Chereads / Chrono Life / Chapter 9 - Rencana Besar Dan Pertemuan Baru!

Chapter 9 - Rencana Besar Dan Pertemuan Baru!

Raphellius dengan tenang duduk di kursi kayu hitam berukir, di depan meja kecil tempat sebuah papan catur terletak. Papan itu diatur dengan teliti, menunjukkan sebuah permainan yang sedang berlangsung, seolah-olah ia tengah bermain melawan dirinya sendiri. Dengan gerakan lambat dan penuh perhitungan, Raphellius menjatuhkan bidak catur berbentuk pion yang mewakili salah satu budak terlemah.

"Demiurgos," gumamnya dengan suara rendah namun tajam, matanya menyipit. "Kau mungkin telah membuat kemajuan sejauh ini, tapi langkah-langkahmu sudah kuperhitungkan. Semua hanya masalah waktu."

Tiba-tiba, suasana ruangan berubah. Udara di sekeliling terasa lebih berat, dan suara langkah yang lembut menggema di belakangnya. Dalam sekejap, sosok misterius muncul dari teleportasi, mengenakan jubah hitam tanpa logo atau tanda identitas. Bayangannya hampir menyatu dengan kegelapan ruangan.

"Raphellius," suara berat dari sosok misterius itu memecah keheningan. "Demiurgos mulai bergerak lebih jauh. Dia sudah semakin dekat dengan rencana besar kita."

Raphellius menoleh sedikit, tetapi wajahnya tetap tenang dan penuh keyakinan. Ia mengangkat cangkir kopi yang telah mendingin, menyesap sedikit sebelum meletakkannya kembali ke meja. "Tentu saja dia akan masuk ke dalam perangkap kita. Itu sudah kutulis dalam strategi ini sejak awal. Kau khawatir untuk apa?"

Sosok berjubah itu sedikit menunduk. "Tidak ada yang pasti di dunia ini, Raphellius. Kau tahu itu. Aku hanya memastikan semua elemen berjalan sesuai rencana. Demiurgos memiliki teman-teman yang cukup berbahaya. Selena, Valen, dan Aurelius. Aku sudah menggali latar belakang mereka. Anak-anak itu... mereka mungkin akan menjadi penghalang."

Raphellius tersenyum kecil, hampir mengejek. "Penghalang, katamu? Mereka hanya pion-pion kecil dalam permainan besar ini. Jika perlu, kita akan menghabisi mereka juga. Tapi untuk sekarang, biarkan mereka tetap bermain. Mereka akan memberi warna pada skenario ini."

Sosok misterius itu terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan kata-kata Raphellius. "Aku tetap akan mengawasi mereka. Informasi lebih dalam akan segera kudapatkan."

Raphellius berdiri dari kursinya, berjalan pelan ke arah sosok itu, hingga hanya ada beberapa langkah di antara mereka. Tatapannya tajam namun santai, mencerminkan keyakinan penuh pada rencananya. "Kau bisa lakukan itu. Tapi jangan berlebihan. Ingat, ini bukan hanya tentang Demiurgos. Ini adalah tentang tujuan akhir kita. Aku rela mengorbankan nyawaku jika itu berarti rencana ini akan berhasil."

Sosok misterius itu mengangguk, lalu melangkah mundur. "Aku mengerti. Aku akan segera kembali dengan lebih banyak informasi."

Dalam sekejap, tubuh sosok itu memudar, teleportasi membawanya pergi meninggalkan ruangan.

Raphellius kembali ke kursinya, memutar-mutar bidak catur di tangannya sambil tersenyum tipis. "Mereka pikir ini tentangku, atau bahkan Demiurgos. Bodoh sekali mereka. Ini lebih besar dari itu semua." Ia meletakkan bidak kembali ke papan, melanjutkan permainannya yang penuh perhitungan. "Langkah selanjutnya akan menjadi milikku. Mari kita lihat siapa yang lebih unggul."

Raphellius duduk kembali dengan tenang di kursinya setelah sosok misterius itu pergi. Dengan satu gerakan ringan tangannya, udara di sekelilingnya tampak bergetar sejenak, dan sebuah ruang kehampaan terbuka di hadapannya. Dari dalam celah tersebut, ia mengeluarkan sebuah pedang panjang dengan bilah yang begitu mengkilap hingga memantulkan cahaya redup ruangan itu.

Pedang itu memancarkan aura dingin dan kehadiran yang mencekam, seolah-olah menyimpan jiwa-jiwa yang pernah dikorbankan oleh bilahnya. Raphellius memegang pedang itu dengan tangan yang mantap, mengusapnya perlahan seakan-akan menyayangi senjata mematikan itu.

