Chereads / St. Velton Academy / Chapter 1 - BAB 1: Api di Hari Pertama

St. Velton Academy

Muammar_Muammar_5948
  • 7
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 21
    Views
Synopsis

Chapter 1 - BAB 1: Api di Hari Pertama

Hari itu, langit mendung seolah mengisyaratkan sesuatu yang akan terjadi. Darius Kane , seorang remaja berusia 17 tahun, berdiri di depan gerbang besar yang menjulang tinggi. Di atas gerbang itu terukir nama St. Velton Academy dengan gaya gotik yang megah, tapi menyeramkan. Sekolah itu terkenal di seluruh negeri, bukan hanya karena kualitas akademiknya, tapi juga karena reputasi mistisnya.

"Yah, ini dia," gumam Darius sambil menghela napas. Ia menyesuaikan jaket hitamnya yang lusuh, satu-satunya benda yang ia bawa dari rumah lamanya. Langkah pertamanya terasa berat, tidak hanya karena lingkungan yang asing, tapi juga karena beban masa lalu yang ia tinggalkan.

St. Velton Academy adalah tempat di mana hanya siswa-siswa terbaik—atau paling bermasalah—dapat diterima. Untuk Darius, ia termasuk kategori terakhir. Setelah serangkaian insiden yang membuatnya dikeluarkan dari sekolah sebelumnya, ini adalah kesempatan terakhirnya.

"Darius Kane?" sebuah suara berat menghentikan langkahnya.

Ia menoleh dan melihat seorang pria tinggi dengan jas hitam berdiri di sampingnya. Wajahnya tidak memiliki ekspresi, hanya matanya yang tajam seperti menembus jiwa.

"Nama saya Mr. Graves, wakil kepala sekolah. Ikuti saya," katanya singkat.

Tanpa banyak bicara, Darius mengikutinya melewati lorong panjang yang penuh dengan jendela kaca patri yang menggambarkan kisah-kisah aneh. Salah satunya menarik perhatian Darius: seorang pria dengan pedang besar berdiri di tengah lingkaran api, menghadap tujuh makhluk yang berbeda bentuknya.

"Apa itu?" tanyanya sambil menunjuk ke arah kaca patri.

Mr. Graves tidak menjawab. Ia hanya menoleh sekilas, lalu melanjutkan langkahnya.

Darius mengernyit, tapi ia tidak menanyakan lagi. Ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, seolah sekolah ini menyimpan rahasia yang jauh lebih gelap dari yang ia bayangkan.

---

Aula yang Aneh

Ketika mereka sampai di aula utama, suara gemuruh dari siswa-siswa yang berbicara memenuhi ruangan besar itu. Aula tersebut dilapisi marmer hitam, dengan lampu gantung kristal yang bersinar redup. Namun, yang paling mencolok adalah suasana di dalamnya.

Siswa-siswa tampak terlalu sempurna. Senyum mereka seperti terpahat di wajah, tapi tidak ada kehangatan. Pandangan mereka kosong, dan setiap gerakan mereka seperti boneka yang ditarik tali.

"Semua murid baru harap berdiri di barisan depan," suara mikrofon dari panggung terdengar.

Darius bergabung dengan barisan. Ia memperhatikan beberapa siswa lain yang tampak sama bingungnya seperti dirinya. Namun, sebelum ia bisa berbicara dengan siapa pun, seorang pria tinggi dengan jas putih naik ke panggung.

"Selamat datang di St. Velton Academy," katanya dengan suara yang dalam dan penuh wibawa. "Saya adalah kepala sekolah kalian, Dr. Alaric Marrow ."

Tepuk tangan membahana, tapi Darius merasa ada yang aneh. Mata kepala sekolah itu seperti ular, tajam dan penuh tipu daya.

"Di sini, kalian tidak hanya akan belajar tentang akademik, tapi juga tentang diri kalian sendiri," lanjut Dr. Marrow. "Namun, perjalanan itu tidak akan mudah. Hanya mereka yang kuat yang akan bertahan."

