Gemuruh itu semakin mendekat. Lian segera menarik pedangnya, sementara Reyna memeluk Kristal Takdir erat di dadanya.
"Apakah itu naga lain?" Reyna bertanya, suaranya gemetar.
"Aku tidak tahu, tapi apa pun itu, kita harus bersiap," jawab Lian tegas, berdiri di depan Reyna seperti pelindung.
Namun, sebelum mereka sempat bergerak lebih jauh, lantai di bawah mereka bergetar keras. Retakan-retakan besar muncul, dan dari celah-celah itu, api meletup seperti magma yang keluar dari gunung berapi.
Dari kegelapan, siluet besar muncul. Itu bukan naga. Makhluk itu tampak seperti gabungan antara manusia dan monster, tubuhnya penuh dengan duri hitam, dengan mata menyala seperti bara api. Makhluk itu mengeluarkan suara rendah yang memekakkan telinga.
"Makhluk itu... bukan dari dunia ini," bisik Lian, wajahnya tegang.
Reyna memandang makhluk itu dengan takut, tapi di dalam hatinya, dia merasakan sesuatu yang aneh. Ada rasa familiar, seolah makhluk itu memiliki hubungan dengan Kristal Takdir.
Kehadiran yang Mengancam
Makhluk itu melangkah maju, setiap gerakannya membuat tanah bergetar. Ia membuka mulut, suara parau keluar seperti angin ribut. "Kristal itu milikku! Serahkan, atau kalian akan hancur!"
Lian langsung mengangkat pedangnya. "Kau tidak akan menyentuhnya selama aku masih hidup!"
Makhluk itu tertawa, suara tawanya bergema. "Keberanian yang sia-sia, manusia. Kau tidak tahu apa yang kau hadapi. Aku adalah penjaga kegelapan. Kristal itu seharusnya tidak pernah berada di tangan kalian!"
Reyna, meskipun ketakutan, melangkah maju. "Kenapa kau menginginkan kristal ini? Apa hubungannya denganmu?" tanyanya dengan suara yang bergetar, tetapi matanya penuh tekad.
Makhluk itu berhenti sejenak, matanya memicing ke arah Reyna. "Kau tidak tahu apa-apa, Anak Takdir. Kristal itu adalah kunci untuk membuka pintu antara dunia ini dan dunia kami. Tanpa itu, kami terperangkap di kegelapan abadi."
Pertempuran Tanpa Pilihan
Sebelum Reyna bisa merespons, makhluk itu menyerang dengan cakarnya yang besar. Lian melompat ke depan, menangkis serangan itu dengan pedangnya. Percikan api terbang di udara ketika logam bertemu dengan kekuatan gelap.
"Reyna, lari!" teriak Lian sambil mencoba menahan serangan berikutnya.
"Tapi—"
"Tidak ada waktu! Cari jalan keluar!"
Reyna mundur beberapa langkah, tetapi hatinya merasa berat meninggalkan Lian sendirian. Dia melihat ke sekeliling ruangan yang penuh dengan retakan dan lava yang menyembur. Di dinding, dia melihat simbol aneh yang bersinar samar. Simbol itu mirip dengan ukiran di Kristal Takdir.
Tanpa berpikir panjang, Reyna mendekati simbol itu dan menempelkan kristal ke arahnya. Cahaya terang meledak, membuat ruangan berguncang semakin keras.
Kekuatan yang Tersembunyi
Makhluk itu melolong kesakitan saat cahaya dari simbol tersebut menyebar, membakar kulit hitamnya. Lian segera mundur, melindungi matanya dari cahaya yang menyilaukan.
Reyna merasa tubuhnya ditarik oleh kekuatan besar, seperti angin kencang yang mencoba menyeretnya ke dalam simbol. Dia menggenggam kristal lebih erat, merasakan panas yang menyengat di tangannya.
"Reyna!" Lian berteriak, mencoba mendekat, tetapi makhluk itu menghalangi jalannya.
