Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Belahan Jiwa Ina

Ay_Nie
--
chs / week
--
NOT RATINGS
401
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Tak Sanggup

"Duh...males banget. Sekarang jadwalnya Mas Feri pulang. Aku harus siapin segala sesuatu untuk menyambutnya," bisikku menggerutu bangun dari tidurku dan bersiap mandi. Karna memang tadi sebelum tidur siang aku masak dulu.

"Layani suami, ciuman, pelukan iss jijik," bisikku lagi menggerutu sembari membasahi tubuhku dengan air. Setelah selesai mandi aku bersolek dan memakai wangi-wangian. Aku harus lakukan ini, karna sebelumnya pernah pengalaman. Mas Feri marah banget lihat aku kucel bau dan jelek, keringatan saat dia datangi.

Bukan apa-apa selama yang aku tau tentang seks, aku sama sekali tidak bisa menikmati kebersama'an bersama Mas Feri kadang bingung juga, pernah sih denger Di TV atau majalah yang menjelaskan bahwa katanya hubungan badan itu enak banget. Bisa-bisa kayak melayang-layang di udara. Tapi sumpah demi apapun aku hanya bisa merasakan jijik dan sakit. Aku tidak mengerti kenapa bisa suamiku menganggap ini penting.

Padahal bagiku untuk tidak melakukan itu adalah anugrah. Aku sangat tersiksa sekali, sungguh! Apa yang harus aku lakukan, bahkan aku pernah terfikir untuk menyuruh Mas Feri menikah saja dengan yang lain saking terbebaninya dengan tanggung jawab batln untuk suamiku ini.

Drrrrrt Drrrrt..

Bunyi ponselku berdering reflek aku melirik ponsel di samping laci itu dan mengangkat panggilan telpon.

"Ya, Mas? "

"Ina, Mas Otw nih. Kamu dah dandan yang cantik belom? Mas kangen. "

Aku memutar bola mata dengan males.

"Ya.... udah."

"Ina, Mas yakin. Kamu pasti bisa sembuh, traumamu akan pulih dan kamu gak perlu tersiksa lagi saat berhubungan sama Mas, " ujarnya. Aku menghela nafas berat dan berkata.

"Aku harap itu bisa terjadi Mas. "

"Baiklah kamu tunggu dirumah." aku mendegup saat mendengar panggilan itu si tutup kembali aku meletakkan ponsel, dan seketika aku gemetar membayangkan saat Mas Feri mendatangiku dengan hasratnya, entah kenapa itu begitu menyiksa bagiku. Aku bahkan tidak bisa menerima setiap sentuhannya. Yang aku bayangkan hanya sakit.

"Iiigh... Sial!" teriakku tertahan menutup telingaku. Desahan dan deru nafas Mas Feri saat berhubungan itu terdengar menjijikan. Kenapa ini begitu menyiksa sekali. Aku tidak bisa hidup dengan tenang jika seperti ini.

Dua tahun lamanya kami berumah tangga dan Mas Feri mencoba membantu dan meyakinkanku kalau aku berbeda. Semua wanita mengingankan ini. Belaian kasih sayang, sentuhan, dan yang terpenting keperkasa'an. Tapi ada apa denganku? Aku bahkan ingin bebas darinya. Andai Mas Feri bersedia menceraikanku dan meninggalkan aku untuk wanita lain. Aku pasti senang sekali. Karna tak sanggup dengan beban batin yang menyiksa ini. Aku sama sekali tidak menyukai ini. Aku benci seks, aku jijik. Dan ini menyakitkan.

Trakt...

Bunyi pintu kamar terbuka tanpa aku sadar ternyata Mas Feri sudah sampai di rumah. Aku berdiri dengan mata terbelalak dan coba berdiri bertopang pada meja karna gemetar. Melihat ekpresiku Mas Feri reflek mendekat dan memeluk.

"Tidak apa-apa sayang, Mas tidak ingin apa-apa sekarang. Mas Cuman mau ketemu kamu aja, " bisiknya. Aku coba mengatur nafas dan coba melihat matanya.

"Kamu dah makan? Kita makan dulu yuk?" aku coba beranjak dan menjauh darinya keluar kamar menuju ruang makan. Jikalah dalam Film-film yang sering aku tonton pria seperti Mas Feri adalah idola setiap wanita. Tapi kenapa aku tidak bisa dapatkan sensasi yang sama seperti wanita pada umumnya. Priaku ini tampan dengan kulit sawo matang dan tubuh kekarnya yang keras dan berotot. Dua bola mata elang dengan Sentuhan alis mata tebal dan bibir sexinya. Wajah persegi ditambah aksen hidung mancung dan lesung di pipinya. Itu memang sudah kriteria cowo tampan pada umumnya. Tapi sungguh, sama sekali aku tidak bisa rasakan. Eksotisnya cinta yang pernah aku lihat bahkan aku baca-baca di kisah cinta romantis sekalipun. Ada apa denganku, apa aku benar-benar kelainan seks permanen? Mas Feri sudah sangat sabar menghadapi tingkahku yang selalu menangis dan beronta saat ia setubuhi. Bahkan dia memilih tak menyentuhku karna takut moodku terganggu.

"Mas... Mungkin kamu harus cari istri lain," ujarku saat kami menikmati makan malam kami. Seketika Mas Feri menghentikan gerak tangannya memegangi sendok.

