Suatu hari, di kamar yang dipenuhi poster band metal dan aroma cokelat—aroma terakhir dari kedamaiannya—Galang terbangun dengan perasaan yang sangat tidak enak. Sinar matahari pagi terasa menyilaukan, seperti sorotan lampu di film-film laga bokapnya. Hari ini, bukan hanya hari lo harus pindah sekolah dari SMA Nusa Bangsa ke SMA Mentari Perdana—sekolah yang menurut lo mirip penjara—tapi juga hari dimulainya misi baru lo.
"Lima menit lagi," gumamnya, berusaha mengulur waktu. Mimpi indahnya tentang lapangan basket dan rujak cingur Mbak Yanti langsung buyar oleh suara berat Rendra dari balik pintu. "Galang! Bangun! Kita udah telat!"
Galang membuka mata, mendapati Rendra berdiri di ambang pintu, ekspresi seriusnya tak seperti biasanya. "Sekolah baru, hidup baru," kata Rendra, nada suaranya jauh lebih dingin dari biasanya. "Bokap udah bicara. Ini bukan sekadar pindah sekolah, Galang."
Galang mengerutkan dahi. "Maksud lo?" Ia belum sempat meratapi kehilangan rujak cingur Mbak Yanti dan lapangan basket SMA Nusa Bangsa ketika Rendra melanjutkan, "Stevie. Kematian Stevie bukan kecelakaan biasa."
Stevie. Nama itu seperti sambaran petir di siang bolong. Stevie, gadis cantik yang selalu ceria, teman masa kecil Galang, meninggal secara misterius beberapa minggu lalu. Polisi menyatakan kecelakaan, tapi bokapnya, seorang agen rahasia yang handal, melihat ada yang janggal.
"Bokap nugasin lo untuk ngusut," Rendra menjelaskan, "lo bakal nyamar jadi siswa baru di SMA Mentari Perdana. Sekolah itu jadi titik kunci dalam kasus ini."
Galang tercengang. Ia tidak pernah membayangkan akan terlibat dalam misi rahasia bokapnya. "Tapi... SMA Mentari Perdana?" protesnya, "Seragamnya aja bikin sesak napas!"
Rendra hanya tersenyum tipis. "Gak ada pilihan lain, Galang. Ini tugas lo."
Hari pertama di SMA Mentari Perdana terasa seperti perpaduan antara mimpi buruk dan misi mata-mata. Sekolah yang besar dan megah, terlalu rapi dan bersih hingga terasa dingin. Seragamnya terasa kaku, dan setiap langkahnya terasa diawasi. Ia merasa seperti alien yang terdampar di planet yang asing, tetapi juga seperti agen rahasia yang menyelinap di antara musuh.
Namun, di tengah tugasnya yang berat, Galang mulai menemukan sisi positifnya. Ia bertemu dengan beberapa teman baru yang ternyata cukup menyenangkan, dan di balik dinding sekolah yang megah, ia menemukan petunjuk-petunjuk tentang kematian Stevie. Ia belajar untuk beradaptasi, untuk menyeimbangkan kehidupan sekolahnya yang baru dengan misinya yang berbahaya. Mungkin, SMA Mentari Perdana tidak seburuk yang ia bayangkan. Mungkin, di tempat ini, ia tidak hanya menemukan rumah keduanya, tapi juga kebenaran di balik kematian Stevie.
Galang melangkah ke dalam SMA Mentari Perdana dengan perasaan campur aduk. Sekolah yang megah itu tampak sepi, namun aura kekayaan dan kekuasaan terasa mencekam. Ia tahu, di balik gemerlap Mentari Perdana, tersembunyi hierarki dan dinasti keluarga kaya raya yang berpengaruh—keluarga Danendra, yang di ujung atasnya berdiri seorang gadis yang namanya ia lupa, dan seorang laki-laki yang namanya juga samar dalam ingatannya. Ini bukan sekadar sekolah; ini medan pertempuran yang terselubung. Setiap langkahnya di lorong yang bersih dan terang terasa berat, seperti ada mata-mata yang mengawasi setiap gerak-geriknya.
