Chereads / SANG PELINDUNG DAN GADIS KECILNYA / Chapter 7 - Bekerja Kembali dengan Ethan

Chapter 7 - Bekerja Kembali dengan Ethan

Ruang kerja Ethan di rumah utama tampak megah dengan rak-rak buku tinggi yang memenuhi dinding, karpet Persia lembut yang membungkus lantai, dan aroma kopi yang menguar dari cangkir porselen di meja. Vaira duduk di salah satu kursi dengan ragu, jari-jarinya memainkan ujung gaunnya. Ia merasa kecil di ruangan besar ini, terutama dengan Ethan yang duduk tegap di seberang meja, tatapannya tajam dan penuh kuasa.

"Minumlah teh itu," perintah Ethan, suaranya dalam dan penuh wibawa.

Dengan sedikit canggung, Vaira meraih cangkirnya dan menyesap teh hangat yang terasa menenangkan, meski suasana di sekitarnya membuatnya gelisah. Ia tahu, percakapan ini bukanlah sekadar basa-basi.

Ethan menatapnya dengan sorot mata yang sulit ditebak. "Bukankah gaji ayah dan ibumu tidak akan cukup untuk membayar uang kuliahmu?" tanyanya datar, namun nada bicaranya seperti sebuah tuduhan yang tak terbantahkan.

Vaira merasakan tenggorokannya mengering, tetapi ia menjawab dengan tenang, "Ayah dan ibu saya akan berusaha, Tuan."

"Jadi kau ingin merepotkan mereka, ya?" Ethan melanjutkan dengan nada dingin yang membuat Vaira merasa semakin terpojok. "Bukankah kau seharusnya tahu tempatmu yang sebenarnya?" lanjutnya, mengingatkan Vaira bahwa ia hanyalah seorang anak angkat dalam keluarga sederhana.

Kata-kata Ethan menusuk seperti belati, tetapi Vaira menundukkan kepala, menerima kenyataan itu tanpa perlawanan. Ia tahu posisinya, tetapi hatinya tetap merasa hangat ketika ia mengingat bagaimana Dakron dan Marie mencintainya seperti anak kandung mereka. "Benar, Tuan. Tapi mereka tetap ayah dan ibu saya," jawab Vaira dengan nada rendah, berusaha mempertahankan harga dirinya.

Ethan menyandarkan tubuhnya ke kursi, bibirnya melengkung tipis dalam senyum sinis. "Aku bisa membantumu," katanya. "Jika kau tidak ingin merepotkan mereka, lakukan kembali pekerjaanmu di masa lalu. Sepulang dari akademi, datang ke sini."

Kata-kata itu membuat Vaira terdiam. Ia teringat pada hari-harinya dulu, ketika menemani Ethan membaca, berjalan di hutan, dan duduk diam di hadapannya selama berjam-jam. Pekerjaan itu aneh, tapi tak pernah memberatkan. Tawaran ini, meskipun datang dengan nada otoritatif, adalah sesuatu yang sulit ditolak, terutama dengan janji bantuan di baliknya.

"Baik, Tuan. Terima kasih atas tawaran Anda," jawab Vaira akhirnya, mengangguk hormat.

Ethan mengangguk ringan. "Kau boleh membawa tugas dari akademi. Kerjakan di depanku."

Percakapan itu berakhir, tetapi benak Vaira dipenuhi pertanyaan. Mengapa Ethan ingin membantunya? Apakah ini semata karena kewajiban seorang bangsawan terhadap bawahannya, atau ada alasan lain yang tak diungkapkan? Namun, di balik kebingungannya, ia tahu ini adalah kesempatan emas. Ia harus memanfaatkan setiap peluang untuk mewujudkan mimpinya menjadi dokter, bahkan jika itu berarti kembali ke rutinitas aneh menemani Ethan.

Vaira meninggalkan ruang kerja dengan perasaan campur aduk. Ethan memandang ke arah pintu yang baru saja ditutup oleh Vaira. 

Langit sudah menggelap saat Vaira tiba di rumah kecilnya yang hangat dan sederhana. Bau masakan Marie masih samar-samar tercium dari dapur, meskipun meja makan telah kosong. Dakron dan Marie menyambutnya dengan senyum meski ada gurat lelah di wajah mereka.

"Sayang, tadi kamu dipanggil oleh Tuan Ethan ya?" Dakron bertanya sambil membantu Vaira meletakkan tasnya. "Tuan berkata apa?"

