Scene: Akademi Imperial - Ruang Belajar Bersama
Selena, Valen, dan Aurelius duduk di meja panjang ruang belajar. Mereka tampak berbincang santai setelah menyelesaikan latihan hari itu. Demiurgos yang duduk di sudut ruangan memperhatikan mereka dari jauh, berharap tidak ada yang menyadarinya.
Selena:
"Kalian sadar nggak? Demiurgos semakin jarang ngobrol sama kita. Padahal dulu dia cukup terbuka."
Valen:
"Aku juga merasa begitu. Dia sering menghilang di malam hari, kan? Menurutku ada yang aneh."
Aurelius (mengangkat alis):
"Mungkin dia cuma butuh waktu sendiri. Tapi… aku dengar ada desas-desus tentang seseorang yang disebut 'Malaikat Bayangan' yang membantu rakyat jelata di sekitar kota. Kalian pikir itu ada hubungannya dengan Demiurgos?"
Selena (menyipitkan mata):
"Itu masuk akal. Tapi… bagaimana kalau justru dia melakukan sesuatu yang mencurigakan? Maksudku, kenapa dia menyembunyikan aktivitasnya dari kita?"
Valen (menatap Demiurgos dari jauh):
"Aku setuju. Kita harus cari tahu. Demiurgos tidak bisa terus-terusan menghindar. Jika dia terlibat sesuatu yang berbahaya, kita harus tahu."
Mereka bertiga sepakat untuk mengawasi Demiurgos. Malam itu, mereka mengikuti langkah Demiurgos saat dia meninggalkan asrama.
---
Scene: Gang Sempit di Kota
Demiurgos bergerak cepat di antara bayangan, mengenakan jubah gelap untuk menyamarkan dirinya. Dia menuju tempat pertemuan dengan seorang informan di pinggiran kota.
Tanpa sepengetahuannya, Selena, Valen, dan Aurelius mengikutinya dari kejauhan.
Aurelius (berbisik):
"Kalian lihat? Dia bergerak seperti profesional. Tidak mungkin ini hanya kebetulan."
Selena (menatap serius):
"Kita harus lebih dekat, tapi jangan sampai ketahuan."
Saat mereka mendekat, Demiurgos berhenti di depan seorang pria tua dengan pakaian lusuh. Dia memberikan sesuatu pada pria itu—mungkin makanan atau uang.
Valen (terkejut):
"Apa-apaan ini? Dia membantu orang?"
Selena (bingung):
"Tapi kenapa harus sembunyi-sembunyi?"
Demiurgos mendengar langkah kaki dari jauh. Tanpa menoleh, dia berbicara dengan tenang kepada pria tua itu.
Demiurgos:
"Pergilah. Jangan kembali ke sini sampai aku mengatakan aman."
Pria itu mengangguk dan segera pergi. Demiurgos lalu berbalik, menatap arah di mana teman-temannya bersembunyi.
Demiurgos (berbicara dengan nada tajam):
"Kalian bisa keluar sekarang. Aku tahu kalian di sana."
Mereka bertiga terkejut tapi perlahan muncul dari balik bayangan.
Selena:
"Demiurgos, apa yang sebenarnya kamu lakukan?"
Valen:
"Kamu tahu ini terlihat sangat mencurigakan, kan? Apa yang kamu sembunyikan dari kami?"
Demiurgos (menatap tajam):
"Aku tidak berhutang penjelasan apa pun pada kalian. Jika kalian bijak, kalian tidak akan ikut campur dalam urusanku."
Aurelius (mencoba menenangkan):
"Kami hanya khawatir, Demiurgos. Jika kamu dalam bahaya, kami ingin membantu."
Demiurgos (menghela napas):
"Aku tidak dalam bahaya. Aku hanya… memiliki urusan yang tidak melibatkan kalian. Itu saja."
