Di lain pihak, tepatnya di sebuah ruangan dalam kantor polisi, nampak Rainer yang tengah berdiri menatap seorang gadis berjas merah muda. Rainer telah diundang lewat telepon oleh gadis tersebut setelah Rainer pulang kuliah.
"Terimakasih sudah menerima undangan dari agen rahasia negara. Maukah kamu bekerja untuk kami? Bayarannya cukup untuk membuatmu hidup lebih layak."
"Apa yang harus kukerjakan?" tanya Rainer.
"Menangkap semua anggota Black Heaven, hidup atau mati!"
Rainer tiba-tiba kaget. "Black Heaven?? Baik, dengan senang hati kalau begitu."
"Astaroth pemimpin Black Heaven telah berjanji jika ada yang bisa mengalahkan organisasinya, Astaroth beserta semua anggota Black Heaven rela dihukum mati," kata gadis tersebut. "Tapi, yang harus kau tahu, Black Heaven memiliki anggota inti berisi orang-orang berkemampuan kelas atas."
Gigi Rainer gemelutuk. Ia nampak geram. "Akan kupastikan mereka mati di tanganku!"
Gadis tadi tertawa kecil. "Semangat sekali. Oh iya, namaku Via. Salam kenal sebelumnya."
Rainer hanya mengangguk.
"Kami akan menyokongmu dengan apa saja yang kau perlukan dalam tugas ini," ucap Via. "Ngomong-ngomong, kau butuh senjata?"
"Untuk saat ini tidak." Rainer menjawab dengan nada dingin.
Via membuka beberapa lembar catatan di sebuah buku besar. "Sekarang, pergilah ke Kramat Jati. Kabarnya disana ada pengedar narkoba yang menurut salah satu orang yang kami tangkap pengedar itu adalah anggota Black Heaven."
Setelah itu, Rainer pergi ke tempat yang tertera di map yang Via tunjukkan, di daerah Kramat Jati. Setibanya disana, Rainer pun duduk di salah satu kursi panjang kayu yang ada di taman sepi tersebut. Tak lama, seorang pria berjanggut dan berkacamata hitam bersama dengan beberapa orang berjas hitam datang menghampiri Rainer.
"Mas, mau barang nggak?" tanya pria berjanggut tersebut pada Rainer.
"Hm?" Rainer menautkan alis.
"Kalau mau, saya kasih harga murah khusus hari ini nih, mas." Pria berjanggut lantas mengeluarkan seplastik kecil pil berwarna merah dan menyodorkannya pada Rainer.
"Mas, nggak takut ketahuan polisi nawarin saya barang ini?" tanya Rainer.
Pria berjanggut tersebut tertawa. "Selon Kramat Jati nggak tersentuh hukum. Jadi tenang saja."
"Kayaknya yang kamu tawarin ke saya itu barang palsu," ujar Rainer.
Si pria berjanggut tercekat, begitu pula orang-orang berjas hitam yang mendampinginya.
"Khuh, udah tahu rupanya," dengus si pria berjanggut sambil mendekat ke wajah Rainer. "Kamu polisi, kan? Saya belum pernah ngelihat kamu sebelumnya. Saya juga bisa ngelihat dengan jelas cctv kecil nyempil di telingamu. Udah punya nyawa berapa datang kesini?"
Rainer tersenyum sarkastis. "Coba pegang kacamatamu yang sebelah kiri!"
"Hah?" Si pria berjanggut yang tak begitu mengerti memegang kacamata bagian kirinya.
KRTAK!
Tiba-tiba kacamata bagian kiri pria berjanggut tersebut pecah.
Si pria berjanggut mematung untuk beberapa saat. "Ke-kenapa nih??"
"Saya tonjok barusan," ucap Rainer santai.
"A-apa??? Sejak kapan???" si pria berjanggut kaget bukan main sekaligus kebingungan.
"Sejak kamu masuk ke areaku," kata Rainer masih tetap santai.
Tentu saja hal itu membuat si pria berjanggut dan empat pria yang mendampinginya sangat sangat terkejut. Si pria berjanggut pun memberi aba-aba pada empat orang kawanannya untuk menyerang Rainer. Mereka melingkari Rainer sambil mengeluarkan pistol dan menodongkannya pada Rainer.
Rainer tersenyum sinis, sebelum akhirnya si pria berjanggut memerintahkan keempat orang yang melingkarinya itu menarik pelatuk pistol mereka. Namun, begitu ditarik, pistol mereka tak mengeluarkan apa-apa. Hal di luar dugaan itu tentu saja mengejutkan mereka semua.
"Ke-kenapa?" gagap si pria berjanggut.