"Kristal itu bukan untukmu!" makhluk itu meraung, melompat ke arah Reyna dengan kekuatan terakhirnya.
Namun, tepat sebelum cakar makhluk itu menyentuhnya, simbol di dinding memancarkan ledakan cahaya yang lebih besar. Reyna terlempar ke belakang, jatuh dengan keras ke lantai.
Ketika cahaya itu mereda, makhluk itu hilang. Ruangan itu kembali hening, hanya tersisa Reyna yang terengah-engah dan Lian yang berlari mendekatinya.
Pesan Tersembunyi
"Reyna, kau baik-baik saja?" tanya Lian, membantu Reyna berdiri.
Reyna mengangguk, meskipun tubuhnya terasa lemah. Dia melihat ke arah simbol yang kini bersinar lembut di dinding. Di bawahnya, muncul tulisan aneh yang perlahan-lahan berubah menjadi bahasa yang bisa dia baca.
"Hanya hati yang murni yang dapat membuka jalan menuju takdir sejati. Tetapi, setiap langkah membawa risiko kehilangan segalanya."
Reyna membaca tulisan itu dengan saksama. "Apa artinya?"
Lian menggeleng, matanya penuh kekhawatiran. "Aku tidak tahu, tapi ini jelas bukan akhir. Kristal itu membawa kita ke jalan yang penuh bahaya, tapi juga mungkin satu-satunya cara untuk menyelamatkan duniamu."
Reyna memandang Kristal Takdir di tangannya. Cahaya biru lembutnya terasa menenangkan, tetapi juga penuh misteri. Dia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan setiap langkah ke depan akan penuh dengan tantangan yang lebih besar.
"Kalau begitu," katanya, suaranya penuh tekad, "kita harus terus maju."
Lian mengangguk, meskipun di dalam hatinya, dia masih merasakan keraguan besar. Mereka tidak tahu apa yang menanti mereka, tetapi satu hal pasti: Kristal Takdir telah membuka pintu menuju sesuatu yang jauh lebih besar dari diri mereka.
Angin kencang berhembus di dalam gua yang sebelumnya sunyi, membawa aroma belerang yang pekat. Reyna menggenggam Kristal Takdir erat, cahaya birunya berdenyut mengikuti irama jantungnya yang berdegup kencang.
"Lian, sesuatu mendekat," katanya, suaranya nyaris tenggelam oleh deru angin.
Lian, yang berdiri di depan dengan pedang terhunus, memandangi kegelapan di depan mereka. Bayangan-bayangan bergerak di antara celah bebatuan, siluetnya besar dan menakutkan.
"Aku tahu," jawab Lian, nadanya tegang. "Tetap di belakangku."
Dari kegelapan, muncul suara serak, seperti desisan ular yang menggema di sepanjang dinding gua. "Kau membawa sesuatu yang bukan milikmu, Anak Takdir."
Reyna melangkah mundur dengan gugup. "Siapa... atau apa itu?"
Namun, sebelum jawaban datang, makhluk besar muncul dari bayang-bayang. Tubuhnya bersisik hitam mengilap, dengan mata merah menyala yang menatap mereka dengan kebencian. Kepalanya berbentuk seperti naga, tetapi tubuhnya lebih menyerupai makhluk buas dengan empat cakar yang tajam.
Pertarungan yang Tak Terelakkan
Makhluk itu menggeram rendah, suaranya membuat tanah di bawah mereka bergetar. Dengan satu gerakan cepat, ia menyerang, cakarnya mengarah langsung ke Reyna.
Lian bergerak cepat, menangkis serangan itu dengan pedangnya. Percikan api muncul saat logam bertemu dengan sisik keras makhluk tersebut. "Lari, Reyna!" teriaknya.
"Tapi aku tidak bisa meninggalkanmu!" balas Reyna, matanya terpaku pada pertempuran sengit di depannya.
"Reyna, dengarkan aku! Temukan jalan keluar dan lindungi kristal itu!" Lian menahan serangan berikutnya, meskipun jelas bahwa kekuatan makhluk itu jauh di atasnya.
