Suara arus di sebuah kolam renang bergemuruh keras. Arus itu terlihat tidak 'manusiawi'. Jika manusia masuk ke sana ia pasti akan mati. Tapi, tidak dengan pria satu ini. Pria ini bernama 'Astaroth'. Daritadi, pria ini terus berenang dengan gaya kupu-kupu dan melawan arus. Otot-ototnya terlihat kekar dan kokoh. Rambut panjang peraknya sudah sangat lepek. Ia cuma mengenakan celana dalam hitam.
"Berapa arus hari ini?" tanya seorang pria cepak berjas hitam sambil menghisap cerutu pada seorang pria pirang yang daritadi memperhatikan Astaroth berenang sambil mencatat sesuatu.
"20 kilometer per jam, pak," jawab si pria pirang.
Pria cepak tadi menghembuskan asap cerutunya. "Dia sudah bukan manusia."
Tidak lama kemudian, Astaroth keluar dari kolam renang dengan cara bersalto ke atas. Setelah itu ia menghampiri si pria cepak.
"Khusni, mainan apa yang kau bawa hari ini?" tanya Astaroth.
Pria yang dipanggil Khusni itu berdahem. "Ada lima mainan yang bisa kau pilih."
Astaroth tersenyum miring.
Khusni membawa Astaroth ke dalam 'sel tahanan', lebih tepatnya melawati sel tahanan yang mengurung penjahat-penjahat 'kelas kakap'. Banyak dari tahanan-tahanan itu yang adu jotos sambil mengumpat, bahkan berkali-kali terdengar suara benturan keras di tembok, suara tulang berderak, dan suara teriakan kesakitan.
Astaroth berjalan mengikuti Khusni dengan tenang seolah tak terjadi apa-apa di sekitarnya, hingga akhirnya ia sampai di sebuah ruangan 'mewah' dan langsung masuk ke dalam setelah Khusni masuk duluan. Di dalam ruangan itu, banyak sekali barang mewah yang didekorasi dengan rapih dan indah, ada televisi layar sentuh, tiga botol 'wine' berkualitas tinggi yang diletakkan di meja kayu jati dengan taplak yang terbuat dari emas, sampai ruang 'dojo' pribadi. Astaroth langsung duduk santai di sofa biru dengan brand ternama. Ruangan itu adalah penjara Astaroth yang merupakan manusia paling 'ditakuti' oleh seluruh dunia, bahkan, pemerintah Indonesia terpaksa harus menutup mulut atas 'kejahatan' yang dilakukan Astaroth yang bahkan mampu menghancurkan ribuan penegak hukum serta ratusan 'tank' dengan sangat mudah. Astaroth memiliki julukan. Julukannya adalah 'Kebal Hukum'. Bukan karena punya banyak uang penjara Astaroth bisa semewah itu, tapi karena 'kekuatan'.
Tidak lama kemudian datanglah seorang sipir penjara berkumis lebat dengan membawa lima orang berotot kekar. Satu diantaranya ada 'Ninja' dan 'ahli beladiri' berseragam serba oranye.
"Tuan Kebal Hukum, ini mainan hari ini," ucap si sipir berkumis sambil melakukan pose 'hormat bendera'. "Seperti biasa, saya akan langsung memperkenalkan siapa mereka. Theodore!"
Mendengar namanya dipanggil, Ninja bernama Theodore itu maju ke depan.
"Dia adalah Theodore Rucci, Ninja Arizona. Kekuatan fisik dan kecepatannya tidak perlu diragukan lagi," kata sipir berkumis tadi. "Senjata utamanya adalah Lion Sword yang terbuat dari baja Vibranium dan ditempa oleh penempa Arizona yang sangat ahli dalam bidangnya, menjadikan pedang itu pedang yang mampu memotong apa saja yang ada di dunia ini. Tapi, jangan remehkan juga senjata rahasianya seperti shuriken miliknya."
"Baiklah Ninja Arizona, aku bertaruh kalau Lion Sword-mu tidak mampu menembus kulitku, maksimal hanya mampu memberikan goresan kecil," ucap Astaroth santai.
Theodore langsung terprovokasi. "Apa tuan ingin mencobanya?"
Astaroth langsung memberi isyarat dengan tangannya agar Theodore segera menyerang. Dan, tanpa basa-basi lagi Theodore mencabut pedang yang tersampir di sarung hitam di punggungnya lalu segera menusuk Astaroth dengan pedang bernama Lion Sword itu.
TRANKK!
Lion Sword Theodore langsung patah begitu menyentuh dada Astaroth. Sontak yang ada disana kaget bukan main, terlebih Theodore sendiri. Sementara Astaroth hanya tersenyum miring.
"Kau gagal, Ninja!" ucap sipir berkumis dengan tegas. "Sekarang, ayo keluar!" ajaknya sambil menarik Theodore keluar.
"Rumor yang beredar tentang Tuan Kebal Hukum ternyata nyata," gumam pria berpakaian beladiri serba oranye sambil menelan ludah.
"Baik, selanjutnya-"
"Aku mau dia!" Astaroth memotong kata-kata si sipir berkumis sembari menunjuk pria botak berbahu tegas yang hanya mengenakan tanktop hitam.
"Namanya Edward, tuan. Dia pembunuh berdarah dingin dari Australia. Ia tak mahir beladiri, tapi, pukulan berenangnya sudah menewaskan ratusan ribu orang, bahkan masih banyak yang tak terhitung. Semasa hidup ia tak pernah bertarung menggunakan senjata," si sipir berkumis menjelaskan.