Rainer mengangkat tangannya. Tangannya terlihat menggenggam empat tempat peluru pistol. " Hm.." Dengan santainya ia menunjukkan itu pada orang-orang tersebut yang membuat mereka membelalak.
"Se-sejak kapan??" ucap si pria berjanggut terbata.
"Biar kuberitahu ya, kecepatanku tadi sekitar 500 meter perdetik," ucap Rainer dingin. "Lebih baik kalian menyerah sekarang! Sebelum aku bertindak lebih jauh!" ancamnya.
"Tidak mungkin!" Si pria berjanggut terkejut bukan main. "Dia lebih cepat dari peluru!" Ia yang makin ketakutan langsung lari, diikuti oleh empat anak buahnya.
Akan tetapi, Rainer bersalto dan langsung tiba dihadapan mereka. "Kalian tidak bisa kemanapun sekarang."
Semuanya kaget dan ketakutan. Bagi mereka saat ini, Rainer adalah monster yang siap memangsa mereka kapan saja.
"A-ampuni kami... Tolong biarkan kami pergi!!" ucap si pria berjanggut sambil sujud dihadapan Rainer dan diikuti empat anak buahnya.
"Bangun kalian!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang di belakang Rainer.
Perlahan, Rainer menoleh ke belakang. Persis beberapa meter di belakangnya, nampak seorang pria bertubuh 'robot' dengan warna dominan biru-putih, berambut kuning, serta bermata hijau.
"Sang Manusia Super, Tuan Xyborg!" Si pria berjanggut dan keempat anak buahnya mengenali pria robot tersebut.
Xyborg
"Kalian pergilah!" perintah Xyborg. "Biar orang ini aku yang urus!"
"Te-terimakasih, Tuan Xyborg!" kata si pria berjanggut, sebelum akhirnya lari tunggang langgang bersama anak buahnya.
Rainer menatap tajam Xyborg, sementara Xyborg menyunggingkan senyum sinis.
"Kau hebat juga rupanya. Aku sudah melihat semuanya dari atas sana!" Xyborg menunjuk ke arah atap sebuah bangunan kosong. "Tapi sayang sekali, kau akan kuhabisi disini!"
"Hm." Rainer langsung memasang kuda-kuda dengan kedua tinju mengepal dekat pipi yang mirip dengan kuda-kuda tinju.
Xyborg cuma berdiri dengan santainya sambil mengibaskan tangan, mengisyaratkan Rainer untuk segera menyerangnya.
Rainer menurutinya. Ia berlari ke depan dan segera melesatkan tinju ke wajah Xyborg. Tapi, Ketika terkena tinjuan Rainer, Xyborg tak bergeming sedikitpun dan suara pipi Xyborg yang terhantam lebih mirip suara besi yang terhantam sesuatu.
"Cuma segitu?" cemooh Xyborg.
Rainer kaget. Namun ia tak berhenti sampai disitu. Ia meninju dada dan perut Xyborg berulang kali dengan kedua tangan secara bergantian hingga berbunyi 'KLANK! KLANK! KLANK! KLANK! KLANK!' Tapi Xyborg tetap berdiri tegak tanpa bergeser sedikitpun.
"Kini giliranku!" Xyborg langsung meninju perut Rainer bertubi-tubi, sebelum akhirnya melancarkan tendangan keras di dadanya yang membuat Rainer terlontar jauh dan terbentur di salah satu bangunan hingga bangunan tersebut retak.
Xyborg mengangkat tangan kanannya. Beberapa peluncur 'misil' kecil muncul dari beberapa bagian besi tangannya yang terbuka. Misil-misil tersebut langsung meluncur ke arah Rainer dan kemudian meledak, membuat tempat Rainer terjatuh tadi hancur.
Namun, hal tak terduga terjadi. Ketika asap akibat ledakan menipis, muncul angin yang sangat kuat yang berasal dari tubuh Rainer. Mata Rainer seluruhnya berubah menjadi merah menyala. Garis melengkung muncul di atas dan bawah mata kirinya.
Xyborg nampak kaget. Tapi saat itu, kekagetannya langsung dibalas dengan pukulan keras dan sangat cepat oleh Rainer yang kali ini mampu membuatnya kesakitan, sebelum kemudian Rainer menghantam perut Xyborg dengan tinju kanannya hingga Xyborg terlempar dan baja di perutnya hancur berantakan, memperlihatkan kabel-kabel serta beberapa komponen listrik.
Xyborg merasa tak bisa melanjutkan pertarungan. Ia pun terbang ke langit dengan jetpack mini di kakinya meski terbangnya sempoyongan.