Chereads / St. Velton Academy / Chapter 4 - BAB 4: Kesombongan di Balik Wajah Sempurna

Chapter 4 - BAB 4: Kesombongan di Balik Wajah Sempurna

Lorong-lorong gelap St. Velton tampak lebih menakutkan setelah pertempuran melawan Gluttony. Udara terasa berat, seperti ada sesuatu yang terus memantau mereka. Darius berjalan perlahan di belakang Lila, tangannya tetap menggenggam pedang yang kini terasa lebih dingin dan gelap.

"Kita harus menemukan portal utama sebelum semuanya terlambat," kata Lila, memecah keheningan.

"Lalu apa? Aku terus melawan makhluk-makhluk itu sampai aku kehilangan diriku sendiri?" balas Darius, suaranya dingin.

Lila menoleh padanya, ekspresinya serius. "Kalau kau menyerah sekarang, semua yang telah kita lakukan akan sia-sia. Mereka akan menghancurkan sekolah ini, lalu dunia luar."

Darius diam, tapi pikirannya berputar. Selama ini ia merasa seperti bidak dalam permainan yang tidak ia pahami. Ia ingin melawan, tapi apa yang sebenarnya ia lawan?

 

Kebenaran di Ruang Kepala Sekolah

Tujuan mereka berikutnya adalah ruang kepala sekolah, tempat yang selama ini tertutup rapat oleh kekuatan yang tidak diketahui. Lila yakin bahwa Pride (Kesombongan) adalah dosa berikutnya yang harus mereka hadapi, dan makhluk itu bersembunyi di tempat itu.

"Kenapa Pride ada di sana?" tanya Darius saat mereka menyusuri tangga menuju lantai atas.

"Karena Pride adalah pemimpin dari semua dosa besar. Dia tidak hanya memanfaatkan kekuatannya sendiri, tetapi juga mengendalikan yang lain," jawab Lila.

Saat mereka sampai di depan pintu besar ruang kepala sekolah, simbol yang sama seperti di ruang arsip tampak terpahat di kayunya. Namun kali ini, simbol itu bercahaya merah terang.

"Ini terasa... salah," gumam Darius.

Lila mengangguk. "Pride tahu kita datang. Bersiaplah."

Dengan hati-hati, Darius mengangkat pedangnya dan menyentuh simbol itu. Cahaya merah semakin terang, sebelum pintu itu terbuka perlahan, mengungkapkan ruangan yang tidak seperti apa yang mereka harapkan.

 

Penampakan Pride

Ruang kepala sekolah itu lebih mirip aula besar dengan langit-langit tinggi dan dinding yang dipenuhi cermin. Di tengah ruangan, duduk seorang pria tampan dengan rambut keemasan dan pakaian formal. Ia tersenyum lebar, tetapi ada sesuatu yang mengintimidasi dalam tatapannya.

"Ah, Darius Kane," katanya, suaranya lembut tapi penuh otoritas. "Pahlawan kita yang berani. Dan tentu saja, Lila. Selalu ada di tempat yang salah, bukan?"

Darius mengarahkan pedangnya, tapi pria itu hanya tertawa.

"Kau datang ke sini untuk melawan, aku tahu. Tapi katakan padaku, apa yang membuatmu berpikir kau pantas menjadi pahlawan?"

"Cukup bicara!" seru Darius, melangkah maju.

Namun, sebelum ia bisa menyerang, cermin-cermin di sekitar mereka mulai bersinar. Darius melihat pantulan dirinya di sana—tapi bukan dirinya yang biasa. Pantulan itu menunjukkan dia yang penuh kemarahan, ketakutan, dan keraguan.

"Lihatlah dirimu," kata pria itu, berdiri dari kursinya. "Kau tidak lebih baik dari kami. Setiap dosa yang kau lawan, kau serap ke dalam dirimu. Apa bedanya kau dengan kami?"

Darius merasakan tubuhnya gemetar. Kata-kata itu menusuk jauh ke dalam pikirannya.

 

Pertarungan Melawan Pride

Pertarungan dimulai dengan ledakan besar. Cermin-cermin di ruangan itu memancarkan cahaya yang menyilaukan, menciptakan ilusi yang membuat Darius sulit membedakan mana kenyataan dan mana pantulan.

"Darius, fokus!" teriak Lila, mencoba menahan serangan yang datang dari segala arah dengan lentera birunya.

Darius mengayunkan pedangnya ke salah satu cermin, tetapi serangan itu hanya memantulkan kembali, hampir melukai dirinya sendiri.

"Kau tidak bisa melawan kesombongan dengan kekerasan," kata Pride, muncul di salah satu pantulan. "Aku adalah bayangan dari semua ambisi, semua rasa puas diri yang kau miliki. Kau tidak akan pernah menang."

Darius mencoba mengabaikan suara itu, tetapi semakin ia menyerang, semakin ia merasa kehilangan kendali.

 

Pengorbanan dan Kebangkitan

Saat pertarungan semakin intens, Lila akhirnya berhasil menemukan kelemahan Pride. "Darius! Hancurkan cermin utama di belakangnya! Itu sumber kekuatannya!"

Darius ragu. Setiap kali ia mengayunkan pedangnya, ia merasa seperti ada sesuatu yang menahannya. Tapi akhirnya, dengan teriakan penuh tekad, ia melompat dan menghancurkan cermin utama itu.

Ruangan itu bergetar, dan Pride mengeluarkan jeritan marah. Namun, sebelum ia lenyap, ia meninggalkan peringatan.

"Kau mungkin menang kali ini, Darius Kane. Tapi kau tidak bisa melarikan diri dari dirimu sendiri. Lihat saja nanti."

Saat Pride menghilang, Darius merasakan sesuatu yang berbeda. Tidak seperti sebelumnya, kali ini ia tidak hanya merasa kehilangan sebagian dari dirinya, tetapi juga mulai mempertanyakan apakah ia benar-benar bisa melanjutkan perjalanan ini.

 

Epilog Bab 4

Setelah pertarungan selesai, Lila mencoba berbicara dengan Darius, tetapi ia hanya diam. Tatapannya kosong, dan pedangnya kini tampak lebih gelap daripada sebelumnya.

"Kita sudah melewati satu langkah lagi," kata Lila pelan.

"Tapi berapa lama aku bisa bertahan?" jawab Darius dengan suara rendah.

Bab ini berakhir dengan rasa ketidakpastian yang mendalam, membuka jalan untuk konflik yang lebih besar di bab berikutnya.