"Kurasa waktunya sudah dekat," katanya dengan nada tenang, matanya menatap bilah pedang yang begitu tajam. "Membunuh makhluk itu... ya, aku harus melakukannya pada waktu yang paling sempurna."

Saat tangannya terus mengelus pedang itu, kilauan cahaya dari bilahnya tampak menampakkan refleksi wajah Raphellius. Tapi yang terlihat bukan sekadar senyuman biasa—melainkan ekspresi yang begitu menyeramkan, seperti predator yang baru saja menemukan mangsanya.

Senyumnya lebar, namun matanya dipenuhi oleh kegelapan yang dalam.

"Ah, Demiurgos... atau siapapun kau sebenarnya. Aku yakin kau tidak akan pernah melihat ini datang," gumamnya sambil tertawa kecil, suara tawa itu terdengar menggema di ruangan yang sunyi.

Ia memutar pedang itu di tangannya, mengagumi keseimbangan sempurnanya, lalu menusukkannya perlahan ke lantai, menghasilkan suara logam yang menusuk keheningan. Dengan santai, ia menyandarkan tubuhnya kembali ke kursi, matanya memandang papan catur di depannya.

"Sebuah langkah kecil lagi," bisiknya, senyum menyeramkan itu masih melekat di wajahnya. "Dan permainan ini akan sepenuhnya menjadi milikku."

Raphellius berdiri dari kursinya, mantel panjangnya menyapu lantai. Ia melangkah pelan menuju tengah ruangan, mencari area yang cukup luas. Dengan gerakan yang begitu tenang namun penuh keyakinan, ia menjentikkan jarinya.

Seketika itu juga, udara di depannya mulai retak, seakan-akan realitas sendiri tak mampu menahan kekuatannya. Retakan tersebut membesar, membentuk lingkaran bercahaya ungu gelap dengan pola-pola runik yang berputar di sekelilingnya. Sebuah portal terbuka, memancarkan aura dingin dan suara dengung yang samar namun mengintimidasi.

Raphellius menatap portal itu dengan penuh percaya diri, senyumnya yang menyeramkan tidak memudar sedikit pun. Matanya menyala tajam seperti predator yang bersiap mengejar mangsa. Ia melangkah mendekati portal itu dengan tenang, bilah pedangnya masih bersandar di bahunya.

"Waktunya beranjak. Permainan ini takkan menunggu terlalu lama," gumamnya, suaranya rendah namun jelas penuh tekad.

Saat tubuhnya mulai masuk ke dalam portal, ia menoleh sedikit ke belakang. Sekilas, senyuman menyeramkan itu tampak kembali, menghantui ruangan kosong yang ditinggalkannya.

Portal tersebut menyerap Raphellius sepenuhnya, lalu tertutup perlahan dengan suara berderak seperti kaca yang hancur, meninggalkan ruangan dalam keheningan total. Sisa aura dingin dari keberadaannya masih terasa, seolah-olah ruangan itu sendiri menyimpan jejak niat jahatnya.

Permainan baru saja dimulai.

Demiurgos berdiri di depan pintu ruangan yang remang-remang. Hanya ada satu cahaya lilin di dalamnya, menciptakan bayangan yang bergerak pelan di dinding. Ia mengetuk pintu tiga kali, suaranya mantap namun penuh rasa hormat.

"Masuk," suara berat profesor terdengar dari dalam.

Demiurgos mendorong pintu dan melangkah masuk. Profesor itu, seorang pria tua dengan jubah gelap yang penuh simbol misterius, duduk di meja kayu besar dengan buku-buku kuno berserakan di sekelilingnya. Mata profesor itu memandang tajam ke arah Demiurgos, seakan bisa melihat menembus jiwanya.

"Apa yang kau inginkan malam-malam begini, anak muda?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Profesor," Demiurgos memulai, suaranya tegas. "Saya ingin Anda mengajari saya lebih banyak tentang mana, elemen, dan kekuatan fundamental lainnya."

Profesor itu mengangkat alisnya, lalu menutup buku tebal yang sedang dibacanya dengan bunyi keras. "Mengajarmu? Aku sudah mengajar di kelas. Apa itu belum cukup?"

"Belum, Profesor," jawab Demiurgos dengan serius. "Saya ingin lebih dari itu. Saya ingin memahami apa yang tidak diajarkan di kelas, hal-hal yang hanya Anda yang tahu."

Profesor itu mendengus, lalu berdiri. Dengan gerakan lambat namun anggun, ia berjalan mendekati rak buku besar di samping ruangan. "Kau tahu, banyak orang yang meminta hal serupa. Semua ingin belajar, semua merasa layak. Tapi kenyataannya, kebanyakan dari mereka hanyalah pemburu kekuatan tanpa tujuan."