"Gue harus cari tahu lebih banyak tentang Stevie," pikirnya. Rasa penasaran dan rasa bersalah berbaur menjadi satu. Kenapa ia tidak lebih peduli sebelumnya? Kenapa ia tidak mendalami lebih dalam tentang perubahan yang terjadi pada sahabatnya itu? Dan bagaimana keterkaitan keluarga Danendra dengan semua ini?
Di kelas, Galang berusaha berbaur dengan teman-teman barunya. Ia duduk di bangku belakang, memperhatikan sekeliling dengan saksama. Ada Gabri, yang tampak ramah, dan Malta, yang selalu tersenyum. Namun, ada juga sekelompok siswa yang terkesan angkuh, seringkali berbisik dan meliriknya—siswa-siswa yang mungkin terkait dengan keluarga Danendra. Galang merasakan ketegangan di antara mereka, dan ia tak bisa tidak merasa curiga.
"Lo baru di sini, ya?" tanya Gabri, mengalihkan perhatian Galang. "Kita bisa jadi teman, kok."
"Gue Galang," jawabnya. "Iya, baru pindah. Dari SMA Nusa Bangsa."
"Oh, jadi lo yang terkenal itu? Keren deh!" Gabri tersenyum, tapi senyuman itu terasa tidak tulus. Galang merasakan ada sesuatu yang disembunyikan di balik keramahan Gabri.
Galang merasa sedikit lega, tetapi bayang-bayang kematian Stevie terus menghantuinya. Ia ingat saat Stevie mengajaknya bermain basket dan tertawa bersama. Sekarang, hanya ada kesedihan yang mengisi ruang kosong tersebut. Dan pertanyaan yang membayangi: apakah kematian Stevie terkait dengan keluarga Danendra dan kekuasaan mereka?
Setelah kelas selesai, Galang memutuskan untuk menjelajahi sekolah. Ia berharap menemukan sesuatu yang bisa membantunya dalam misinya. Ia menyusuri lorong-lorong, dan saat melewati ruang musik, ia mendengar suara gitar yang familiar. Ternyata, Malta sedang berlatih.
"Eh, lo bisa main gitar?" tanya Galang, mencoba membuka obrolan.
Malta menghentikan permainan dan tersenyum. "Iya, sedikit-sedikit. Lo suka musik?"
"Banget! Gue juga main gitar," jawab Galang, merasa senang ada kesamaan.
Mereka mulai berbincang dan Galang merasa sedikit lebih baik. Namun, saat mereka berbicara, Galang merasakan sesuatu yang aneh. Salah satu teman Malta, yang tampak lebih tua dan berpengaruh, mengawasi mereka dengan tatapan tajam.
"Eh, lo hati-hati ya," kata Malta tiba-tiba, seolah membaca pikirannya. "Kak Arka itu orang yang agak aneh. Banyak yang bilang dia suka ikut campur urusan orang lain, dan dia dekat dengan keluarga Danendra."
Galang merasa jantungnya berdegup kencang. "Kenapa? Ada yang salah dengan dia?"
Malta menggeleng. "Gak ada yang pasti, sih. Tapi banyak yang bilang dia terlibat dalam hal-hal yang nggak baik, dan keluarga Danendra selalu melindungi dia."
Galang merasa semakin curiga. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencari tahu lebih banyak tentang Kak Arka dan keluarga Danendra, serta apa yang sebenarnya terjadi di SMA Mentari Perdana.
Keesokan harinya, Galang kembali ke sekolah dengan tekad yang lebih kuat. Ia menyusuri lorong-lorong, mencari informasi tentang Stevie. Di perpustakaan, ia menemukan beberapa artikel tentang kecelakaan yang menimpa Stevie, tetapi semua informasi itu tampak dangkal dan tidak memuaskan rasa ingin tahunya.
Tiba-tiba, dia melihat sekelompok siswa berdiskusi dengan serius di sudut ruangan. Ia mendekat, berusaha menangkap inti pembicaraan mereka. "Kamu tahu kan, Stevie sebelum dia mati? Dia terlibat dengan orang-orang aneh, dan sepertinya ada hubungannya dengan keluarga Danendra," salah satu dari mereka berbisik.