Namun, Demiurgos tahu mereka tidak akan puas dengan jawaban itu. Dia segera melangkah pergi, meninggalkan mereka di sana dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
---
Scene: Asrama - Pagi Hari
Selena, Valen, dan Aurelius berkumpul kembali, membahas apa yang mereka lihat.
Selena:
"Menurutku ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini. Demiurgos bukan hanya murid biasa."
Valen:
"Tapi bagaimana kita bisa tahu? Dia tidak akan memberitahu kita secara langsung."
Aurelius:
"Kita harus terus mengawasinya. Mungkin suatu saat dia akan memberikan petunjuk tanpa sadar."
Mereka sepakat untuk tetap memantau Demiurgos, sementara Demiurgos sendiri terus menjalankan misinya dengan penuh kehati-hatian, mengetahui bahwa kini dia sedang diawasi bahkan oleh teman-temannya sendiri.
Di sisi Selena, Valen, dan Aurelius
Di ruang diskusi kecil mereka, Aurelius dengan wajah serius berbicara. "Aku merasa Demiurgos hanya membodohi kita. Membantu pak tua itu hanyalah akting supaya kita tidak mencurigainya."
Selena langsung membantah. "Itu tidak mungkin! Demiurgos yang kukenal tidak akan melakukan sesuatu yang kejam hanya untuk menyembunyikan rahasianya!"
Keduanya terus berdebat hingga Valen, yang mulai kehilangan kesabaran, menggebrak meja. "Sudahlah! Kalian terlalu banyak bicara. Dengarkan aku!"
Mereka berdua langsung terdiam, menatap Valen.
"Aku punya artefak dari ayahku, bisa menyembunyikan aura kita. Kita bisa menggunakannya untuk mengikuti Demiurgos malam ini."
Namun, bukannya menyetujui, Selena dan Aurelius malah menatap Valen dengan kesal. Selena langsung memukul kepala Valen dengan buku sihirnya.
"Kenapa kau baru bilang sekarang, Valen?!"
Valen yang kebingungan menggaruk kepala sambil tersenyum kaku. "Aku... lupa?"
Aurelius menggelengkan kepala, sementara Selena terus memukul Valen hingga wajahnya bonyok. Setelah meminta maaf dengan tulus, mereka bertiga akhirnya bersiap menggunakan artefak tersebut dan menunggu malam tiba.
---
Di sisi Demiurgos
Sementara itu, Demiurgos telah menemukan lokasi Baron Malgorth von Rottenheim, seorang bangsawan korup dari keluarga Von Rottenheim. Dengan informasi dari anak buah Baron yang berhasil dia tangkap, Demiurgos menyusup ke pasar gelap bawah tanah, di mana lelang ilegal diadakan.
Saat menyelinap, Demiurgos menemukan lorong rahasia yang mengarah ke ruang bawah tanah. Di sana, dia melihat pemandangan mengerikan: penjara penuh dengan budak dari berbagai ras, termasuk:
1. Ras Flinter (ras mirip kelinci, terkenal karena kelincahannya).
2. Ras Grimwolf (ras mirip serigala, memiliki insting bertarung kuat).
3. Ras Sylvarion (mirip elf, sangat terhubung dengan alam).
Di antara budak itu, Demiurgos mengenali lima bangsawan dari berbagai ras:
1. Lyra Windhollow (Flinter): Bersemangat dan pemberani, sering memotivasi budak lain.
2. Ragnar Greystone (Grimwolf): Pelindung yang keras kepala, sering menantang penjaga.
3. Sylviana Duskwood (Sylvarion): Cerdas dan tenang, tetapi menyimpan luka emosional.
4. Fenrir Blackclaw (Grimwolf): Kaku tetapi loyal, sering menjaga Lyra.
5. Mira Moonwhisper (Flinter): Pemalu, tetapi memiliki tekad kuat untuk melarikan diri.
Melihat ketidakadilan ini, amarah Demiurgos memuncak. Dengan cepat, dia membunuh para penjaga tanpa ampun. Para budak ketakutan menyaksikan darah yang mengalir, tetapi Demiurgos dengan tenang berkata, "Aku bukan musuh kalian. Aku di sini untuk membantu."