"Saya tidak seperti mereka," ujar Demiurgos.

Profesor itu tertawa kecil, suara tawa yang dingin dan skeptis. "Semua mengatakan hal yang sama. Apa alasanmu hingga aku harus membuang waktuku untukmu?"

Demiurgos terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada yang lebih rendah. "Karena saya ingin menjadi kuat untuk melindungi mereka yang penting bagi saya. Saya juga ingin memahami dunia ini dan kekuatan yang mengendalikannya."

Profesor memandangnya dengan mata tajam, lalu menggeleng. "Alasan yang mulia, tapi itu tidak cukup. Aku tidak punya waktu untuk membimbing orang yang tidak memiliki tekad yang cukup."

Demiurgos mengepalkan tangan. "Kalau begitu, bagaimana jika kita membuat kesepakatan?"

Profesor itu mengangkat alisnya, tampak tertarik. "Kesepakatan seperti apa?"

"Saya akan bekerja untuk Anda. Apa pun yang Anda butuhkan, saya akan melakukannya. Anda bisa menguji tekad saya sebanyak yang Anda inginkan. Tapi sebagai gantinya, Anda harus mengajarkan saya."

Profesor mengamati Demiurgos dengan cermat, merenungkan tawaran itu. Ia berjalan kembali ke mejanya, lalu duduk sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di permukaan kayu.

"Menarik," gumamnya. "Tapi jika aku menerima tawaranmu, kau harus siap menghadapi apa pun. Termasuk kematian."

"Saya siap," jawab Demiurgos tanpa ragu.

Profesor itu tertawa kecil, suaranya penuh ironi. "Baiklah, anak muda. Aku akan mengajarkanmu, tapi ingat, ini bukan jalan yang mudah. Dan jangan berharap aku akan bersikap lembut."

Demiurgos mengangguk, wajahnya serius. "Saya tidak butuh kelembutan. Saya hanya butuh jawaban dan kekuatan."

Profesor itu menyeringai tipis. "Kalau begitu, kita mulai besok malam. Jangan terlambat."

Demiurgos membungkuk hormat sebelum meninggalkan ruangan. Ia tahu ini adalah langkah besar menuju pemahaman yang lebih dalam tentang dunia Chrono Life dan kekuatannya.

Setelah akhirnya menerima Demiurgos sebagai murid, profesor itu hanya memperkenalkan dirinya dengan singkat. "Namaku Raven, itu saja yang perlu kau tahu untuk sekarang. Mulai besok, kita akan mulai sesi pertama pelatihan. Jangan terlambat, atau aku akan membatalkan kesepakatan ini."

Demiurgos menundukkan kepala, menutupi keterkejutannya. Dalam hati, ia menggerutu, "Dia bahkan tidak menggunakan nama aslinya, tapi aku tahu siapa dia."

Sebuah tampilan sistem yang hanya bisa dilihat oleh Demiurgos mulai memproyeksikan informasi di benaknya:

Nama: RavenCroft

Pangkat: Arch Mage

Asosiasi: Mage Tower

Penelitian Utama: Resurrection

Peringkat Global: 47 dari 50 Rising Star Generation

Demiurgos hampir kehilangan ketenangannya, tetapi ia berhasil menenangkan diri. Ia mendesah pelan dan berkata dalam hati, "Orang ini lebih kuat daripada yang kubayangkan. Dia adalah salah satu dari Rising Star Generation, salah satu dari 50 orang terkuat di dunia! Tapi dia sengaja menyembunyikan identitasnya. Aku harus berhati-hati."

Raven memperhatikan wajah Demiurgos sejenak, mungkin berusaha membaca pikirannya. Namun, ekspresi Demiurgos tetap tenang.

"Baiklah," kata Raven sambil berjalan menuju pintu. "Kita mulai pelatihan besok malam. Jangan sampai membuatku menyesal telah memberimu kesempatan ini."

Demiurgos hanya mengangguk dan meninggalkan ruangan dengan pikiran yang dipenuhi berbagai pertanyaan. Meskipun Raven menyembunyikan identitas aslinya, Demiurgos tahu bahwa pelatihannya di bawah Arch Mage ini akan menjadi kesempatan langka untuk mencapai tujuan-tujuannya.

"Jika aku berhasil mempelajari apa yang dia tahu, aku bisa mencapai tingkat kekuatan yang selama ini hanya ada dalam legenda," pikir Demiurgos sambil tersenyum kecil sebelum melanjutkan perjalanannya ke asrama.