Seminggu tlah berlalu, semenjak hari itu Mas Feri tak mau lagi menyentuh bahkan enggan bicara padaku. Aku merasa begitu lega karna aku tak perlu lagi memikirkan beban batin yang berkecamuk didadaku. Setidaknya sekarang aku bisa menjalani hari-hari dengan tenang tanpa ketakutan,
Sepertinya Mas Feri tlah lupakan kesepakatan tentang dia menikah lagi. Aku tidak peduli yang terpenting sekarang mas Feri tidak menuntut hak ranjangnya aku sudah sangat bersyukur sekali.
Di sore hari, saat aku menyiapkan makanan untuk makan malam kami, aku mendengar mobil Mas Feri datang, aku menunggu dia didalam sembari tetap fokus pada menu hidangan. Namun sedikit aku teranyuh melihat Mas Feri masuk kerumah dengan seorang wanita cantik, sontak aku melihatnya dengan seksama dia begitu cantik dan elegant, aku memperhatikannya dari ujung kaki sampai ujung kepala dia terlihat sangat sempurna dan tentunya dia normal. Dia pasti bisa menjadi istri yang baik untuk Mas Feri, sedikit aku coba melangkah mendekati mereka,
"Sore Ina. Perkenalkan ini Rara, seperti kesepakatan kita sebelumnya. Aku telah menikahinya," ujarnya sedikit aku naikkan alisku dan berkata
"Selamat datang Rara," singkatku mengulurkan jabatan tanganku wanita itu seketika nanar melihat sambutan hangatku, dia terlihat tak percaya dengan mata yang membulat.
"Tenang saja. Aku sama sekali tidak keberatan kamu ada disini, aku harap kita bisa akrab," ujarku, wanita itu makin terheran perlahan dia coba getarkan bibirnya,
"Aku tidak percaya ada wanita seperti ini. Tadinya aku takut saat Mas Feri mengajakku kesini," aku tersenyum dan reflek terkekeh.
"Jangan takut, anggap saja aku temannya Mas Feri. Aku senang kamu ada disini," ujarku lagi Rara tampak mengangguk dan menoleh pada Mas Feri.
"Mas makasih ya udah nikahin aku dan pertemukan aku dengan Mba Ina," Ujarnya, suamiku hanya tersenyum sembari mengacak rambut wanita itu dengan gemes. Aku juga ikut tersenyum dan mengajak mereka ke meja makan.
"Ayo kita makan dulu?" ujarku. Mas Feri tersenyum beranjak sembari menggandeng tangan Rara. Seketika aku bengong, namun aku coba tak peduli dan ikut menghenyak juga di meja makan bersama mereka.
"Silahkan, ini semua adalah masakan aku. Kalian silahkan cicipi," ujarku.
"Silahkan sayang, Ina dia sangat pintar memasak, kamu pasti suka dengaan masakannya," ucap Mas Feri mengulurkan piring untuk Rara. Seketika Rara mencicipi makananku,
"Iya Mas, enak!" ujarnya mereka tampak bercengkrama tak pedulikan aku disini. Aku bungkam sembari tetap menyendok makananku pelan makananku mendengar mereka sangat akrab sekali aku jadi tertegun dan asing.
" Rara?" tanyaku memotong pembicaraan mereka seketika dua orang itu menoleh.
"Kamu anak mana? Sama itu? Statusmu apa? Saat Mas Feri menikahimu dan kalian nikahnya kapan?" Sejenak Rara diam hingga pertanya'anku itu di jawab sama Mas Feri.
"Kami menikah seminggu yang lalu, Rara masih gadis saat aku nikahi, dia staf mas di kantor. Sama itu dia orang bandung," Jelasnya. Aku manggut-manggut dan coba menarik ujung bibirku untuk tersenyum
"Oh, orang bandung syukurlahh," Bisikku. Kembali Mas Feri menoleh pada Rara dn berkata.
"Makan yang banyak ya sayang, gak usah sungkan-sungkan," ujar Mas Feri melihat itu aku sontak mencibir.
"Mungkin besok aku juga dapat temen juga buat bantuin masak, enak saja jika aku yang hidangkan makanan tiap hari," batinku di hati,
Aku berdiri hendak beranjak kekamar,entah kenapa aku males aja liat kemesraan mereka karna takut ganggu.
"Kamu mau kemana?" cegat Mas Feri
" Aku mau kekamar, aku dah kenyang kok, lagian tadi aku dah makan jajan juga kalian teruskan, dan ya Rara gak usah sungkan-Sungkan ya, beresin dan cuci piringnya sekalian anggap saja rumah sendiri," ujarku menatap maduku itu pasti, dengan gugup dia coba mengangguk.
"Bb-baik Mba.."
"Baiklah aku bisa langsung istirahat sekarang," ucapku beranjak pergi.
Senja berlalu hingga malam semakin larut ketika sedang terlelap tidur di malam hari aku bisa rasakan Mas Feri memeluk, sontak aku tersintak dan reflek duduk.
"Mas, kok kamu ada disini bukannya udah ada Rara ya?" ucapku, Mas Feri mengencangkan dekapannya sembari masih menutup mata, aku bahkan tidak tau Mas Feri sudah berapa lama disini.
"Mas, sana!" bentakku.
"Tidurlah sayang, lagian aku Cuma mau numpang tidur, pelit banget sih berbagi ranjangnya," gerutunya sembari memejamkan mata. Aku menghela nafas, dan kembali tidur dengan rasa was-was. Tangan kekar Mas Feri nengkring di pinggangku, aku coba mengatur nafasku yang tak beraturan dan coba berusaha untuk kembali tidur.
