Chereads / Monsters Overrun the World, Why Did the Heroes Stop Coming? / Chapter 5 - Di Balik Hilangnya Para Pahlawan

Chapter 5 - Di Balik Hilangnya Para Pahlawan

Keesokan harinya berkat madu yang diberikan pemilik toko, tubuhku sudah terasa lebih baik. Kepalaku sudah tidak lagi seperti dihantam palu pandai besi, meskipun masih terasa seperti dibebani bongkahan besi yang berat. Tubuhku sudah mulai berenergi dan hatiku pun terasa lebih cerah. Harus kuakui rasa manis madu tidak hanya terasa di dalam mulutku saja, akan tetapi berhasil memberikan kehangatan pada pikiranku.

Aku berdiri di depan pintu rumah para Tetua hendak menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan para pahlawan. Yang tinggal kulakukan adalah mengetuk pintu tersebut dan mendengar pengetahuan mendalam para Tetua.

Tetapi, tanganku sulit untuk mengetuk pintu besar itu seakan-akan ada perisai yang menghalangi jariku dengan daun pintu. Mungkin saja itu adalah hatiku yang ragu. Apakah betul aku ingin mengetahui penyebab para pahlawan jarang sekali muncul, bahkan tidak pernah dalam beberapa musim ini? Memangnya apa yang bisa kulakukan kalaupun aku mengetahui masalahnya?

Kubuang jauh-jauh pikiran itu dan fokus untuk mengetuk pintunya.

Tok... Tok... Tok...

Tidak ada jawaban dari dalam rumah. Ketika aku akan mengetuk pintunya lagi, Tetua Maelyn membukakan pintunya.

"Ternyata betul itu dirimu, masuklah" ujar Tetua tersebut sambil membukakan pintu lebih lebar. "Jujur saja aku kira kamu baru akan datang dalam beberapa hari lagi, mengingat kondisimu kemarin.

"Pemilik toko membawakanku madu. Aku rasa efeknya sangat baik bagi tubuhku" jawabku singkat.

Tetua Maelyn menanggukan kepalanya, menyetujui efek positif madu bagi tubuh. "Tunggulah disini, akan kupanggilkan Arvek". Tetua Maelyn memintaku untuk duduk di ruang tamu, sambil menyusuri anak tangga menuju lantai kedua. Meskipun di usia yang sudah cukup lanjut, perempuan tua itu tidak mengalami kesulitan ketika menaiki masing-masing anak tangga.

Tidak butuh waktu lama bagi kedua Tetua tersebut untuk turun dari lantai atas menuju tempatku duduk. Sontak aku berdiri pada saat kedatangan mereka. Tentu itu adalah hal yang wajar dan menunjukan sopan santun, terutama kepada Tetua.

"Tidak apa-apa duduk saja" ujar Tetua Arvek dengan santai. "Tidak perlu terlalu kaku, anak muda."

Sambil menundukan kepalaku sedikit aku menjawab, "Terima kasih Tetua. Juga, terima kasih meluangkan waktu dan kebijaksanaanmu untuk menjawab rasa ingin tahuku yang ceroboh."

Tetua Arvek menghela nafas dengan panjang lalu berkata, "rasa ingin tahu adalah awal dari perkembangan pengetahuan. Meskipun, tidak semua yang akhirnya kau ketahui akan memberikan kebahagiaan pada kehidupanmu. Seperti jawaban atas pertanyaan yang kau cari."

Aku hanya bisa diam mendengarkan jawaban Tetua Arvek.

Pria bijak itu melanjutkan. "Sejujurnya, tidak banyak yang kutahu tentang mengapa para pahlawan jarang muncul, bahkan seakan-akan menghilang dari dunia ini. Sebelum aku melanjutkan, apakah kamu tahu darimana asalnya para pahlawan itu?"

"Yang kutahu mereka berasal dari cahaya yang datang dari langit," jawabku polos.

"Betul. Tetapi apakah kamu tahu darimana cahaya itu datang?" tanya Arvek.

Aku menggelengkan kepalaku.