Vaira duduk di kursi kayu yang sedikit berderit, menyesap segelas air sebelum menjawab. "Dia ingin membantuku membayar biaya kuliah, Ayah. Tapi aku harus bekerja seperti dulu, menemani Tuan Ethan."

Marie yang sedang merapikan kain di dekatnya menghentikan sejenak pekerjaannya, menatap putrinya dengan perhatian. "Tadi Ayah dan Ibu kemana? Aku tidak melihat Ayah atau Ibu di rumah saat aku pulang," lanjut Vaira.

"Tadi, tiba-tiba Ayah dan Ibu dipanggil oleh Tuan Ethan untuk merapikan ruangan di rumah besar," jawab Marie, suaranya tenang meski ada sedikit kekhawatiran yang tersirat. "Lalu kamu menjawab apa pada tawaran Tuan?"

Vaira tersenyum tipis. "Aku jawab aku bersedia, Bu. Ini peluang bagus untuk kita. Kita bisa mendapatkan uang lebih."

Dakron menghela napas panjang, duduk di kursi di hadapan Vaira. Matanya menunjukkan keprihatinan yang mendalam. "Kami bisa membuatmu bersekolah di akademi tanpa bantuan dari Tuan, Vaira. Kau tidak percaya pada kami, ya?"

"Bukan begitu, Ayah," Vaira menjawab lembut, menggenggam tangan ayahnya. "Aku percaya. Tapi ini kesempatan yang mudah, Ayah. Aku juga ingin membantu Ayah dan Ibu. Ayah selalu bilang agar kita memanfaatkan setiap peluang."

Marie tersenyum kecil, meski tampak ada sedikit keraguan di baliknya. Ia tahu anak perempuannya adalah sosok yang cerdas dan berani, tetapi ia tak bisa mengabaikan kekhawatiran tentang apa yang mungkin terjadi jika Vaira terlalu dekat dengan keluarga bangsawan itu.

Sementara itu, Dakron tetap terlihat murung. "Ayah hanya ingin kau bahagia, tanpa merasa terbebani. Kami tak ingin kau merasa berhutang pada siapa pun."

Lima belas menit berlalu dalam perdebatan yang lembut namun penuh kasih. Vaira terus membujuk ayahnya dengan senyumnya yang tulus dan keyakinan di matanya. Ia berbicara tentang betapa ia menghargai setiap usaha orang tuanya, tetapi juga tentang mimpinya untuk menjadi dokter, sebuah impian yang ia ingin raih tanpa terlalu membebani mereka.

Akhirnya, Dakron menyerah pada tekad putrinya. Ia mengangguk pelan. "Baiklah, kalau itu yang kau inginkan. Tapi ingat, jangan terlalu memaksakan dirimu."

Marie menambahkan dengan suara lembut, "Dan selalu ingat, kami ada di sini untukmu."

Keluarga kecil itu sepakat malam itu. Vaira akan kembali bekerja di rumah besar, bukan karena ia tidak percaya pada keluarganya, tetapi karena ia ingin berdiri bersama mereka, bukan di atas pundak mereka. 

Sambil menikmati teh hangat di malam yang tenang, Vaira berbicara pada ibunya dengan rasa penasaran yang tak bisa ia tahan. "Ngomong-ngomong, Bu, apakah Tuan Ethan sudah menyelesaikan kuliahnya?"

Marie, yang sedang merapikan kain di pangkuannya, mengangguk sambil tersenyum tipis. "Benar, Sayang. Dia sekarang sudah menjadi Tuan Besar, menggantikan ayahnya yang telah lama meninggal. Setelah menyelesaikan kuliahnya, dia sempat bekerja selama satu tahun di militer."

Vaira mendongak, terkejut sekaligus kagum. "Militer? Jadi Tuan pernah menjadi tentara?"

Marie mengangguk lagi. "Iya, dia menjalani pelatihan keras dan bahkan sempat ditempatkan di perbatasan. Semuanya dilakukan agar keluarganya tetap mendapatkan nama baik yang tinggi dan harum bagi kekaisaran. Tapi sekarang dia telah berhenti dari militer untuk fokus mengurus lahan dan bisnis keluarganya. Nyonya Besar juga telah menyerahkan seluruh tanggung jawab kepala keluarga padanya."

Vaira terdiam sejenak, membayangkan sosok Ethan yang dulu sering ia temani membaca kini telah tumbuh menjadi pemimpin keluarga besar. "Berarti Tuan tidak akan meninggalkan rumah lagi, ya, Bu?"

Marie mengangguk pelan. "Menurut kabar di kalangan pelayan, begitu. Dia akan tinggal di sini, mengelola semua urusan keluarga."