"Ngapain masih disini 'kan ada Rara," batinku menggerutu.
Pagi berkunjung aku terbangun di waktu shubuh, bisa aku lihat Mas Feri masih tertidur lelap di sampingku, setelah mencuci muka dan menggosok gigi aku beranjak keluar kamar. Bisa aku lihat Rara tampak sibuk di dapur, menyiapkan sesuatu,
"Rara kamu mau apa?" tanyaku saat menghampirinya di bawah.
"Aku mau bikin sarapan mba," ujarnya' aku menghela nafas sedikit berat dan berkata.
"Kamu mau bikin sarapan apa? Mas Feri dia tidak suka cafein. Biasanya aku menyeduhkan teh hijau untuknya di pagi hari," ujarku.
"Mas Feri dia suka sarapan dengan karbohidrat dan Teh hijau. Ujarku melirik cofee yang diseduh oleh Rara.
"Oh, maaf aku gak tau," ujarnya aku mendekat menepis telur dadar dan salad lalu mengambil alih pekerja'annya itu.
"Udah kamu gak usah lakuin ini. Ini tugas aku. Tugas kamu di atas ranjang aja. Dan ya, kenapa bisa mas feri datangi aku semalam? Kamu gak cegat dia apa, " ujarku.
"Maaf Mba, mungkin Mas Feri belum biasa denganku. Dia nikahi aku begitu mendadak. Dan saat dia bilang kalo ia lakukan semua ini demi Mba. Aku paham. Bahwa dia sangat mencintai Mba, " ujarnya untuk sesaat aku terdiam.
"Aku bahkan tak tau apa itu cinta, " bisikku. Rara menghela nafas dan coba menghenyak di meja makan itu.
"Cinta itu, perhatian dan kasih sayang. Yang di miliki Mas Feri untuk Mba," ujarnya. Aku menoleh dan memandanginya datar.
"Tapi faktanya, dia menikahimu demi kebutuhannya? Apa itu juga cinta? " ujarku dengan tak habis pikir. Rara terkekeh sembari geleng-geleng yang membuat aku heran.
"Mas Feri pria yang normal mba, itu alamiah."
"Tapi kedengarannya cinta tidak alamiah," gerutuku. Rara hanya bisa bungkam melihat ekpresiku mengaduk Teh di didalam gelas. Lalu dia berdiri dengan membuang nafas, sedikit aku melirik dia yang memilih menyibukkan diri dengan piring kotor.
"Oh iya? Statusmu masih gadis kah? Apa keluargamu tau kalau kamu menikah? Dengan pria bersitri?" tanyaku Rara sedikit manyun dan mengangguk.
"Lantas apa kata keluargamu? "
"Tak ada, mereka semua mendukung. Apalagi saat aku cerita pada Mak Bapak kalo aku dinikahi oleh atasanku di kantor. Mereka malah seneng, Dan mereka bakal ngadain resepsi," ucapnya dengan terkekeh.
"Kapan? "
"Satu minggu lagi, mba datang ya? Biar Bapak sama Makku di kampung bisa lega melepasku disini dengan keluarga ini mereka sangat khawatir kalo Mba menentang pernikahan ini, " ujarnya. Aku sedikit menggaruk dahiku.
"Aku gak bisa datang, kamu tenang aja. Aku benar-benar berterima kasih padamu jadi jangan risau," jelasku dengan santai. Rara mendekap dan tertawa riang aku hanya bisa membulatkan mataku melihat tu anak bergelayut dipundakku.
"Makasih ya mba zeyeng, mba kok bisa sih gak tertarik sama Mas Feri. Dia itu pria tampan dan sexi. Aneh deh mba Ina ini? " ujarnya sedikit menggodaku dengan senyum, Aku sedikit menggeliat melepaskan tangannya yang bertopang di pundakku.
"Kalo kamu seneng ya udah. Silahkan, tapi jangan dikte aku begini. Aku gak suka di tanya-tanya," ketusku mengangkat nampan dengan segelas teh itu dan beranjak menemui Mas Feri di kamar. Rara hanya bisa cengigisan melihat aku berlalu.
"Ngatain orang aneh. Jelas-jelas dia sendiri yang aneh cengigisan gak jelas. Apa enaknya coba bercinta? " gerutuku.
Trakt...
Aku meletakkan nampan teh dan sarapan Mas Feri di samping ranjang kami.
"Humm sayang, Teh hijau dengan Roti bakar berbeque," lirihnya sembari tetap memejamkam mata.
"Bangun gih Mas. Mandi, abis itu sarapan," ujarku kembali berdiri.
"Baik sayang," ujarnya melihat tingkah mas Feri aku jadi bingung sama sekali sikapnya tak berubah padaku. Seakan tidak ada perubahan dalam rumah ini. Padahal sudah jelas-jelas dia telah membawa wanita lain kerumah ini. Yang baru saja ia nikahi. Bahkan semalam dia tidak tidur bersama Rara. Tapi bisa saja mereka melakukannya di luar rumah. Karna kan selama seminggu kemaren Mas Feri sangat sibuk di luar rumah karna mengurus pernikahannya. Sebentar lagi. Wanita itu akan hamil dan kebahagiaan mas Feri lengkap sudah. Dan aku akan tetap dengan Phobia dan Trauma yang aku punya.
"Dasar wanita malang," Bisikku.