Galang merasa terkejut. "Orang-orang aneh? Keluarga Danendra?" gumamnya dalam hati. "Siapa yang mereka maksud?"
Dengan penuh rasa ingin tahu, Galang memutuskan untuk mendekat lebih dekat. Namun, saat ia mendekat, salah satu dari mereka melihatnya dan langsung menatapnya tajam. "Eh, lo siapa? Denger-denger lo baru di sini, kan?"
Galang merasa terpojok. "Gue Galang, cuma mau baca buku," jawabnya, berusaha terlihat tenang.
"Jangan campur urusan kami, ya," kata siswa itu dengan nada mengancam. Galang merasa ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang jauh lebih besar dan berbahaya daripada yang ia bayangkan.
Setelah kejadian itu, Galang merasa semakin tertekan. Ia kembali ke rumah, mencari tahu lebih banyak tentang Stevie dan keluarga Danendra. Ia membuka laptopnya dan mulai mencari informasi. Tidak lama kemudian, ia menemukan sebuah forum diskusi tentang kematian Stevie. Di sana, beberapa orang membahas tentang perubahan perilaku Stevie sebelum kematiannya, dan beberapa postingan menyebutkan keterlibatan keluarga Danendra.
"Mereka bilang dia sering terlihat bersama kelompok yang mencurigakan, dan ada yang bilang itu anak buah keluarga Danendra," tulis salah satu komentar. "Ada rumor tentang perdagangan obat terlarang di sekitar sekolah, dan keluarga Danendra diduga terlibat."
Galang merasakan ketegangan meningkat. "Ini semakin serius," pikirnya. "Kalau benar ada yang tidak beres di SMA Mentari Perdana, dan keluarga Danendra terlibat, gue harus segera mencari tahu."
Keesokan harinya, Galang berusaha untuk mencari tahu lebih banyak tentang kelompok yang disebutkan di forum itu dan hubungannya dengan keluarga Danendra. Ia bertanya kepada Gabri dan Malta, tetapi mereka tampak ragu untuk membicarakannya. "Gue rasa lebih baik kita fokus belajar dulu," kata Gabri, mencoba mengalihkan topik.
Galang merasa frustasi. Ia merasa terjebak di antara rasa ingin tahunya dan ketakutan akan konsekuensi dari penyelidikan ini. Namun, ia tahu ia tidak bisa mundur. Kematian Stevie harus terungkap, dan ia tidak akan berhenti sampai ia menemukan kebenarannya, bahkan jika itu berarti harus menghadapi keluarga Danendra dan kekuasaannya.
Akhirnya, Galang memutuskan untuk menyelidiki sendiri. Ia mulai mengikuti gerak-gerik Kak Arka dan kelompoknya, yang ia curigai terkait dengan keluarga Danendra. Ia melihat mereka berkumpul di suatu tempat di belakang sekolah, berbicara dengan sangat serius. Galang bersembunyi di balik semak-semak, berusaha mendengarkan pembicaraan mereka.
Tiba-tiba, salah satu dari mereka menyebut nama Stevie. "Kita harus pastikan tidak ada yang tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai ada yang menyelidiki lebih jauh, terutama anak dari agen rahasia itu."
Galang merasa jantungnya berdegup sangat kencang. Ia tahu ia berada di jalur yang benar, tetapi juga merasakan bau busuk dari situasi ini—sebuah masalah yang jauh lebih besar dan berbahaya daripada yang pernah ia bayangkan. Apakah ini semua berkaitan dengan kematian Stevie, dan apakah keluarga Danendra benar-benar terlibat? Dan apa yang akan terjadi jika ia terus menyelidiki?
Dengan hati-hati, Galang mundur dan berencana untuk melaporkan apa yang ia temukan kepada Rendra. Ia tahu misi ini semakin berbahaya, tetapi ia tidak akan mundur. Stevie layak untuk mendapatkan keadilan, dan Galang akan melakukan apa pun untuk memastikan kebenaran terungkap, bahkan jika itu berarti harus melawan keluarga Danendra dan kekuasaannya.