Hari kembali dimulai. Seperti biasa, aku mulai keseharian dengan menatap langit-langit, merencanakan apa saja yang harus dilakukan dan diselesaikan hari ini. Tentu tidak perlu waktu lama karena memang tidak banyak hal yang perlu dipikirkan dan direncanakan. Hari ini tentu akan seperti hari-hari sebelumnya. Aku melangkahkan kaki keluar dari kasur dan kamar tidur, meninggalkan selimut yang tergulung tidak rapi. Hanya dibutuhkan sepuluh langkah dari kamarku menuju kamar mandi, hanya perlu sepuluh menit untuk membersihkan diri dan menghilangkan sisa-sisa kantuk dan rasa lelah dari hari sebelumnya. Aku kembali melangkahkan kaki menuju kamar untuk merapikan kembali kasur dan selimutku. Kasurku tidak bisa merapikan dirinya sendiri bukan? Aku hanya ingin bisa menikmati kembali tidurku ketika aku selesai dengan segala urusan hari ini.
Pagi ini aku sarapan dengan sepotong roti dan mentega. Teh hangat menemani makanku yang berlangsung tidak istimewa. Lima menit kemudian aku bangkit dari meja makan untuk berganti pakaian dan mengenakan perlengkapanku. Baju bepergianku terbuat dari kulit Wild Boar, bukan baju yang tebal dan kuat, tetapi cukup untuk kegiatan yang biasa aku lakukan. Pelindung tanganku terbuat dari bahan yang sama, hanya saja dilengkapi kayu yang cukup tebal sehingga bisa memberikan pertahanan yang lebih baik. Dari lemari, aku keluarkan busur yang selama ini menemaniku. Panjangnya hanya sekitar satu lengan orang dewasa, tetapi cukup ampuh untuk melesatkan anak panah hingga 30 meter. 12 anak panah sepertinya cukup untuk hari ini. Pedang pendek aku ambil dan sisipkan di sela-sela sabuk pinggang. Seharusnya pedang itu aku asah kemarin. "Malam ini akan aku asah…" ujarku sambil menggendong ransel untuk membawa hasil berburu.
Dengan perlengkapan yang sudah lengkap, aku melangkah ke luar kabin kayu yang kecil, seperti beberapa kabin lainnya di desa ini. Pagi ini cukup terik, namun masih terbilang nyaman untuk memulai hari. Ketika aku berjalan melewati satu-satunya toko barang dan kebutuhan desa, terdengar suara nyaring yang memanggilku.
"Pagi anak muda. Tumben sekali hari ini kamu baru menuju hutan. Biasanya sebelum matahari terbit kamu sudah menghilang," ujar pemilik toko. Pria paruh baya itu setengah rambutnya sudah berwarna putih, namun postur tubuhnya masih terjaga dan tetap terlihat sehat.
"Pagi Paman. Kemarin aku lelah sekali dan butuh banyak istirahat. Tetapi tenang, hari ini aku pasti akan tetap bisa membawa hasil buruan yang cukup untuk aku jual ke toko dan masih ada sisa untuk aku jadikan makan malam," jawabku datar.
Sambil tertawa pria tersebut kembali berbicara. "Hahaha… ya, ya aku percaya." Akan tetapi seketika raut wajah pria itu berubah. "Tetapi kamu perlu berhati-hati. Semakin banyak monster asing yang datang ke hutan ini. Jangan paksakan dirimu."
Sambil terus berjalan aku angkat tangan dan aku acungkan jempol, yang membuat pemilik toko menggelengkan kepalanya. Desa kecil ini sudah mulai hidup. Penduduknya yang berjumlah kurang dari 100 orang sudah mulai berakitivitas. Anak-anak terlihat berlarian menuju sekolah, berharap tidak terlambat. Sebagian ibu-ibu sudah mulai menjemur cucian mereka. Bisa dibayangkan sejak kapan mereka bangun untuk mulai mencuci. Sebagian lagi menyapu halaman dan jalanan di depan rumah mereka. Tungku pandai besi mulai dipanaskan dan para petani terlihat menyirami kebun. Sepertinya panen akan dimulai dalam waktu dekat. Tidak lama aku tiba di gerbang desa.
Pejalanan ke hutan hanya membutuhkan waktu satu jam ke arah timur. Desa ini berada di ujung barat dunia. Di arah barat hanya terbentang lautan luas tanpa ujung dan tanpa banyak kehidupan air. Tidak banyak yang bisa diperoleh dari lautan. Ikan-ikan yang dapat dikonsumsi hanya berasal dari sungai dan danau, begitu pula air bersih dan air minum bagi para penduduk. Tidak ada yang tahu mengapa lautan tidak memberikan banyak kehidupan dan semua orang yang mencoba bepergian jauh ke arah laut tidak pernah kembali.