Setelah berusaha menenangkan mereka, Demiurgos berhasil mendapatkan kepercayaan para bangsawan muda. Dia kemudian merencanakan serangan ke ruang lelang di atas.
---
Di ruang lelang
Selena, Valen, dan Aurelius menyelinap masuk ke ruang lelang, menyaksikan barang-barang ilegal seperti bubuk mesiu, artefak curian, dan lainnya dilelang.
Ketegangan meningkat ketika mereka melihat budak diperlihatkan sebagai barang berikutnya. Aurelius memperingatkan, "Kita tidak boleh bertindak gegabah. Ini tempat berbahaya."
Di sangkar budak itu, ada Princess Solaria Cinderheart von Flammendrache, putri dari Red Dragon Kingdom. Namun, identitasnya tidak dikenali oleh siapa pun di ruang lelang.
Ketika suasana semakin tegang, sebuah tubuh penjaga dilemparkan ke tengah ruangan. Demiurgos, mengenakan topeng, muncul dengan pedangnya yang berlumuran darah.
"Aku di sini untuk mengakhiri semua ini." Suaranya yang dingin membuat seluruh ruangan terdiam.
Dengan cepat, Demiurgos menyerang penjaga yang tersisa, menciptakan kepanikan di antara para bangsawan. Baron Malgorth mencoba kabur tetapi tertangkap oleh Demiurgos.
Tiba-tiba, Royale Knight dari Red Dragon Kingdom menyerbu tempat itu untuk menyelamatkan Princess Solaria.
---
Setelahnya
Princess Solaria mendekati Demiurgos dan bertanya, "Siapa kau?"
Demiurgos menjawab singkat, "Namaku Demiurgos."
Setelah memastikan tempat itu dihancurkan, Demiurgos pergi sebelum para ksatria bisa menahannya.
Selena, Valen, dan Aurelius yang menyaksikan kejadian itu mulai berpikir ulang tentang siapa Demiurgos sebenarnya.
Valen, dengan kagum, berkata, "Dia itu luar biasa... tapi juga sangat menakutkan."
Selena mengangguk. "Dia benar-benar berbeda dari yang kita kenal sebelumnya."
Aurelius bergumam, "Tapi kenapa Royale Knight ada di sini? Apa ini kebetulan, atau mereka tahu sesuatu yang kita tidak?"
Malam itu, mereka kembali ke asrama dengan banyak pertanyaan. Sementara itu, Demiurgos kembali ke tempat persembunyiannya, menyadari bahwa jalan yang dia tempuh semakin berat, tetapi dia bersumpah tidak akan berhenti.
Di tempat persembunyian
Setelah insiden pasar gelap, Demiurgos berhasil menyelamatkan para budak dan menghancurkan jaringan ilegal milik Baron Malgorth. Ia membawa pulang rampasan yang didapat dari tempat tersebut, termasuk sebuah artefak pedang legendaris: Excalibur.
Demiurgos mengangkat pedang itu, memperhatikannya dengan seksama. "Excalibur..." katanya pelan, lalu terkejut. Dari mana aku tahu nama ini? Bagaimana aku tahu bahwa ini adalah pedang legendaris?
Namun, pikirannya yang penuh tanya perlahan memudar. Ia menepis kebingungannya dengan sikap acuh. "Bodoh amat. Yang penting aku punya pedang legendaris sekarang." Dengan pedang itu di sisinya, ia meletakkan Excalibur di samping tempat tidurnya dan mulai tidur.
---
Mimpi yang mengungkap segalanya
Dalam tidurnya, Demiurgos mendapati dirinya berada di tempat aneh. Ruang itu seperti tidak terikat oleh waktu, penuh dengan jam raksasa yang bergerak maju, mundur, dan terkadang diam. Di tengahnya berdiri sosok yang tidak asing: Chrono, dewa waktu.
