Chapter 3 - Pertemuan dengan Tetua

Dengan terseok-seok aku mendekati gerbang desa. Berapa lama aku telah pergi? Seharusnya tidak lama karena aku tidak sempat melakukan apapun sebelum diserang Alpha Wolf. Aku melihat ke langit dan betul saja matahari baru berada tepat di atas kepalaku. Biasanya, aku baru kembali ke desa ketika matahari mulai tergelincir. Akan tetapi, seluruh energi dalam tubuhku sudah menguap. Semua badanku sakit. Jiwaku pun sudah merasa cukup dengan hari ini.

Saat melewati gerbang desa, salah satu penjaga terlihat terkejut dan langsung berlari menghampiriku.

"Loh! Tumben sekali kamu sudah kembali. Ini masih siang hari, biasanya kamu baru pulang saat hampir gelap. Tapi tidak apa-apa, memang wajar remaja semurmu bermalas-malasan hahahahaha!" ujar penjaga tersebut dengan ceria sambil menepuk punggungku.

Penjaga sudah berumur paruh baya. Dia sangat ramah dan selalu ceria. Tetapi, dia seringkali masih memperlakukanku seperti anak kecil. Seperti ketika orang tuaku masih hidup…

Pria paruh baya itu melanjutkan, "Mana hasil buruanmu? Kalau kamu tidak bawa apa-apa pasti tua bangka pemilik toko itu akan menggerutu. Siap-siap saja mendengarkan omelan yang…"

Tengah apa yang dilihat oleh penjaga itu hingga omongannya berhenti mendadak. Entah karena pandanganku yang kosong. Atau karena kepalan tanganku yang lecet. Ataukah karena pedang pendeku yang berlumuran darah dan sedikit retak? Mungkin juga karena baju dan celanaku yang lebih lusuh dari biasanya dan ada sisa muntahanku. Mungkin semuanya.

"A-a-apa yang terjadi? Apa kamu baik-baik saja?" pria itu menjadi khawatir.

Butuh beberapa saat bagiku untuk mengumpulkan kembali pikiranku dan mencoba menjawab pertanyaan itu. Tetapi sepertinya aku diam lebih lama dari yang kukira karena penjaga tersebut memanggil dan mengguncangkan badanku.

"Hei jawablah!" tegasnya tetapi dengan penuh rasa khawatir.

Guncangan tersebut berhasil mengambalikan fokusku. "Aku… aku perlu bertemu para Tetua…" jawabku, hampir seperti berbisik.

"Baiklah, akan kubantu menuju rumah tetua." Tanpa menunggu persetujuanku, penjaga itu membantu menopangku dengan pundaknya. Penjaga itu pasti punya banyak pertanyaan, tetapi memilih diam dan membantuku dahulu.

Topangan pria paruh baya itu ternyata sangat membantuku. Tiap langkahku semakin berat dan nyeri disekujur tubuhku makin jelas. Sepanjang jalan menuju rumah Tetua di tengah desa, tidak terlihat banyak orang. Mungkin karena sebagian besar orang sedang beristirahat dan menikmati makan siang yang hangat. Karena matahari yang terik, anak-anak pun lebih banyak yang memilih bermain di bawah pohon atau diam di rumah saja. Tidak perlu waktu lama dari gerbang untuk dapat melihat atap dari rumah para Tetua. Dibandingkan rumah dan kabin lainnya di desa, rumah Tetua lebih besar, namun tidak terlalu berbeda jauh sebetulnya. Rumah itu adalah satu-satunya dengan dua lantai di desa ini.

Para Tetua adalah pemimpin di desa ini. Mereka adalah sepasang suami istri yang paling bijak dan memiliki pengetahuan mendalam tentang dunia. Tetua sebelumnya adalah orang tua Tetua saat ini dan begitu juga sebelumnya hingga generasi-generasi lampau. Aku mendengar praktek tersebut dilakukan untuk menjaga agar ilmu yang telah terkumpul dapat terus terjaga turun temurun. Kejadian yang kuhadapi perlu diketahui oleh para Tetua. Mereka pasti tahu apa yang harus dilakukan menghadapi ancaman ini. Bisa saja sewaktu-waktu Alpha Wolf semakin mendekati desa menyerang para pemburu dan pencari tanaman lainnya. Bahkan, mungkin saja monster itu datang menghancurkan desa ini…

Penjaga melepaskan gendonganku dan menegakan badanku di depan pintu rumah Tetua. Beberapa kali dia mengetuk pintu, namun tidak ada jawaban. Dari dalam rumah terdengar suara Tetua sedang bicara dengan orang lain. Aku dan penjaga saling bertatapan lalu mengangguk. Kami buka pintu dan mempersilahkan diri kami masuk ke rumah, mengingat pentingnya bertemu Tetua.

