Dan perasaan itu, meski tak pernah diungkapkan, semakin membesar setiap kali ia berpikir tentang Johannes.
"Ibu, kita hanya berbicara sebentar," jawab Maya dengan lembut, meski suaranya agak gemetar. Ia berusaha menunjukkan ketenangan, tetapi hatinya berbicara dengan cara yang berbeda.
Ibunya menatap Maya dengan tatapan yang penuh makna, seolah-olah mencoba menilai keputusan apa yang akan diambil oleh putrinya. "Maya, aku tahu kau cerdas, dan kau tahu apa yang terbaik untuk dirimu. Tapi hubungan seperti itu hanya akan membawa malapetaka. Kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa ia adalah bagian dari penjajah kita."
Kata-kata ibu itu menusuk dalam, membuat Maya merasakan betapa besar jarak yang ada di antara mereka. Bukan hanya jarak fisik yang terpisah antara Belanda dan Indonesia, tetapi juga jarak antara dua dunia yang tak akan bisa dipersatukan. Dunia tempat Johannes berasal, dan dunia tempat Maya lahir dan dibesarkan.
Namun, Maya tak bisa menahan perasaannya. Meskipun ia tahu betul tentang bahaya yang mengintai, meskipun ia sadar bahwa cinta mereka adalah sesuatu yang tak bisa diterima oleh masyarakat, ada sesuatu dalam dirinya yang memberontak. Johannes adalah simbol dari dunia yang tidak bisa dimilikinya, dan justru karena itu, ia merasa semakin terikat pada pria itu.
Malam berikutnya, setelah makan malam selesai, Maya merasa gelisah. Ia berjalan ke taman belakang rumah, di mana udara segar dan suara jangkrik menyapa telinganya. Setiap langkah yang diambilnya terasa berat, seolah ia sedang berjalan menuju takdir yang tak bisa dihindari. Tanpa sadar, ia mengarah ke jalan setapak di dekat taman, tempat di mana ia dan Johannes beberapa kali bertemu diam-diam.
Maya menatap ke arah pohon besar yang ada di ujung jalan. Di sana, di bawah bayang-bayang pepohonan, dia melihat sosok yang sudah dikenalnya. Johannes.
Pria itu berdiri dengan postur tegak, mengenakan pakaian malam yang sederhana. Matanya yang biru menatap Maya dengan intens, seakan menunggu kedatangannya. Sesuatu di dalam dirinya berkata bahwa ini adalah saat yang penting, saat ketika segala keputusan akan diambil.
"Maya," kata Johannes dengan suara lembut namun penuh makna. "Aku tahu kita berada di dunia yang berbeda. Tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaan ini. Perasaan yang tumbuh begitu alami, meskipun aku tahu kita tidak bisa bersama."
Maya terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Kata-kata itu menggema di telinganya, membuat hatinya berdebar lebih cepat. Ia tahu apa yang Johannes rasakan, dan ia juga merasakannya. Namun, itu adalah perasaan yang tidak bisa mereka ungkapkan begitu saja.
"Aku tahu, Johannes. Aku tahu ini tidak bisa berlanjut. Tapi aku juga tahu, aku tidak bisa mengabaikan perasaan ini," jawab Maya dengan suara yang hampir berbisik, seakan takut ada orang yang mendengar.
Johannes mendekat, menggapai tangan Maya dengan lembut. Tidak ada kata-kata yang lebih dalam dari sentuhan itu. Meskipun mereka tahu, perasaan ini tak akan pernah diterima, mereka tidak bisa menahan diri. Mereka berdiri di sana, dalam hening yang penuh dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan.
Namun, di dalam hati mereka, ada pengetahuan yang sama: cinta ini adalah sebuah larangan. Sebuah cinta yang tidak akan pernah bisa diwujudkan.