Reyna ragu, tetapi akhirnya ia berlari, mencari jalan keluar dari gua yang semakin bergetar oleh pertempuran.
Jejak Cahaya
Saat Reyna berlari, Kristal Takdir mulai bersinar lebih terang, seolah memandunya ke arah tertentu. Setiap langkah yang dia ambil membuat gua di sekelilingnya berubah. Batu-batu di dinding menunjukkan ukiran kuno yang bercerita tentang perang besar antara cahaya dan kegelapan.
Di salah satu dinding, Reyna melihat ukiran seorang gadis yang memegang kristal seperti miliknya. Di sekelilingnya, naga besar melindunginya dari makhluk bayangan.
"Apakah ini takdirku?" bisiknya, tangannya menyentuh ukiran itu.
Cahaya dari kristal tiba-tiba melesat ke depan, membentuk jalur bercahaya di lantai. Reyna mengikutinya tanpa berpikir panjang, berharap itu akan membawanya pada jawaban.
Pengorbanan Lian
Sementara itu, Lian mulai kehabisan tenaga. Makhluk itu menyerang tanpa henti, sisiknya terlalu keras untuk dilukai oleh pedang biasa. Setiap kali Lian mencoba menyerang balik, makhluk itu menghindar dengan kelincahan yang mengejutkan.
"Lian, kau tidak akan menang melawanku," desis makhluk itu, suaranya penuh ejekan. "Serahkan gadis itu dan kristalnya, maka aku mungkin akan menyelamatkan nyawamu."
"Tidak akan pernah," jawab Lian, meskipun napasnya tersengal-sengal. Dia tahu dia tidak bisa bertahan lebih lama, tetapi dia tidak akan menyerah.
Makhluk itu menyerang lagi, kali ini lebih cepat dan lebih brutal. Cakar tajamnya mengenai bahu Lian, membuatnya jatuh ke tanah. Darah mengalir, tetapi Lian masih menggenggam pedangnya erat.
"Aku tidak peduli siapa kau," katanya lemah, "tapi aku tidak akan membiarkanmu menyentuh Reyna."
Kekuatan Tak Terduga
Di sisi lain gua, Reyna tiba di ruangan besar dengan altar di tengahnya. Di atas altar, ada ukiran naga besar yang terlihat seperti hidup, matanya bersinar biru seperti kristal di tangannya.
"Apakah ini tempatnya?" Reyna bertanya pada dirinya sendiri.
Ketika dia mendekati altar, kristal di tangannya mulai bersinar lebih terang, menciptakan lingkaran cahaya di sekelilingnya. Cahaya itu terasa hangat, tetapi juga penuh kekuatan yang tak terlukiskan.
Suara dalam gua bergema. "Anak Takdir, waktumu telah tiba. Apa yang akan kau pilih? Cahaya atau kegelapan?"
Reyna terdiam, mencoba memahami pertanyaan itu. Namun, sebelum dia bisa menjawab, lantai di belakangnya runtuh, dan makhluk yang bertarung dengan Lian muncul, cakarnya penuh darah.
"Berikan kristal itu padaku!" makhluk itu meraung, melompat ke arah Reyna.
Namun, tepat sebelum makhluk itu bisa menyentuhnya, kristal di tangan Reyna memancarkan cahaya yang menyilaukan. Makhluk itu terlempar ke belakang dengan jeritan kesakitan.
Reyna merasa kekuatan besar mengalir melalui tubuhnya. Dia tidak tahu bagaimana caranya, tetapi dia mengangkat tangannya, dan dari kristal itu, muncul bayangan naga besar yang menyerang makhluk tersebut.
Reyna berdiri kaku, matanya terpaku pada sosok mengerikan yang muncul dari bayang-bayang gua. Makhluk itu besar, dengan tubuh bersisik hitam legam yang memantulkan cahaya redup dari Kristal Takdir di tangannya. Taring tajamnya terlihat jelas saat ia menggeram, mengeluarkan hembusan udara panas yang membuat suasana semakin mencekam.