Saat masuk ke ruang tengah, para Tetua tampak sedang berbincang cukup serius dengan sepasang tamu yang juga cukup berumur. Di tengah diskusi tersebut, mereka menyadari kehadiran kami dan berhenti berbicara.

"Apa yang kalian lakukan disini? Tidak kah kalian lihat aku sedang ada tamu?! Tetua Gramund dan istrinya, Lirielle, dari Faerlynne sudah jauh-jauh berkunjung kesini," ujar Tetua Arvek.

Tetua Gramund mengangkat tangannya seraya berkata, "tenanglah Arvek. Lihatlah anak muda ini, kelihatannya dia sangat terganggu dan kelelahan. Mungkin ada hal penting yang ingin dia sampaikan."

Tetua Maelyn, istri dari Tetua Arvek mengangguk dan menarik suaminya untuk duduk kembali, lalu berkata, "Aku yakin ini adalah sesuatu yang sangat mendesak hingga kalian masuk tanpa dibukakan pintu. Ceritakan apa yang terjadi."

Aku menelan ludah dan menatap penjaga. Pria itu membalas tatapanku dengan tegas dan mengangguk. Aku sangat menghargai dukungan itu dan pastinya dia juga ingin mengetahui apa yang terjadi pada diriku. Akan tetapi, aku sendiri bingung bagaimana cara menceritakan kepada para Tetua. Akhirnya aku mulai dengan bagian paling penting.

"Ketika berburu di hutan, aku… diserang oleh Alpha Wolf," ujarku, suaraku hampir berbisik. Tubuhku gemetar hebat, bayangan serigala itu seakan kembali menyerangku.

Para Tetua dan penjaga tidak bisa menyembunyikan ekspresi kaget dan ketakutannya. Tetapi seketika Tetua Arvek langsung berkata dengan setengah berteriak. "Bohong! Tidak mungkin ada Alpha Wolf disini! Pasti…pasti yang kamu lihat adalah Dire Wolf! Lagi pula bagaimana caramu mengetahui itu adalah Alpha Wolf jika makhluk itu tidak pernah ada di area ini?"

"Aku yakin sekali itu bukan Dire Wolf. Gambar Alpha Wolf pernah kulihat di salah satu buku di rumah ini, Tetua Arvek. Aku adalah pemburu sehingga aku banyak belajar tentang monster dan habitatnya" ujarku dengan sedikit gemetar. Aku menatap para Tetua satu per satu. Wajah mereka pucat. Lalu, aku melanjutkan, "Serigala itu sangat besar. Hampir dua kali lipat Dire Wolf yang kadang berkeliaran disini. Matanya merah dan ada tanduk di antara matanya. Aku beruntung makhluk itu tersangkut dan aku bisa melukai matanya sehingga bisa melarikan diri."

Para Tetua tertegun mendengar kejadian itu.

Tetua Lirielle berkata pada suaminya, "Apa yang dia gambarkan tentang Alpha Wolf itu benar. Tetapi monster itu seharusnya tinggal di daerah pegunungan, mendekati pusat dari dunia ini. Bagaimana bisa makhluk itu berkeliaran hingga sejauh ini. Sepertinya benar yang para Tetua lain katakan, ekosistem dunia ini semakin terganggu."

"Hmmmm… Memang betul ini bukan kejadian pertama. Tetapi makhluk yang tinggal sejauh itu tidak mungkin tiba-tiba pindah ke pinggiran dunia ini tanpa sebab," jawab suaminya.

Tetua Maelyn angkat bicara. "Artinya ada makhluk yang lebih kuat, yang berasal dari pusat dunia yang menguasai habitatnya. Sehingga dia harus pergi. Fenomena ini seperti kemunculan tiba-tiba Dire Wolf di area ini lima tahun lalu…" sambil berkata matanya melirik padaku dengan penuh makna dan iba. Perempuan tua itu kembali melanjutkan, "Pada saat pertama kalinya Dire Wolf muncul, banyak penduduk desa Gwyndralis ini yang menjadi korban. Untung saja makhluk itu masih bisa diusir mundur dengan bantuan seluruh penjaga dan pemburu dari desa ini. Tetapi, sekolompok Dire Wolf tetap berkeliaran di dekat sini sehingga populasi Slime dan Rabbit berkurang drastis. Aku rasa hal yang sama terjadi di Faerlynne dan mungkin di desa-desa lainnya."

Tetua dari Faerlynne menanggukan kepalanya.

"Kalau begitu, kita harus peringatkan semua penduduk dan meminta mereka yang bisa bertarung untuk bersiap menghadapi Alpha Wolf jika makhluk itu datang, Tetua" aku menyampaikan usul.