Kata-katanya membuat ruangan menjadi hening. Suasana semakin tegang ketika Dr. Marrow mengangkat tangannya, menunjuk langsung ke arah Darius.

"Darius Kane, murid pindahan dari distrik selatan, harap maju ke depan," katanya.

Darius terdiam sejenak. Semua mata tertuju padanya. Ia merasakan tatapan mereka seperti pisau tajam yang menusuk kulitnya. Dengan langkah berat, ia maju ke depan.

Namun, sebelum ia bisa sampai ke panggung, suara gemuruh terdengar dari langit-langit.

---

Kedatangan Api

Langit-langit aula tiba-tiba runtuh, dan kobaran api muncul dari segala penjuru. Jeritan siswa-siswa menggema di seluruh ruangan. Namun, yang paling mengejutkan adalah makhluk-makhluk yang muncul dari balik api.

Makhluk pertama memiliki tubuh seperti serigala, tapi dengan kulit hitam pekat dan mata merah yang bersinar. Yang lain berbentuk seperti manusia, tapi dengan cakar tajam dan sayap besar yang terbuat dari bayangan.

"Dosa-dosa manusia… akhirnya kami bebas," suara menggelegar terdengar dari salah satu makhluk.

Darius terpaku di tempatnya, tubuhnya gemetar. Ia tidak pernah melihat sesuatu yang seperti ini sebelumnya. Sementara siswa-siswa lain berlari ketakutan, makhluk-makhluk itu mulai menyerang tanpa ampun.

Tangan Darius secara refleks meraih liontin kecil di saku jaketnya. Itu adalah satu-satunya benda peninggalan ibunya yang sudah meninggal. Ketika ia menggenggamnya, liontin itu mulai bersinar terang.

"Apa… ini?" gumamnya.

Cahaya dari liontin itu semakin terang, hingga akhirnya berubah menjadi pedang besar yang muncul di tangannya. Pedang itu tampak kuno, dengan ukiran aneh di sepanjang bilahnya.

Makhluk pertama menerjang ke arahnya, tapi tubuh Darius bergerak dengan sendirinya. Dengan satu ayunan, ia memotong tubuh makhluk itu menjadi dua.

Namun, darah makhluk itu tidak seperti darah biasa. Ketika darah itu menyentuh tanah, bisikan gelap mulai terdengar di kepala Darius.

"Kau kuat… tapi kau bisa lebih kuat jika menerima kami…"

Suara itu membuat Darius berlutut, memegang kepalanya yang terasa seperti akan pecah.

Sebelum ia tenggelam dalam kegelapan, sebuah tangan menariknya keluar.

---

Pertemuan dengan Lila

Darius membuka matanya dan melihat seorang gadis dengan rambut perak berdiri di depannya. Matanya tajam, tapi ada ketenangan di wajahnya.

"Bangun! Kau tidak bisa kalah sekarang!" katanya.

"Apa… siapa kau?" tanya Darius.

"Namaku Lila . Aku akan menjelaskan nanti. Sekarang, kita harus keluar dari sini," katanya sambil menarik tangan Darius.

Mereka berlari melewati aula yang hancur, dengan makhluk-makhluk mengerikan mengejar mereka. Lila tampaknya tahu jalan di dalam sekolah itu, dan akhirnya mereka sampai di sebuah ruang kecil yang tampak seperti gudang.

"Kau punya pedang itu, artinya kau adalah salah satu dari kami," kata Lila.

"Salah satu dari kalian? Apa maksudmu?"

Lila menatapnya serius. "St. Velton bukan sekolah biasa. Tempat ini adalah penjara bagi dosa-dosa besar manusia. Dan sekarang, penjara itu telah rusak."

Darius merasa pusing mendengar penjelasan itu. Ia tidak pernah meminta untuk menjadi bagian dari ini. Tapi ketika ia melihat pedang di tangannya, ia tahu tidak ada jalan kembali.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanyanya akhirnya.

Lila tersenyum tipis. "Kita bertarung. Dan kita bertahan hidup."

---