Tetua itu kemudian menjawab, "Mereka datang dari dunia yang berbeda dari dunia ini. Dari beberapa catatan dan cerita Tetua terdahulu dan Tetua lain, dunia yang dihuni para pahlawan memiliki cara hidup yang jauh berbeda dari dunia ini. Ada juga yang berpendapat bahwa dunia mereka sangat keras dan dipenuhi tantangan sehingga para pahlawan tersebut memiliki kekuatan yang tidak terbayangkan. Mungkin saja monster yang tinggal disana lebih kejam dibanding disini."

Arvek menghela nafas panjang sebelum melanjutkan ceritanya. Jarinya menyisir janggutnya yang cukup lebat dan berwarna putih. "Akan tetapi, catatan-catatan dan cerita-cerita tersebut tidak konsisten. Kamu sudah pernah bertemu dengan seorang pahlawan kan? Apa yang kamu perhatikan dari pahlawan tersebut ketika mereka pertama kali datang?"

"Ummmm... Mereka tampak kebingungan?" aku mencoba menjawab sebisaku.

"Betul" angguk sang Tetua. "Satu hal yang sama di antara para pahlawan yang datang adalah mereka terlihat terkejut ketika melihat dunia ini. Satu hal lagi, mereka tidak ingat siapa diri mereka sebelum datang ke dunia ini. Itulah yang menyebabkan cerita tentang asal pahlawan berbeda-beda. Karena mereka sendiri tidak bisa mengingat dunianya dan bagaimana pastinya mereka tiba. Yang mereka ingat hanyalah sekelebat tentang dunianya dan nama mereka sendiri. Tentang cara mereka tiba kesini, yang mereka ingat hanyalah sorotan cahaya sebelum mereka membukakan matanya dan tiba di dunia ini."

Tetua Arvek bangkit dari kursinya. Setelah berjalan beberapa langkah, dia kemudian menatap atap rumahnya tanpa arah yang jelas seraya berkata, "Itulah yang selama ini diketahui tentang asal muasal pahlawan. Sejumlah Tetua dan cendikiawan menduga bahwa mungkin ada suatu gangguan terhadap cahaya yang membawa para pahlawan ke dunia ini, sehingga semakin hari semakin sedikit pahlawan yang datang untuk membantu dunia ini menumpas kegelapan. Mungkin jawaban ini tidak bisa menjawab semua yang ada di dalam benakmu. Tetapi, sejauh ini, itulah yang diketahui oleh para Tetua desa."

Butuh beberapa saat bagiku untuk mencerna jawaban Tetua Arvek. Perasaanku campur aduk. Di satu sisi, aku ingin sekali bisa mengetahui lebih mendalam tentang rahasia dan darimana petualang dengan kekuatan yang menakjubkan itu datang. Namun, di sisi lain ada keraguan dalam hatiku. Akupun akhirnya berkata, "Terima kasih Tetua. Apa yang Tetua katakan adalah wawasan baru bagiku. Memang betul, alasan mengapa para pahlawan menghilang dari dunia ini belum terjawab, tetapi memang mungkin tidak ada seorangpun yang punya jawaban ini. Bahkan para pahlawan pun mungkin tidak tahu."

Tetua Arvek mengangguk setuju.

"Jika boleh satu pertanyaan lagi Tetua", aku bertanya.

"Tentu saja. Selama kami berdua bisa menjawabnya," jawabnya.

"Dimanakah sekarang para pahlawan yang datang beberapa tahun dan musim lalu? Aku hanya mengantarkan mereka hingga ke hutan, lalu setelahnya mereka pergi sendirian karena para penduduk desa tidak ada yang berani dan mampu mengikuti ke hutan yang lebih dalam."

