Chereads / Pendekar Naga Harimau (Novel Kultivasi Indonesia) / Chapter 5 - Chapter 5: Perbedaan

Chapter 5 - Chapter 5: Perbedaan

Rainer yang keluar dari kafe berjalan melewati belakang kampus. Disana, ia yang melihat beberapa orang yang sedang merokok dan mabuk-mabukan langsung menghampiri mereka.

"Ada apa, bang? Mau rokok?" Salah satu diantara mereka yang mengenakan kaos biru dan berambut runcing menyodorkan bungkus rokok pada Rainer.

Rainer menolaknya dengan isyarat tangan.

"Lantas kenapa kau menghampiri kami?" tanya salah seorang lagi. Rambutnya gondrong dan dikuncir. Kumis panjang nampak menghiasi wajahnya.

"Kalian tahu siapa itu Greatman?" tanya Rainer.

Semua yang ada disana mendelik lalu saling pandang.

"Memangnya kenapa, bang?" tanya si gondrong berkumis.

"Aku ingin berduel dengannya!"

Sontak kata-kata Rainer membuat mereka mendelik dan saling pandang lagi.

"Lebih baik kau urungkan niatmu. Kau tidak akan menang!" kata salah satu diantara mereka yang berambut merah.

"Kenapa kau bisa bilang begitu?" Rainer kembali bertanya.

Si rambut merah menghembuskan asap rokoknya. "Disini tak ada yang mampu melawannya. Kira-kira ada 10 orang yang menantangnya, dan semuanya kalah."

"Tidak! Kudengar 50!" kata si gondrong berkumis.

"Salah! Kudengar 100!" bantah si jabrik kaos biru. "Dan semuanya koma di Rumah Sakit.

"Masa iya?! Itu berlebihan!" sambar si gondrong kumis.

"Itu fakta. Kau mau membantah bagaimana?!" Si jabrik kaos biru menyanggah.

Tiba-tiba orang-orang itu terdiam. Mereka yang melihat ke belakang Rainer langsung cemas dan akhirnya lari ketakutan. Merasa penasaran, Rainer pun berbalik ke belakang. Disana ternyata ada seseorang berbadan tinggi besar mengenakan sweater hitam dengan kupluk menutupi kepalanya.

"Greatman kah?" gumam Rainer.

Orang berbadan besar itu tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya berlalu begitu saja meninggalkan Rainer.

---

Atap kampus...

"Jadi benar, pria itu teman masa kecilmu?" tanya Cantika pada Diva yang duduk bersebelahan dengannya di sebuah sofa yang nampak agak usang, lengkap dengan coret-coretan.

Diva mengangguk. "Kulihat dari foto yang beredar memang dia."

"Kuharap kau jangan menahanku! Aku ingin dia membayar atas perbuatannya!" balas Cantika.

"OY, ONE HIT!!!"

Suara itu membuat Cantika dan Diva menengok ke belakang dan Cantika langsung berdiri. Dilihatnya dua orang berjaket merah lambang 'tank' tengah berjalan ke arahnya. Satu berkulit hitam dan berambut gimbal yang diikat bagian belakangnya, lalu yang satu lagi memakai topi koboi dan berkulit putih. Badan mereka berdua besar dan kekar.

"Apa mau kalian?" tanya Cantika.

"Aku ingin puncaknya Futuran! Jika aku mengalahkanmu, namaku akan terpajang di atap kampus yang paling terhormat ini dan kampus ini akan jadi milik 'Tank Berdarah'!" kata si rambut gimbal.

"Kalau begitu, buktikan!" Cantika mengibas-ngibaskan tangannya, menantang mereka untuk menyerangnya.

Si gimbal yang sudah dekat dengan Cantika langsung mengepal kedua tangannya kuat-kuat, sebelum akhirnya melayangkan sebuah tinjuan ke wajah Cantika. Tapi Cantika cuma menghindar tipis ke kiri. Masih belum puas, si gimbal melesatkan tinju satunya lagi. Tapi, Cantika kembali mengelak tipis, kali ini ke kanan.

"Keparat!! Jika aku menang, akan kuremas dadamu!" Si gimbal segera melakukan tinju cepat berkali-kali yang sayangnya semua mampu dihindari Cantika dengan mudah.

"Giliranku." Cantika pun meninju perut si gimbal yang membuat pemuda itu melesat jauh ke belakang dan menubruk pagar sampai pagar tersebut hancur.

"Sialan kau wanita jalang!" Kali ini, giliran si topi koboi. Ia berlari, melompat, kemudian meluncurkan pukulan ke arah kepala Cantika.

Namun, Cantika mampu menghindarinya dengan enteng, sebelum kemudian ketika si topi koboi mendarat, wajahnya dihantam oleh tinju Cantika hingga pemuda itu terlempar jauh ke samping dan menubruk tembok hingga retak.