Chrono menatap Demiurgos dengan amarah. "Demiurgos... kau benar-benar membuatku kesal. Kau melupakan segalanya—jati dirimu, tugasmu, dan bahkan kekuatanmu! Apa kau tahu betapa pentingnya peranmu dalam dunia ini?!"
Demiurgos menatap Chrono dengan kebingungan. "Siapa kau? Apa maksudmu dengan jati diri? Aku tidak ingat apa-apa."
Chrono menghela napas berat, lalu melambaikan tangannya. Sebuah cahaya menyelimuti Demiurgos, dan tiba-tiba ingatan masa lalunya kembali mengalir. Potongan-potongan memori yang telah lama terkubur muncul ke permukaan—dari kehidupannya sebelum dunia ini, tugasnya sebagai pelindung keseimbangan waktu, hingga hubungannya dengan Chrono.
Demiurgos terkejut. "Aku... siapa aku sebenarnya? Apa yang terjadi padaku?"
Chrono menjelaskan dengan nada serius. "Kau telah mengalami Fenomena Existensi Distortion. Jati dirimu yang dulu hancur, tergantikan oleh versi dirimu yang baru. Aku hampir kehilanganmu sepenuhnya, tetapi masih ada sedikit harapan."
Demiurgos terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu.
Chrono melanjutkan. "Untungnya, aku berhasil mempertahankan sebagian esensimu di dalam artefak Eye of Insight, yang dulu kuberikan padamu. Sekarang, aku akan mengambilnya kembali untuk membantumu."
Chrono mengulurkan tangannya, dan mata misterius itu muncul dari tubuh Demiurgos. Dengan kekuatannya, Chrono mengubahnya menjadi sebuah gelang emas dengan ukiran naga dan mata yang bersinar di tengahnya. Gelang itu melayang ke arah Demiurgos.
"Ini adalah Gelang Waktu," kata Chrono. "Gelang ini akan melindungimu dari pengaruh distorsi eksistensi di masa depan. Pakailah."
Demiurgos mengenakan gelang itu, tetapi ia masih penuh dengan pertanyaan. "Kalau begitu, kenapa aku? Kenapa aku kehilangan diriku yang dulu? Apa tujuan semua ini?"
Chrono mulai tampak kesal. "Kau terlalu banyak bertanya! Fokus saja pada tugasmu! Waktumu sudah hampir habis di sini."
Demiurgos mencoba bertanya lagi, tetapi tiba-tiba dia merasa tubuhnya ditarik kembali ke dunia nyata.
---
Terbangun dari mimpi
Demiurgos terbangun dengan napas terengah-engah. Sebelum dia bisa merenungkan mimpinya lebih jauh, suara dari teman sekamarnya membuatnya kembali ke kenyataan.
"Heh, Demiurgos, bangun! Apa kau lupa kita ada kelas pagi ini?"
Demiurgos melihat ke arah gelang di pergelangan tangannya. Mimpi itu terasa sangat nyata, tetapi sekarang dia harus menghadapi hari barunya di akademi. Sambil berdiri, ia bergumam dalam hati, "Apa arti semua ini? Chrono, kau benar-benar menyisakan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban."
Namun, di balik semua kebingungannya, Demiurgos merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya—sebuah rasa tanggung jawab yang lebih besar, meskipun ia belum sepenuhnya mengerti kenapa.
Demiurgos yang Merenung
Pagi itu, setelah mimpi yang mengungkapkan sebagian ingatan masa lalunya, Demiurgos terjaga dengan perasaan yang campur aduk. "Apa aku pantas untuk semua ini?" pikirnya. Ia merenung, memandangi gelang yang diberikan oleh Chrono, dan merasakan sebuah perasaan aneh mengalir dalam dirinya.