"Aku tidak bisa...," singkatnya aku mendegup dan berkata.

"Mas, aku terbebani dengan semua ini! Aku tersiksa Mas. Aku tidak bisa penuhi tanggung jawabku. Kamu mengerti donk," ujarku. Mas Feri menatapku datar dan berkata.

"Kamu pasti sembuh ... Jadi jangan bahas ini lagi, kamu sudah terlalu sering minta cerai," gerutunya .

"Tapi ini demi aku Mas? Perlukah aku memohon padamu. Kamu tidak rasakan jadi aku makanya kamu gak paham! " bentakku Mas Feri membanting sendok sedikit pelan dan berkata.

Prang...

"Kamu juga gak paham bagaimana aku, Ina? Ini juga gak mudah, bahkan aku yang sangat tersiksa disini. Kamu taukan aku ini, normal? Kamu hanya trauma sayang. Itu pasti bisa sembuh," jelasnya tertekan aku bungkam dan coba melirik manik matanya.

"Dua tahun bukanlah waktu yang sebentar Mas, bukannya sembuh aku malah makin Trauma. Aku lebih senang dengan kebebasanku sebelum menikah. Tidak ada seks dan tidak ada beban. Aku jauh lebih bahagia Mas, " ujarku. Sejenak Mas Feri memandangiku dengan miris.

"Aku tidak bisa menduakanmu," tuturya. Aku menghela nafas dan coba menegaskan.

"Siapa suruh kamu poligami Mas. Kamu bisa lepaskan aku? " ucapku dengan binar mata harap.

Prang.. ...

Sendok makan kembali melayang kedinding. Aku sedikit terperanjat melihat Mas Feri ngamuk

"Berhenti bicara omong kosong Ina!" Aku menghela nafas dan coba menjahit bibirku untuk tidak bicara lagi.

Dua jam berlalu setelah makan malam, aku berbaring di kasur sedangkan Mas Feri membersihkan dirinya di kamar mandi. Aku deg-degan menunggu dia datang, habis ini dia pasti memintaku untuk melayaninya. Entah kenapa darahku berdesir dan dadaku terasa berkecamuk.

Trakt

Bunyi pintu kamar mandi terbuka, seketika aku terperanjat karna memang dari tadi rasa takut menjalar di otakku. Melihat reaksiku itu Mas Feri hanya geleng-geleng. Ia mendekat dan menghenyakan badannya di atas kasur tepat disampingku. Aku bungkam sembari gemetar. Dia coba raba tubuhku dengan selembut mungkin yang ada aku hanya risih dan berusaha menepis tangannya.

"Mas... Aku gak bisa! " ucapku tertahan, Mas Feri sedikit beringsut dan melihat wajahku dalam-dalam.

"Tidak akan terjadi apa-apa, seperti yang sudah-sudah. Tidak ada hal buruk menimpamu'kan? Perlahan kamu pasti bisa hilangkan traumamu jika kamu berusaha? pasti bisa yang penting Jangan menolak. Biarkan waktu mengalir," bisiknya ditelingaku sedikit aku mengeliat karna geli. Reflek aku dorong tubuh kekar itu dan berkata.

"Aku tidak bisa.... Pergi lah Mas, " mohonku. Namun Mas Feri masih tetap ingin melampiaskan hasratnya. Aku jadi takut dan beronta. Entah Apa yang ada dalam fikiran pria ini. Mungkin dia berfikir bahwa aku ini istrinya, dia memiliki hak penuh untuknya. Hingga dia tak pedulikan aku yang beronta dan berteriak karna tak ingin di setubuhi.

Hingga satu jam berlalu. Aku menangis merintih disudut kamar, setelah semua itu. Aku menangis tersedu-sedu layaknya wanita yang baru saja di setubuhi secara paksa.

"Ina... Sudah sayang sini, " pinta Mas Feri berdiri mendekat padaku. Aku kesal dan menangis melempar semua yang ada didekatku.

"Jangan dekati aku! Aku sudah tak sanggup lagi Mas! Aku mau kita cerai. Kamu paham gak sih aku tersiksa. Aku tidak bisa melayanimu," bentakku Mas Feri terdengar diam tak bergeming.

"Aku tak sanggup, tolong kasihani aku. " lirihku dengan tubuh yang gemetar. Mas feri mendekat dan berkata padaku namun aku menghindar hingga tersandar di sudut kamar.

"Okey... Aku akan menikah lagi, tapi dengan satu syarat, Aku tidak akan pernah menceraikanmu," tegasnya. Seketika nafasku tersengal dan mendongak leher melihatnya datar. Tubuh indahku masih dibalut seprey putih. Aku berdiri dengan air mata mengucur.

"Apa maksudmu? Jika kamu menikah buat apa lagi aku? Aku bisa kembali pulang," lirihku.

"Itu keputusannya? Tetaplah disini dengan istri mudaku. Atau layani aku selamanya? " tegasnya.

"Gak, aku gak mau hidup seperti neraka selamanya. Baiklah. Aku akan tinggal bersamamu disini bersama istri barumu. Jelaskan padanya tentangku, supaya kami bisa akur," tegasku dengan nafas sedikit lega. Mas Feri tampak menghela nafas sesak dengan mengusap wajahnya menghenyak di tepi ranjang.