"Mulai sekarang, kalian menjadi anak buahku. Jika menolak, jangan harap bisa kuliah disini dengan tenang," ucap tegas Cantika. Ia lalu pergi, diikuti oleh Diva di belakangnya.

Kembali ke Rainer. Di tengah perjalanannya masuk ke kampus, mendadak seseorang menepuk bahunya. Orang itu adalah pemuda tinggi kurus berkemeja ungu-putih dan berambut pendek acak-acakan.

"Hm?" sahut Rainer malas.

"Kau Rainer Dzulfiqar, kan? Kumohon tolong aku...," ucap pemuda itu.

"Tolong apa?" tanya Rainer.

"Aku Rafa. Aku sedang diincar geng Benteng Baja. Ketua gengku, Abdurrochman belum datang. Saat ini, aku ingin buang air kecil di kamar mandi. Tolong jaga aku...." pemuda itu memelas.

"Ada upah?" Rainer bertanya dengan wajah datar.

"Upah??" Dahi Rafa mengernyit.

"Jika tidak ada upah, jangan harap aku mau kau suruh seperti itu," balas Rainer.

"Ohh... Ng ... Baiklah, 100.000?" ujar Rafa.

"200.000 aku jalan," kata Rainer sambil memangku tangan.

Rafa mengangguk. "Baik!"

Rainer dan Rafa pun masuk ke dalam kampus. Dan benar saja, begitu berjalan beberapa langkah, mereka berdua langsung dihadang 5 orang.

"Mundur!" perintah Rainer dengan nada datar yang langsung diiyakan oleh Rafa.

"Hoo... Rainer Dzulfiqar? Serahkan dia pada kami!" ujar salah satu dari kelima orang itu. Ia mengenakan rompi hitam garis merah dan berambut emo.

"Langkahi aku dulu!" Rainer berkata dengan dingin.

Si rambut emo tersenyum miring. Ia kemudian mengeluarkan tongkat baseball dari balik rompinya. "Lihat ini! Ini bergoyang-goyang!" ucapnya sambil memutar-mutar tongkat baseball itu sampai tongkat tersebut bengkok dimana-mana.

Rafa bergidik. "Mereka semua memiliki tangan yang keras bagai baja. Aku tak mau mati muda!"

"Bagaimana? Mau menyerahkan Rafa? Atau kau kubuat seperti tongkat baseball itu? Aku tak takut pada siapapun, sekalipun dia sudah mengalahkan Preman Faust!" kata si rambut emo yang kemudian tertawa, diikuti dengan beberapa orang lagi yang juga ikut tertawa.

"Sudah kubilang, langkahi dulu aku!" ucap Rainer dengan dingin namun santai.

Si emo memberi isyarat pada beberapa orang disampingnya untuk menyerang Rainer. Mereka semua pun maju menyerang Rainer dengan tongkat baseball di masing-masing tangan mereka.

Terkesiap, Rainer mengelak dari salah satu hantaman tongkat baseball pemuda berambut punk, lalu menendang salah seorang lagi yang ingin menghantamnya hingga orang itu jatuh terduduk. Sementara si rambut punk ditendang persis di bagian dagu oleh dengkul Rainer, sebelum kemudian Rainer menghantam dadanya dengan tinju yang sangat kuat hingga si punk mundur dan muntah darah. Lalu setelah menghindari pukulan baseball dari pemuda bertopi, Rainer melangkah ke samping kiri pemuda itu dengan cepat dan membantingnya dengan cara menarik kepalanya ke bawah hingga jatuh dengan keras menghantam lantai. Melihat hal itu, satu orang sisanya bergidik ngeri. Perlahan, Rainer menghampirinya dan mengambil tongkat baseballnya.

"Ini bergoyang-goyang," ucap Rainer sambil memutar-mutar tongkat baseball tersebut, seperti yang dilakukan si emo tadi.

Tongkat baseball itu pun penyok di berbagai sisi. Si emo sangat terkejut, sementara orang yang diambil tongkat baseballnya tadi langsung lari tunggang langgang.

"Akan kulaporkan kau pada ketua kami!" ucap si emo sebelum akhirnya pergi.

Rafa langsung menghela napas kelegaan. Ia yang ditemani Rainer pun segera ke toilet. Usai menuntaskan misinya buang air kecil, ia memberi uang 200.000 pada Rainer.

"Terimakasih. Nyawa lebih berharga dibanding uang," kata Rafa. "Oh iya, bisa tidak sekalian mengantarku ke kelas?"

"Tugasku selesai sampai disini." Rainer lalu melangkah pergi.

"Hey, tunggu! Hey!" teriak Rafa. Tapi diacuhkan oleh Rainer yang terus berjalan.