Demiurgos sadar bahwa kehidupannya yang baru—teman-temannya, kesempatan yang diberikan kepadanya, dan bahkan keluarga yang kini ia miliki—bukanlah miliknya. "Ini bukan hidupku. Ini hidup orang lain. Pemilik tubuh ini yang seharusnya ada di sini. Aku hanya penggantinya," pikirnya, namun ia menahan perasaan itu rapat-rapat. Tidak ada yang perlu tahu.
Ia menoleh ke arah teman sekamarnya, yang sedang sibuk mempersiapkan diri untuk kelas. Mereka tidak menyadari perubahan dalam dirinya. Demiurgos, dengan segala pengetahuannya yang baru ditemukan, tetap menampilkan ekspresi netral di wajahnya. "Aku hanya perlu menjalani hari ini," pikirnya lagi.
---
Di dalam kelas Mana
Setelah beberapa waktu, mereka tiba di kelas mana. Hari ini, pelajaran berfokus pada dasar-dasar penggunaan mana dan cara kerjanya. Kelas dipimpin oleh seorang profesor berpengetahuan luas, Profesor Orin, seorang mage tingkat tinggi yang memiliki banyak pengalaman dalam memanipulasi mana.
Profesor Orin berdiri di depan kelas dengan wajah serius. "Hari ini kita akan membahas dasar dari mana. Mana adalah energi yang ada di seluruh alam semesta. Ia bisa dimanifestasikan dan dimanipulasi untuk berbagai tujuan, dari sihir elementalist hingga manipulasi waktu."
Dia mulai menjelaskan lebih lanjut, menguraikan beberapa cara dasar dalam memanipulasi mana. "Mana berasal dari udara, tanah, dan bahkan dalam tubuh kita. Namun, bagaimana kita bisa memanifestasikan dan mengendalikan mana tersebut, itu membutuhkan pemahaman tentang berbagai prinsip dasar. Salah satunya adalah prinsip mana affinity dan mana resonance."
Pada saat itulah Demiurgos mendongak, mendengarkan dengan seksama. Ia tahu lebih banyak tentang mana daripada yang disadari oleh teman-temannya. Meskipun ia belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi, ingatan tentang mana, cara kerjanya, dan bagaimana energi ini bisa dimanipulasi mengalir begitu saja ke dalam pikirannya.
Profesor Orin memandang kelas, lalu bertanya, "Siapa yang bisa menjelaskan bagaimana cara dasar mengendalikan mana dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih terstruktur?"
Demiurgos, yang merasa tidak ada alasan untuk diam, mengangkat tangan dengan tenang. Profesor Orin mengangguk, memberikan izin untuk berbicara. "Demiurgos, silakan."
Demiurgos berdiri dengan tenang, mengingat pelajaran dari masa lalu yang sepertinya masih mengendap dalam ingatannya. "Dasar dari mengendalikan mana adalah memahami Mana Flow—aliran mana dalam tubuh kita dan alam sekitar. Setelah itu, kita harus mengetahui bagaimana membangun Mana Circuits, sirkuit mana, untuk mengendalikan energi itu dengan lebih tepat." Ia melanjutkan, "Tentu saja, kita juga harus memperhatikan Mana Affinity, yaitu kesesuaian mana dengan tubuh kita dan kekuatan alami kita, yang mempengaruhi elemen apa yang paling mudah kita kendalikan."
Kelas terdiam sejenak. Tidak ada yang menyangka jawaban tersebut datang dari Demiurgos, yang selama ini lebih dikenal karena sikapnya yang misterius dan tidak banyak bicara.
Seorang siswa di barisan belakang, Garret, yang merupakan salah satu mage tingkat menengah, berbisik kepada temannya, "Demiurgos… dia tahu hal-hal yang hanya diketahui oleh mage tingkat menengah. Dari mana dia bisa tahu tentang Mana Circuits dan Affinity?"
