Chereads / SANG PELINDUNG DAN GADIS KECILNYA / Chapter 4 - Harus Patuh

Chapter 4 - Harus Patuh

Flashback

Nyonya Besar memandang putranya, Ethan, yang berjalan terseok memasuki ruangan utama. Hatinya langsung tergerak melihat kondisi anak semata wayangnya, pewaris tunggal seluruh harta dan tanggung jawab keluarga. Ethan adalah kebanggaannya, anak yang dididik dengan penuh perhatian untuk menjadi pemimpin keluarga sekaligus penerus bisnis ayahnya.

"Mengapa kau bisa terluka, sayang?" tanya Nyonya Besar dengan nada panik, bergegas mendekatinya.

"Aku hanya tersandung, Bu," jawab Ethan singkat.

Namun, jawaban itu tidak cukup untuk menenangkan ibunya. "Panggilkan dokter! Segera panggil dokter!" perintah Nyonya Besar dengan suara tegas yang bergema di seluruh ruangan. Pelayan segera melaksanakan perintah tersebut.

Tak lama, dokter keluarga tiba dan dengan sigap memeriksa luka di kaki Ethan. Setelah memeriksa dengan cermat, dokter mengangguk kecil. "Sepertinya Tuan Muda terjatuh, tetapi untung saja lukanya sudah diobati dengan benar. Daun yang digunakan ini sangat bagus untuk menyembuhkan luka dan sekaligus berfungsi sebagai antiseptik alami. Pengetahuan tentang tanaman seperti ini sangat luar biasa. Tuan memang berilmu, bahkan sampai hal-hal seperti ini pun tahu," kata dokter sambil tersenyum.

Namun Ethan, dengan sikapnya yang dingin dan cenderung acuh, menjawab, "Bukan aku yang mengobatinya. Seorang gadis kecil yang melakukannya."

Nyonya Besar terkejut mendengar itu, tetapi ia tetap diam, hanya mengamati ekspresi putranya. Ethan, yang dididik untuk menjadi pemimpin keluarga, memiliki cara bicara yang tegas dan lugas. Ia terbiasa memperlakukan orang lain sesuai dengan posisinya, tanpa banyak menunjukkan emosi.

Setelah lukanya selesai diobati, Ethan memandang ibunya dengan serius. Ia tampak seperti sedang memikirkan sesuatu yang penting. "Ibu," katanya, memulai percakapan dengan nada formal, "bukankah ibu pernah berjanji untuk memberikan apapun yang kuminta jika aku mendapatkan peringkat pertama di sekolah?"

Nyonya Besar mengangguk pelan, mengingat janji tersebut. Ethan saat ini adalah salah satu siswa terbaik di sekolah menengah atas paling bergengsi di negara mereka. Sekolah itu bukan hanya tempat para bangsawan belajar, tetapi juga menjadi tempat para calon ahli dan keturunan kerajaan menempa diri.

"Iya, sayang. Apa yang kau inginkan?" tanya Nyonya Besar dengan nada lembut, meski ia merasa penasaran dengan permintaan anaknya.

Ethan menatap ibunya dengan tatapan tajam. "Aku ingin gadis yang mengobati lukaku. Jadikan dia pembantuku."

Nyonya Besar tertegun sejenak. Permintaan Ethan bukan hal yang ia duga. Awalnya, ia berpikir Ethan mungkin akan meminta barang berharga atau perjalanan ke luar negeri. Namun, Ethan menginginkan gadis kecil itu—bukan untuk alasan yang biasa.

Ethan melanjutkan dengan tenang, meski ada sesuatu yang tersembunyi di balik ucapannya. "Awalnya, aku ingin meminta ibu untuk tidak menjodohkanku sampai aku menjadi seorang perwira tinggi. Namun, setelah bertemu gadis itu, aku memutuskan bahwa aku ingin memilikinya. Dia sudah menyelamatkanku, dan aku yakin dia akan menjadi seseorang yang berguna untukku."

Nyonya Besar menatap putranya, mencoba membaca niat sebenarnya di balik kata-katanya. Ethan adalah anak yang jarang meminta sesuatu, dan ketika ia meminta, itu selalu didasarkan pada pertimbangan matang. Permintaannya kali ini terasa tidak biasa, tetapi ia tahu bahwa menolak Ethan bukanlah pilihan.

"Baiklah," kata Nyonya Besar akhirnya, dengan nada yang menunjukkan persetujuan. "Jika itu yang kau inginkan, aku akan mengurusnya. Gadis itu akan menjadi pembantumu."

Ethan mengangguk tanpa ekspresi, seolah keputusan itu sudah sesuai dengan rencananya. Dalam hatinya, ia merasa puas. Gadis kecil yang ia temui di hutan itu bukan hanya seseorang yang kebetulan membantunya; ia adalah sosok yang menarik perhatian Ethan dengan cara yang tidak bisa ia jelaskan.