Kali ini Tetua Maelyn yang selama ini diam yang angkat bicara. "Betul. Hanya para pahlawan lah yang mampu berkelana lebih dalam ke arah pusat dunia ini. Tujuan mereka adalah menumpas Sang Penguasa Kegelapan. Entah mengapa semua pahlawan memiliki tujuan yang sama. Mungkin di dunia asalnya, para pahlawan tersebut memang orang-orang yang memiliki hati yang mulia dan menjunjung tinggi keadilan. Dalam perjalanan, mereka juga akan membantu setiap orang yang membutuhkan bantuan, seperti yang mereka lakukan di desa ini. Tetapi sekali lagi, yang kami ketahui cukup terbatas karena para pahlawan biasanya tidak tinggal lama di desa-desa seperti Gwyndralis ini atau 11 desa lainnya. Seakan-akan mereka disini hanya untuk berlatih saja, sebelum menghadapi tantangan yang sebenarnya."

Arvek kemudian menambahkan penjelasan istrinya itu, "Memang benar, para pahlawan sangat berdedikasi membantu orang dan memiliki tujuan akhir menumpas Penguasa Kegelapan. Dalam prosesnya, mereka menyebabkan jumlah monster terjaga sehingga tidak banyak monster yang menyerang desa ini, terutama yang berada di kedalaman dunia ini."

Tetua Arvek tiba-tiba termenung seraya berkata hampir seperti berbisik pada dirinya sendiri "... memang terkadang para pahlawan itu terlihat seperti terlalu berupaya keras membantu orang... dan mengapa mereka berani mempertaruhkan nyawanya, berpetualang ke tengah dunia yang berbahaya... dunia yang bahkan bukan dunianya... seakan-akan ada penyesalan yang ingin mereka selesaikan... penyesalan di dunia asalnya..." suaranya semakin lama semakin tidak terdengar.

"Apakah ada yang mengganggu pikiranmu Tetua?" aku coba memecahkan kesunyian.

Tetua Arvek yang terbangun dari pikirannya yang melayang menjawab "Tidak ada apa-apa. Hanya sedikit berpikir. Hal yang wajar dilakukan para Tetua."

Aku ingin tahu sebenarnya apa yang dipikirkan Tetua Arvek. Tetapi, aku tidak ingin lebih merepotkan lagi dan mengganggu pikiran para Tetua yang telah dengan baik hati menyediakan waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanku yang polos.

"Sekali lagi, terima kasih banyak Tetua. Hari ini aku mendapatkan banyak ilmu baru. Aku tidak menyangka kalian sudi menjawab keingintahuanku" seraya berdiri dan menundukan badanku.

"Kami senang dengan semangatmu untuk mencari tahu apa yang menurutmu penting. Lagipula, setelah peristiwa yang menimpamu kemarin, kami merasa perlu untuk memberitahu hal-hal yang terkait kejadian itu" ujar Tetua Maelyn dengan lembut.

Kemudian Tetua Arvek berdiri dan memakai muka yang tegas seraya berkata, "Ingat. Jangan beritahukan apa yang menimpamu kepada siapapun. Lalu, jangan mendekati hutan itu sampai kami anggap hutan sudah aman kembali. Seperti yang sudah kusampaikan sebelumnya, berburulah di dekat desa dan cari tanaman obat yang ada di sekitar padang rumput. Apakah kau mengerti?"

Aku menangguk.

"Bagus. Kalau begitu kembalilah ke kabinmu dan beristirahatlah lagi. Kamu akan membutuhkan banyak tenaga untuk kembali berburu esok hari," pungkas Tetua Arvek.

Akupun menyampaikan pamit untuk kembali dan langsung bergegas menuju pintu keluar.

Akan tetapi Tetua Arvek menangkap pundakku sehingga aku menghentikan langkah. Dengan wajah yang lebih lembut dari biasanya, ia berkata "Tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin, kejadian yang menimpa lima tahun lalu tidak akan terulang. Aku pasti melakukan yang terbaik untuk desa ini dan seluruh penduduknya."

Setelah mengucapkan terima kasih dan berpamitan, aku melangkah keluar rumah para Tetua. Udara dingin menyambutku, tapi pikiran-pikiran tentang para pahlawan dan cahaya dari langit masih berputar di kepalaku. Apa sebenarnya yang menunggu di tengah dunia ini? Apakah hari-hari yang tenang akan bisa dialami desa ini? Sampai kapan?