Chereads / Entertainment Heroes in Another World (Bahasa Indonesia) / Chapter 17 - Pertemuan Sosial Para Gadis

Chapter 17 - Pertemuan Sosial Para Gadis

Di taman megah keluarga Esterval, sekelompok gadis bangsawan berkumpul dalam pertemuan sosial rutin mereka. Paviliun marmer yang indah menjadi tempat mereka menikmati sore, dikelilingi aroma wangi mawar dan pohon magnolia yang sedang berbunga. Perbincangan mereka kali ini, alih-alih tentang mode atau politik, dipenuhi dengan antusiasme mengenai manga—fenomena baru yang tengah menggegerkan kalangan bangsawan muda.

Lady Camille, putri sulung keluarga Marchioness dari Esterval, adalah gadis berusia 18 tahun dengan rambut cokelat gelap dan tatapan penuh rasa ingin tahu. "Aku tidak bisa berhenti memikirkan Your Name. Mitsuha dan Taki... mereka benar-benar membuatku terhanyut," katanya dengan senyum penuh semangat. "Aku hampir menangis ketika mereka saling mencari, meskipun terpisah oleh waktu."

Lady Beatrix, putri kedua keluarga Count dari Lavendale, seorang gadis 17 tahun dengan rambut pirang keemasan dan mata biru seperti safir, mendengus kecil sambil meletakkan cangkir tehnya. "Terlalu dramatis untukku. Doraemon jauh lebih menarik! Bayangkan jika aku memiliki pintu ke mana saja. Aku bisa langsung pergi ke butik favoritku di ibu kota tanpa harus repot-repot naik kereta."

Lady Aveline, putri ketiga dari keluarga Baron Winsley, yang baru berusia 16 tahun, menatap Beatrix dengan ekspresi lembut tetapi penuh ketegasan. "Beatrix, kau benar-benar mengabaikan nilai emosional dalam cerita seperti Your Name. Bagaimana mungkin kau tidak tersentuh oleh perjuangan cinta mereka?"

"Memangnya aku bilang tidak tersentuh?" jawab Beatrix dengan alis terangkat. "Aku hanya bilang aku lebih suka cerita yang ringan. Lagipula, jika aku bisa punya alat seperti pintu ke mana saja, aku bisa langsung pergi ke toko roti favoritku di ibu kota kapan saja!"

Camille tertawa kecil, menutup mulutnya dengan tangan. "Tapi kau harus mengakui, adegan saat mereka akhirnya bertemu itu sangat... sempurna. Rasanya seperti dunia benar-benar memihak mereka pada saat itu."

Aveline mengangguk dengan penuh semangat. "Benar sekali. Aku sampai membaca ulang bagian itu tiga kali. Rasanya seperti mereka benar-benar ditakdirkan bersama."

Beatrix menghela napas dan memutar mata. "Kalian ini terlalu sentimentil. Aku lebih penasaran kapan volume kedua Doraemon akan tersedia. Hanya volume pertama yang dikirimkan? Duke keluarga Carvalon benar-benar menguji kesabaranku!"

Aveline terkikik. "Keluarga Carvalon memang cerdas. Mereka tahu kita akan tergila-gila dengan cerita ini, jadi mereka menjual volume berikutnya nanti. Strategi yang cukup brilian, meski sedikit menyebalkan."

"Kau menyebutnya cerdas, aku menyebutnya kejam," kata Beatrix dengan nada setengah bercanda. "Aku tidak sabar menunggu. Bayangkan jika aku bisa melihat alat lain dari kantong ajaib Doraemon di volume berikutnya! Oh, mungkin sebuah mesin untuk membuat gaun secara instan?"

Camille tersenyum, lalu meminum tehnya. "Aku harus mengakui, Duke Carvalon memang memiliki visi yang luar biasa. Siapa sangka seorang bangsawan seperti beliau menciptakan sesuatu yang bisa menyentuh hati kita semua? Tapi ini juga membuatku bertanya-tanya, bagaimana beliau bisa menemukan ide-ide cerita seperti ini?"

"Entahlah," jawab Aveline. "Tapi aku mendengar manga ini juga menarik perhatian kalangan rakyat biasa. Itu artinya, Duke Carvalon tidak hanya menciptakan sesuatu untuk kita, para bangsawan, tetapi juga untuk semua orang."

"Memang, itu sesuatu yang luar biasa," kata Camille, matanya berbinar. "Tapi tetap saja, aku berharap beliau bisa mengirim lebih dari satu volume sekaligus. Ini benar-benar menyiksa!"

"Benar," Beatrix menyela, suaranya terdengar penuh antusiasme. "Aku sudah membayangkan apa yang akan terjadi di volume kedua. Mungkin ada cerita di mana Doraemon membantu Nobita menjadi lebih berani, atau mungkin alat baru yang bisa membuat apa saja menjadi kenyataan!"

Aveline tersenyum kecil. "Sementara aku penasaran bagaimana perjalanan Naruto akan berlanjut. Aku ingin tahu apakah dia akhirnya diakui oleh orang-orang di sekitarnya."

Diskusi mereka berlanjut dengan semangat. Setiap gadis membawa pandangan dan imajinasi mereka sendiri tentang manga yang baru saja mereka temukan. Mereka saling berdebat, berbagi pendapat, dan tertawa bersama.

Ketika matahari mulai terbenam, dan lentera-lentera taman mulai dinyalakan, suasana menjadi lebih intim. Para gadis merasa bahwa pertemuan ini lebih dari sekadar acara minum teh biasa. Mereka telah menemukan sesuatu yang menghubungkan mereka, sesuatu yang melampaui status atau usia mereka. Manga telah menjadi jembatan yang menyatukan mereka dalam kegembiraan dan diskusi.

Di tengah keasyikan mereka, Beatrix tiba-tiba berseru, "Kita harus mengatur pertemuan lagi setelah volume kedua tersedia! Aku tidak bisa membayangkan membahas cerita ini tanpa kalian."

Camille dan Aveline saling berpandangan, lalu tertawa kecil. "Setuju," kata Camille. "Pertemuan ini bukan hanya tentang minum teh lagi. Ini tentang berbagi cerita, imajinasi, dan mimpi-mimpi yang baru."

"Dan," tambah Aveline, tersenyum nakal, "tentang menunggu Duke Carvalon mengirimkan lebih banyak manga!"

Tawa mereka menggema di taman, mengiringi cahaya lentera yang semakin menerangi malam. Di dalam hati mereka, setiap gadis merasakan kegembiraan yang baru, seperti halaman-halaman manga yang belum selesai dibuka.