Sambil berjalan aku mencoba mengamati hamparan rumput luas antara desa dan hutan. Seharusnya, area ini dipenuhi oleh Slime dan Rabbit. Makhluk terlemah di dunia ini, namun dengan banyak kegunaan. Sisa cairan dan lendir yang ditinggalkan Slime ketika dibunuh dapat digunakan sebagai bahan perekat dan bahan untuk mengentalkan ramuan atau makanan. Rabbit tentunya diambil daging, kulit dan tulangnya untuk bahan makanan atau membuat pakaian sehari-hari. Namun saat ini, hanya sedikit Slime dan Rabbit yang terlihat, karena kemunculan Dire Wolf dari waktu ke waktu. Seharusnya Dire Wolf berada jauh di dalam hutan, akan tetapi habitatnya juga terus tergeser oleh monster lain yang lebih kuat. Sayangnya tidak ada satupun orang di desa yang mampu mengalahkan para Dire Wolf tersebut. Biasanya hanya para pahlawan yang punya kekuatan dan kemampuan untuk membunuh monster yang lebih kuat. Pahlawan datang dari waktu ke waktu dengan misi menghancurkan kegelapan di dunia ini. Entah mereka datang dari mana. Pahlawan datang dengan cahaya yang bersinar dari langit dan tiba di desa-desa pinggir dunia seperti desa ini. Mereka tidak mengerti apa-apa tentang dunia ini dan terkadang sangat kebingungan bahkan histeris. Akan tetapi pada akhirnya mereka memiliki tujuan yang sama untuk mengalahkan Penguasa Kegelapan yang berdiam di tengah dunia ini. Dengan kemampuan yang berbeda dan tidak biasa, masing-masing pahlawan berkelana menuju tengah dunia dan menghancurkan monster-monster di hadapannya, termasuk Penguasa Area. Oleh karenanya, semua monster berada di habitatnya masing-masing dan tidak mendekati desa.
Beberapa musim ini, cahaya dari langit jarang sekali muncul. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali aku bertemu pahlawan dan membantu mereka mengerti lingkungan sekitar serta para monsternya. Ya, selain bekerja dengan berburu dan mencari tanaman obat, kayu dan bahan berharga lainnya dari hutan, terkadang aku membantu mengarahkan para pahlawan ke hutan. Tentu saja aku tidak ikut dengan mereka hingga jauh ke dalam hutan belantara, karena monsternya terlalu kuat. Pekerjaan ini sudah aku lakukan sejak lima tahun yang lalu. Sejak kedua orang tuaku tewas ketika aku masih kecil.
Tidak sadar karena pikiranku mengembara, aku sudah melangkah melewati perbatasan padang rumput dan hutan. Disinilah biasanya aku berburu Wild Boar. Monster ini cukup mudah ditangani, terutama jika mereka sedang sendirian. Biasanya Wild Boar mudah ditemukan di area yang ditumbuhi jamur. Oleh karena itu, perburuan Wild Boar juga sekaligus dilakukan untuk berburu jamur. Tiba-tiba aku mendengar suara dahan yang patah dari sebelah kanan. Mungkin itu adalah Wild Boar. Dengan mengendap-ngendap aku mendekati sumber suara. Kurendahkan badanku dan melangkah sebisa mungkin tanpa suara. Aku pastikan angin tidak mengarah ke sumber suara karena jika betul Wild Boar, mereka dapat mencium bau manusia dari kejauhan. Pelan-pelan aku terus melangkah. Pada jarak 100 meter, aku mulai melihat bulu lebat berwarna coklat gelap dari makhluk itu. Kusiapkan busurku dan anak panahnya, namun aku hanya bisa menembak dari jarak 30 meter. Semakin pasti aku berjalan mendekati makhluk besar itu.
Setelah memasuki jarak tembak, aku mulai melihat sesuatu yang aneh. Wild Boar itu terlihat resah dan terus membelakangiku. Sepertinya ada sesuatu yang mungkin membuat makhluk itu ketakutan dan mempertahankan dirinya. Tubuhku mulai tegang. Makhluk apa yang mungkin menakuti Wild Boar itu? Di hutan ini, predator utama Wild Boar adalah Forest Lizard, kadal raksasa yang membunuh mangsanya dengan racun. Tetapi racun itu tidak mampu membunuh manusia. Entah mengapa badanku ragu untuk bergerak lebih dalam untuk melihat kondisi yang sebenarnya. Aku teringat perkataan Paman dan khawatir yang ada di hadapan Wild Boar itu adalah Dire Wolf. Jika aku cukup nekat dan beruntung, mungkin aku bisa melukai mata atau kaki Dire Wolf dengan anak panah dan berlari sekencang mungkin kembali ke desa. Tanganku dengan erat memegang busur. Keringat di telapak tangan membuat peganganku lebih tidak sempurna.
Selangkah demi selangkah aku ambil. Setelah lebih dari 11 langkah aku mendengar geraman lawan dari Wild Boar itu. Bulu kuduku langsung berdiri. Nasibku sedang sial pikirku. Ternyata benar di hutan ini ada Dire Wolf. Aku harus segera berbalik badan dan lari secepat mungkin sebelum Dire Wolf itu sadar.
"Graaaaaaar…" raungan menggelegar tiba-tiba terdengar.
Dire Wolf itu pasti sadar akan kehadiranku dan akan segera mengejar. Tidak ada pilihan lain, aku harus mencoba memanah mata atau kaki serigala raksasa itu agar aku punya kesempatan melarikan diri. Dengan mengumpulkan seluruh keberanianku, aku mengambil satu langkah ke depan dan berdiri, memasang kuda-kuda dengan panah dan mencoba membidik targetku. Akan tetapi, yang berdiri di depan Wild Boar itu berbeda dari yang kubayangkan. Serigala berbulu putih itu setidaknya dua kali lipat lebih besar dari Dire Wolf. Matanya merah menyala dan seluruh taringnya dipamerkan dengan menyeramkan. Di antara kedua matanya, tumbuh tanduk hitam yang berlumuran darah. Wild Boar ini bukan mangsa pertamanya. Serigala itu secara perlahan mengalihkan pandangannya padaku dan mataku bertemu matanya yang merah darah. Ini bukan Dire Wolf. Makhluk menyeramkan ini adalah Alpha Wolf.