Beberapa minggu setelah pameran, hubungan Adinda dan Raka semakin dekat. Mereka sering bertemu di kafe favorit mereka, berbagi cerita, impian, dan rencana masa depan. Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama.
Suatu hari, Raka terlihat gelisah selama pertemuan mereka. Ia terus menatap ke arah jendela, seakan pikirannya berada di tempat lain.
"Ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Adinda, mencoba mencari tahu.
Raka terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Adinda, aku dapat tawaran kerja di luar negeri. Sebuah proyek besar yang selama ini aku impikan. Tapi itu berarti aku harus pergi selama dua tahun."
Kata-kata itu menghantam Adinda seperti hujan yang tiba-tiba turun deras. Ia mencoba tersenyum, meski hatinya bergejolak. "Itu kabar baik. Aku senang untukmu," katanya, meski suaranya terdengar sedikit bergetar.
"Tapi aku takut meninggalkanmu," jawab Raka jujur. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada kita."
Adinda menatapnya dalam-dalam. "Kalau ini adalah impianmu, kau harus mengejarnya, Raka. Jangan biarkan aku menjadi alasanmu untuk berhenti."
Malam itu mereka berpisah dalam diam, masing-masing menyimpan perasaan yang tidak terungkapkan sepenuhnya.