Namun demikian reaksi Tetua Arvek cukup tidak terduga. "Jangan bodoh!" teriaknya. "Orang-orang akan panik dan kondisi akan semakin buruk! Apakah kamu tidak ingat apa yang terjadi lima tahun lalu? Kejadian yang menimpa kedua orang tuamu, dan banyak penduduk lain desa ini."

Aku terdiam mendengar fakta tersebut. Namun aku mencoba memberanikan diri berbicara, "Lalu… apa yang harus kita lakukan?"

"Tidak ada!" jawab pria tua itu.

Semua orang di ruangan terdiam dan menatap Tetua Arvek.

"Kalau ceritamu benar, maka makhluk itu ada di dalam hutan dan terluka. Jika tidak ada yang mengganggunya, pasti makhluk itu tidak akan datang ke desa ini," lanjutnya.

"Tetapi Tetua… bagaimana jika makhluk itu tiba-tiba menyerang desa?" tanya penjaga.

"Tidak akan! Selama tidak terganggu maka dia tidak akan menyerang! Atau kau meragukan pengetahuanku?" tantang Tetua.

"Tapi…" ujar penjaga sambil tak berdaya.

"Tidak ada tapi. Mulai hari ini beritahukan pada semua penduduk agar tidak ada yang berburu di hutan!" perintah Arvek.

Tetua Maelyn melangkah mendekati suaminya. "Jika itu dilakukan, maka kita akan kehilangan sumber makanan dan penghasilan desa. Bagaimana cara kita memenuhi makanan penduduk? Salah satu sumber penghasilan desa ini adalah kulit Wild Boar."

Sambil memegang kepala dengan kedua tangannya, Tetua Arvek menjawab, "Kita coba buru lebih banyak Rabbit. Hasil pertanian juga harus kita sisihkan lebih banyak untuk dikonsumsi daripada dijual. Dalam 30 hari, kita coba cek kembali apakah Alpha Wolf masih ada di dalam hutan. Seharusnya desa ini masih mampu bertahan hidup selama itu tanpa Wild Boar."

Ruangan di rumah Tetua menjadi sunyi. Tidak ada seorang pun yang berani bersuara karena sadar gentingnya kondisi ini.

Kemudian Tetua Arvek kembali memberikan perintah, "Informasi tentang Alpha Wolf tidak boleh keluar dari rumah ini." Sambil menatap padaku dan penjaga, Tetua Arvek menambahkan, "terutama kalian berdua! Jangan berkata apapun pada siapapun! Jika aku mendengar ada yang mengucapkan Alpha Wolf, akan kutahan kalian di bawah tanah. Apa kalian mengerti?"

Tidak punya pilihan, aku dan penjaga menganggukan kepala.

Dengan nada lebih lembut Tetua Arvek berbicara kepada para Tetua dari Faerlynne, "Aku juga memohon agar kalian tidak memberitahukan informasi ini kepada penduduk desa Faerlynne… atau dengan Tetua lainnya yang mungkin kalian temui. Aku tidak ingin ada keresahan sebelum kejadian ini benar-benar bisa dipastikan."

Pasangan tua tersebut menganggukan kepalanya. "Baiklah, akan tetapi aku berharap Gwyndralis betul-betul dapat melakukan investigasi lebih lanjut tentang kejadian ini. Mungkin nasib desa lain akan bergantung pada kalian," ujar Tetua Gramund.

Tetua Arvek dan istrinya menundukan kepala dan mengucapkan terima kasih.

Tetua Arvek menatap ke arahku dan berkata, "Pulang dan beristirahatlah. Aku yakin pasti kamu sangat kelelahan dan ketakutan. Ketahuilah, kamu sangat beruntung bisa selamat dan harus disyukuri. Aku… sangat lega kamu bisa kembali ke desa ini dengan utuh setelah menghadapi monster itu."

Aku tidak menyangka Tetua Arvek menaruh perhatian kepadaku. Akupun menundukan badanku, mengucapkan terima kasih dan pamit terhadap para Tetua.

Sesampainya di bawah pintu, aku teringat sesuatu dan membalikan badanku untuk bertanya, "Tetua... bukankah seharusnya pahlawan datang untuk menghadapi para monster ini? Kemanakah mereka saat ini? Aku tidak ingat kapan terakhir kali mereka muncul di desa ini."

Tetua Arvek tertunduk lemas, "Pulanglah... Pertanyaan itu tidak bisa kami jawab dengan mudah. Setelah kamu pulih, kembalilah kesini untuk mendapatkan jawabannya. Mungkin... jawaban atas pertanyaanmu lebih mengerikan daripada yang kau bayangkan."