Sementara itu, Nyonya Besar mulai memikirkan cara untuk memenuhi permintaan putranya. Ia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang anak perempuan yang tinggal di wilayahnya dan telah menarik perhatian Ethan. Ia memerintahkan kepala pelayan untuk menyelidiki siapa gadis itu dan apa hubungannya dengan para pelayan di tanah miliknya.

Tidak butuh waktu lama bagi kepala pelayan untuk kembali dengan jawaban. Gadis itu ternyata adalah anak angkat dari Marie dan Dakron, pasangan pelayan setia yang telah lama bekerja di bawah perintah Nyonya Besar. Kabar itu membuat Nyonya Besar merasa lega sekaligus semakin yakin bahwa mengambil gadis tersebut sebagai pembantu Ethan bukanlah hal yang sulit. Baginya, apa yang ada di tanah miliknya—termasuk orang-orang yang tinggal di dalamnya—adalah bagian dari kekuasaannya.

Malam itu, setelah mendapatkan informasi yang ia butuhkan, Nyonya Besar segera mengambil keputusan. Ia memanggil salah seorang pelayan kepercayaannya dan memberikan perintah dengan nada tegas. "Katakan pada Marie dan Dakron, bersama anak perempuan itu, untuk datang ke rumah utama. Aku ingin berbicara dengan mereka."

Flashback Off

Setelah pulang sekolah, Vaira segera mandi dan bersiap-siap untuk pekerjaan barunya: menemani Tuan Muda Ethan. Dengan hati yang sedikit berdebar, ia mengenakan pakaian terbaiknya yang telah dipilih Marie. Sebelum berangkat, Dakron memanggilnya dan berbicara dengan lembut namun serius.

"Vaira, bersikaplah hormat pada tuanmu, tapi jangan sampai kau melukai dirimu sendiri. Jika ada yang tidak nyaman, katakan pada kami."

"Iya, Ayah," jawab Vaira, mencoba meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Sesampainya di rumah besar, Vaira diantar oleh salah satu pelayan menuju ruang perpustakaan tempat Ethan berada. Ia mengetuk pintu dengan sopan sebelum masuk. Di dalam ruangan yang penuh dengan buku-buku berjajar rapi di rak-rak tinggi, Ethan duduk di kursi besar dengan sebuah buku tebal di tangannya.

Melihat Ethan, Vaira langsung mengenali sosok itu. Dia adalah pria yang pernah ditolongnya di hutan beberapa hari yang lalu. Sekarang, Vaira menyadari bahwa pria itu bukan sembarang orang, melainkan Tuan Muda Ethan, pewaris keluarga bangsawan ini. Kesadaran itu membuatnya gugup, tetapi ia berusaha mengingat apa yang diajarkan oleh Marie tentang bersikap sopan dan hormat.

"Kau sudah sampai?" tanya Ethan, suaranya tenang namun penuh wibawa.

"Sudah, Tuan," jawab Vaira dengan nada pelan. "Apa yang harus aku lakukan?"

Ethan menutup bukunya sejenak dan menatap Vaira. "Duduk di depan aku."

Vaira menurut. Ia mengambil tempat di kursi di seberang Ethan. Ia duduk tegak, tangannya terlipat di pangkuannya, mencoba menjaga postur sebaik mungkin. Ethan kembali membaca bukunya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sementara Vaira hanya diam, menunggu perintah selanjutnya.

Dua jam berlalu, dan selama itu Vaira hanya duduk diam, memandang sekeliling ruangan sesekali. Rak-rak buku yang tinggi, langit-langit ruangan yang berornamen indah, dan aroma buku tua yang memenuhi udara membuatnya kagum, tetapi ia tetap tidak berani bergerak terlalu banyak.

Ethan, di sisi lain, tampaknya tidak terlalu peduli dengan keberadaan Vaira. Ia fokus membaca bukunya, sesekali membalik halaman dengan tenang. Namun, ia sesekali melirik Vaira, memperhatikan bagaimana gadis itu tetap diam dan patuh, seperti yang ia harapkan.

Vaira ingat apa yang diajarkan oleh Marie. Sebagai seorang pelayan, ia harus tahu batasan dan tidak membuat tuannya merasa terganggu. Meskipun ia mulai merasa sedikit lelah duduk dalam posisi yang sama selama dua jam, ia tidak menunjukkan rasa tidak nyamannya.

Ethan akhirnya menutup bukunya dan menatap Vaira dengan tatapan datar. "Kau cukup disiplin," katanya singkat.

Vaira mengangguk kecil, merasa sedikit lega karena Ethan tampaknya tidak marah atau tidak puas dengannya. Meski ia tidak mengerti mengapa ia hanya diminta untuk duduk selama dua jam, ia bertekad untuk tetap melakukan tugasnya dengan baik. Baginya, menjadi pelayan Ethan adalah sebuah tanggung jawab besar yang harus ia jalani dengan sungguh-sungguh. Ia harus bersungguh sungguh agar tidak ada masalah yang menggangu kedua orang tua angkatnya.