Siswa lainnya, Lira, yang juga merupakan mage tingkat menengah, mengangguk. "Aku mendengar kabar bahwa dia memiliki koneksi dengan beberapa pihak terkemuka. Tapi, ini luar biasa. Mana Circuits adalah hal yang bahkan banyak mage senior belum bisa kuasai sepenuhnya."
Profesor Orin, yang mendengar bisik-bisik itu, menatap Demiurgos dengan tatapan penuh pertanyaan. "Jawaban yang sangat mendalam, Demiurgos. Sepertinya kamu telah mempelajari lebih dari yang seharusnya. Bisa jadi, kamu memiliki pemahaman mana yang jauh lebih maju daripada usia dan latar belakangmu."
Demiurgos hanya tersenyum tipis, meski di dalam hatinya, ia merasa bingung. "Aku hanya tahu ini. Tapi aku tidak tahu bagaimana aku tahu," pikirnya, berusaha menyembunyikan kebingungannya dari teman-temannya yang mulai curiga.
Profesor Orin melanjutkan, namun semua mata di kelas kini tertuju pada Demiurgos. Mereka mulai bertanya-tanya bagaimana seorang pemuda yang relatif baru di akademi bisa memiliki pengetahuan sedalam itu tentang mana. Ada yang mulai berbisik, ada yang memandang dengan rasa kagum, namun Demiurgos hanya tetap tenang, menjaga ekspresi netralnya.
Di dalam dirinya, ia merasa lebih terasing daripada sebelumnya.
Di Sisi Lain
Raphellius duduk santai di kursi besar yang terbuat dari kayu hitam, memegang secangkir kopi hangat di tangannya. Ruangan itu terang, dengan cahaya matahari pagi yang menembus melalui jendela besar yang menghadap ke taman yang luas. Suasana di sekelilingnya begitu tenang, namun pikirannya tidak pernah benar-benar damai.
Ia membuka koran dengan cepat, matanya tertuju pada headline yang cukup menarik perhatian. "Baron Malgorth von Rottenheim Meninggal Dunia, Dinyatakan Bersalah atas Kejahatan Perbudakan dan Perdagangan Ilegal."
Raphellius mengangkat alis, menurunkan koran itu sedikit, dan melirik ke arah sebuah meja kecil yang terletak di dekat jendela. Di atas meja itu, ada beberapa artefak dan pedang-pedang legendaris yang tersebar. Matanya berhenti pada satu pedang yang mengkilap, seakan memancarkan aura magis yang kuat. "Sepertinya pedang itu telah berada pada Demiurgos," gumamnya pelan, mulutnya sedikit tersenyum.
Raphellius meneguk kopinya perlahan, menikmati rasa pahit yang menghangatkan tubuhnya. "Demiurgos… Seorang anak muda dengan kekuatan yang tak terduga. Tapi, sepertinya kali ini, keberuntungannya akan habis."
Ia mengerutkan kening, merenung sejenak, dan melanjutkan dalam hati, "Aku akan memastikan bahwa rencana ini berjalan dengan sempurna. Mungkin inilah saat yang tepat untuk menyelesaikan urusanku dengannya."
Raphellius meletakkan koran itu dengan perlahan, lalu menatap ke luar jendela, mengamati taman yang tampak damai. Namun, dalam pikirannya, segala macam perencanaan yang lebih gelap dan penuh intrik sedang berkecamuk. "Jika pedang itu benar-benar miliknya, maka aku harus bergerak cepat. Demiurgos, sepertinya takdir kita akan saling bersinggungan lebih dalam lagi," gumamnya, dengan senyum licik yang mulai terukir di wajahnya.
"Mungkin rencana untuk menghabisinya kali ini akan sukses."
Raphellius kemudian bangkit dari kursinya, melangkah ke meja kerjanya yang dipenuhi peta dan catatan-catatan rahasia. Dengan senyuman tipis yang penuh perhitungan, ia memulai langkah-langkah berikutnya dalam rencananya untuk menghadapi Demiurgos.