Hari-hari berlalu, dan Adinda terus memikirkan pesan kecil di sketsa yang ditinggalkan Raka. Setiap Jumat sore, dia kembali ke kafe yang sama, berharap mereka akan bertemu lagi. Namun, selama dua minggu berturut-turut, meja di sebelahnya tetap kosong.
Hingga pada suatu sore yang cerah setelah hujan reda, Adinda tiba lebih awal dari biasanya. Di mejanya, ada secangkir kopi dan amplop kecil berwarna krem dengan namanya tertera di depan.
Dia membuka amplop itu dengan hati-hati. Di dalamnya ada sepucuk surat tulisan tangan:
*"Adinda,
Aku mungkin tak berani bilang langsung waktu itu, tapi aku merasa nyaman berbicara denganmu, meski hanya sebentar. Aku sering datang ke kafe ini, tapi Jumat lalu aku harus pergi keluar kota untuk proyek kerjaan. Kalau kamu membaca surat ini, aku ingin mengajakmu ke pameran arsitektur minggu depan. Datanglah kalau kamu mau, aku akan menunggumu.Raka"*
Adinda tersenyum. Ada rasa hangat yang menjalari hatinya. Ia memutuskan untuk datang ke pameran itu.