"Tuan Kebal Hukum, bagaimana jika kita membuat kesepakatan?" tanya Edward.
Astaroth menaikkan alisnya. "Kesepakatan macam apa itu?"
"Aku sudah mendengar rumor tentangmu sangat mendetail. Kabarnya kau punya organisasi teroris bernama 'Black Heaven' yang terdiri dari anggota biasa dan anggota inti. Jika pukulanku berhasil membuatmu pingsan, jadikan aku anggota inti Black Heaven," jawab Edward.
Lagi-lagi, Astaroth tersenyum miring. "Boleh. Tapi, jika aku kecewa padamu, aku akan membunuhmu hari ini juga."
Semua yang ada disana bergidik ngeri, kecuali Edward sendiri.
"Aku sepakat," ucap Edward. "Selama ini tidak ada yang bisa membunuhku. Mungkin aku akan sangat senang jika ada yang bisa membunuhku, apalagi jika kau orangnya. Aku merasa sangat terhormat."
"Bisa dimulai sekarang?" Astaroth memberikan aba-aba.
Edward pun mengepalkan kedua tangannya dengan sangat kuat, hingga semua urat tubuhnya menonjol, sebelum akhirnya memukuli kepala Astaroth dengan kedua tangannya secara bergantian, tangannya mirip seperti orang yang sedang berenang gaya bebas. Ia terus memukul tanpa henti sampai akhirnya Astaroth berteriak kesakitan dan ambruk. Tentu saja hal itu membuat semua yang ada di ruangan tersebut kaget bukan kepalang, berbeda dengan Edward yang tersenyum penuh kemenangan.
"Padahal aku sudah melemahkan pukulanku, tapi ternyata kekuatanmu hanya sebatas itu. Selama ini aku telah salah menilaimu. Tapi tenang saja, meski kau kalah hari ini, aku tidak akan menggantikanmu menjadi pemimpin Black Heaven," kata Edward sambil tertawa.
Tiba-tiba, Astaroth mendongahkan kepalanya. "Bercanda..."
Edward pun langsung shock melihatnya, sebelum tiba-tiba perutnya ditonjok Astaroth hingga tangan Astaroth tembus ke belakang dan menyipratkan darah segar. Nyawa Edward melayang hari itu juga. Semua orang langsung merasakan kengerian yang kuat dari pemandangan yang baru saja mereka saksikan.
"Mengecewakan," ucap Astaroth seraya menarik kembali tangannya yang membuat tubuh Edward jatuh ke lantai.
Setelah membayar denda di kantor polisi, One Hit akhirnya dilepaskan dan kembali ke kampus. Sesampainya di kampus, One Hit yang bernama asli 'Cantika' itu langsung pergi ke atap kampus dan nongkrong bersama teman-temannya yang sering bolos di jam pelajaran. Cantika dan teman-temannya adalah orang teratas di Futuran University yang hampir menguasai Futuran. Jika tidak ada pria bernama 'Greatman', sudah pasti Cantika berhasil mengusai kampus tersebut. Karena Greatman belum dikalahkan, maka tak semua orang tunduk pada Cantika. Greatman adalah satu-satunya orang yang tidak tumbang terkena pukulan ataupun tendangan Cantika berkali-kali di saat semua orang-orang kuat yang ada di kampus dibuat masuk rumah sakit cuma dengan sekali pukulan atau tendangan. Karena hal itulah Cantika akhirnya dijuluki One Hit. Cantika juga tidak dinilai dari keseksiannya, melainkan dari kekuatan. Saat pertama masuk kampus, tiga orang pria (yang saat ini sudah jadi anak buahnya) yang mencoba melecehkannya langsung dihantam oleh Cantika dan mereka langsung tumbang serta masuk rumah sakit karena pukulan Cantika. Sejak saat itu, tidak ada yang berani macam-macam pada Cantika, bahkan Cantika diangkat menjadi pemimpin 'Ironman' yang tadinya diketuai oleh Beno yang merupakan salah satu orang yang melecehkan Cantika di hari pertamanya. Beno adalah orang terkuat di Futuran yang bahkan tidak ada satupun yang berani menyentuh kepalanya. Cuma Cantika yang berani menyentuh, tidak, memukulnya hingga masuk rumah sakit. Hanya Greatman yang mampu mengalahkan Cantika. Sayangnya, Greatman adalah seorang 'lonewolf' yang tidak tertarik menguasai Futuran dan juga tidak tertarik bergabung dengan geng atau fraksi manapun di Futuran.
"Keparat mana yang berani mengganti namamu di tembok atas menjadi 'Rainer Dzulfiqar'?" tanya pria gemuk dengan bibir bawah agak tebal dan memakai kaos dan celana panjang hitam pada Cantika yang tengah duduk di sampingnya. Dialah Beno.
Cantika mengangkat bahunya.
"Jika ketemu, kita hajar saja!" timpal pria berambut tipis bagian samping.
"Rainer Dzulfiqar. Hmm ... Namanya seperti nama teman masa kecilku," sambung seorang gadis bermata monolid yang langsung mendapat tatapan tajam dari Cantika dan dua pria di dekatnya.
"Masa iya, Diva?" tanya Cantika.
"Mungkin saja." Diva menjawab dengan suara kecil.
"Siapapun dia, kita buat dia tahu siapa kita!" ujar Beno.