Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Awal Perjalanan di Ujung Waktu

Asada_Sinon
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
553
Views
Synopsis
Sukma terbangun di sebuah pulau besar yang dikelilingi laut yang luas. ia tak tahu bagaimana ia bisa sampai kesini, satu satunya petunjuk adalah mimpi yang ia alami saat pertama kali ada di sini
VIEW MORE

Chapter 1 - chapter 1

Mimpi Aneh

MIMPI ANEH

Sukma, 17 tahun, merebahkan tubuhnya ke kasur. Hari itu melelahkan, dan rasa kantuk segera menyergapnya. Ia memejamkan mata, napasnya perlahan teratur, lalu tertidur pulas.

Namun, tidur itu tidak membawa ketenangan. Dalam mimpi, Sukma melihat seorang lelaki tua dengan pakaian sederhana, berdiri di tengah kegelapan. Wajah lelaki itu samar-samar terlihat, namun matanya memancarkan sesuatu yang tajam, seperti sedang menilai Sukma. Bibirnya bergerak, berbicara, tetapi tidak ada suara yang keluar. Sukma mencoba mendekat, tetapi kakinya terasa berat, seperti tertanam ke tanah.

Lelaki itu mendadak berhenti, menatapnya dengan intens. Dari kejauhan, Sukma dapat menangkap sedikit gerakan bibirnya: "Kau... harus... mereka...". Kata-kata itu terdengar kabur, namun cukup untuk membuat dada Sukma sesak.

Sebelum ia sempat bereaksi, bayangan lelaki itu perlahan menghilang, digantikan oleh suara...

"Ahh! Kepiting ini gila! Dia mencapit hidungku!" teriak seseorang.

Sukma tersentak bangun, kaget. Ia memandang sekeliling dengan napas tersengal. Bukannya menemukan kamarnya yang biasa, ia melihat pasir basah, pohon-pohon tinggi, dan ombak bergulung di kejauhan. Di dekatnya, Ferli memegangi hidung sambil mengumpat kecil.

"Apa… apa ini?" Sukma bertanya, suaranya gemetar. "Di mana kita?"

Ferli, masih kesal, menunjuk ke seekor kepiting kecil yang menjauh. "Entahlah… tapi yang jelas, kita nggak bisa tinggal diam di sini. Kita butuh tempat berlindung!"

Ari berdiri, menepuk-nepuk celananya yang penuh pasir. "Dan makanan! Kita harus cari sesuatu untuk dimakan!"

Sukma mencoba mencerna situasi ini. Semua ini terasa seperti mimpi buruk, tetapi udara asin yang menusuk hidungnya dan pasir kasar di bawah kakinya terasa terlalu nyata. Ia mengedarkan pandangan, melihat teman-temannya satu per satu—Ferli, Apri, Yuji, Ikri, Jara, Ari, Tian, Rabka, Mena, dan Syifatul—semuanya tampak bingung dan ketakutan.

Tian, yang biasanya pendiam, angkat bicara. "Aku nggak tahu gimana kita sampai di sini. Tapi kita harus kerja sama kalau mau bertahan."

Kata-kata Tian menyadarkan Sukma. Ia harus mengambil keputusan. "Baik. Kita nggak tahu apa yang ada di pulau ini, jadi kita harus bergerak cepat. Kita akan bagi menjadi tiga kelompok: pencari makanan, pencari bahan bangunan, dan aku akan mencari tempat strategis serta sumber air."

Ari mengangguk setuju. "Itu rencana bagus. Tapi kita harus hati-hati."

Sukma melanjutkan, "Kelompok pertama: Ferli, Apri, Yuji, Ikri, dan Jara—kalian bertugas mencari makanan. Kelompok kedua: Ari, Tian, Rabka, Mena, dan Syifatul—cari bahan bangunan yang bisa kita gunakan untuk tempat tinggal. Aku sendiri akan menyusuri area ini untuk mencari sumber air sekaligus tempat yang cocok untuk kita menetap."

Setelah membagi tugas, mereka segera bergerak. Teman-temannya menyebar ke berbagai arah, meninggalkan Sukma sendirian di jalurnya. Ia berjalan perlahan, memandang sekitar sambil terus melamun.

"Apa yang harus kita lakukan setelah ini? Bagaimana kalau kita nggak bisa keluar dari sini?" pikirnya.

Langkahnya terhenti saat ia melihat sungai kecil yang mengalir tenang. Rasa lega membanjiri dadanya. "Akhirnya… air bersih," gumamnya, berjalan mendekat.

Namun, sebelum ia sempat menguji apakah air itu layak diminum, kakinya terpeleset di bebatuan licin. Sukma terjatuh ke dalam air dengan tubuh terhentak keras.

"Sial!" Ia berusaha menggapai tepian, tetapi arus sungai ternyata lebih deras dari yang terlihat. Tubuhnya terseret beberapa meter sebelum ia berhasil meraih akar pohon yang menjulur dari pinggir sungai.

Setelah berhasil memanjat kembali ke daratan, Sukma duduk terengah-engah. Saat itulah ia melihat sesuatu di dasar sungai, berkilauan terkena sinar matahari. Sebuah benda logam berbentuk bulat dengan ukiran rumit yang tampak kuno.

"Apa ini?" Sukma bertanya pada dirinya sendiri, matanya terpaku pada benda itu. Entah kenapa, ia merasa benda itu bukan sekadar artefak biasa—seolah benda itu memanggilnya.

Sukma menyadari satu hal: pulau ini menyimpan rahasia besar. Dan apa pun itu, ia tahu bahwa dirinya tidak bisa mengabaikannya.