"Kembalikan apa yang bukan milikmu, Anak Takdir," suara makhluk itu serak, bergema di sepanjang dinding gua.
Reyna merasakan kakinya gemetar, tetapi dia tidak mundur. Di belakangnya, Lian bergerak cepat, berdiri di antara Reyna dan makhluk itu, pedangnya terangkat.
"Jika kau ingin kristal ini, kau harus melewati kami dulu," kata Lian, suaranya penuh tekad meskipun dia tahu lawan mereka jauh lebih kuat.
Makhluk itu tertawa rendah, suara yang terdengar seperti gesekan logam yang berderit. "Berani sekali kau, manusia kecil. Tapi keberanian saja tidak cukup untuk melawan kehancuran."
Serangan Pertama
Tanpa peringatan, makhluk itu menyerang. Dengan cakar tajam yang memotong udara, ia mengayun ke arah Lian. Lian menghindar dengan gesit, tetapi kekuatan serangan itu menghancurkan batu besar di dekatnya, membuat pecahan batu beterbangan ke segala arah.
"Reyna, mundur sekarang!" teriak Lian.
"Tapi kau—"
"Jangan membantah! Lindungi kristal itu!"
Reyna ragu sejenak sebelum berlari ke arah lain, mencari tempat aman. Namun, makhluk itu tidak membiarkannya pergi begitu saja. Ia mengalihkan perhatiannya ke Reyna, matanya yang merah menyala menatapnya dengan penuh kebencian.
Lian melompat ke depan, menebas sisi tubuh makhluk itu. Meskipun sisiknya terlalu keras untuk dilukai pedang biasa, serangan itu cukup untuk mengalihkan perhatian makhluk tersebut.
"Hadapilah aku, bukan dia!" seru Lian.
Makhluk itu berbalik dengan geram, melancarkan serangan bertubi-tubi. Lian terus menangkis, tetapi setiap serangan membuatnya semakin mundur, kekuatannya mulai terkuras.
Kekuatan Kristal
Di sisi lain gua, Reyna menemukan dirinya terpojok di depan dinding batu. Kristal Takdir di tangannya mulai bersinar lebih terang, seolah merespons bahaya yang mendekat.
"Apa yang harus kulakukan?" gumamnya panik, tangannya gemetar memegang kristal itu.
Saat itulah suara lembut muncul di kepalanya, seperti bisikan yang datang dari jauh. "Reyna, jangan takut. Kekuatanmu terletak pada keberanian dan hatimu. Percayalah pada dirimu sendiri."
Reyna menutup matanya, mencoba memahami suara itu. Ketika dia membuka matanya kembali, cahaya dari kristal membentuk lingkaran pelindung di sekelilingnya.
Makhluk itu, yang berhasil menjatuhkan Lian ke tanah, mendekati Reyna dengan perlahan. "Kau tidak bisa lari lagi, Anak Takdir."
Namun, ketika makhluk itu mencoba menembus lingkaran cahaya, ia terdorong mundur dengan kekuatan besar. Makhluk itu menggeram marah, tetapi tetap tidak bisa mendekati Reyna.
Pilihan yang Berat
"Lian!" teriak Reyna, melihat Lian yang terluka parah mencoba bangkit.
"Aku... baik-baik saja," jawab Lian lemah, meskipun darah mengalir dari luka di lengannya.
Makhluk itu tampak ragu sejenak sebelum kembali tertawa rendah. "Cahaya itu tidak akan melindungimu selamanya, Anak Takdir. Pada akhirnya, kau harus memilih: menyerahkan kristal itu atau kehilangan semuanya."
Reyna memandang ke arah Lian, lalu ke arah makhluk itu. Dia tahu bahwa dia tidak bisa terus berlindung di balik kekuatan kristal ini. Tetapi bagaimana dia bisa melawan sesuatu yang begitu kuat?
Hembusan Kehancuran
Tiba-tiba, makhluk itu membuka mulutnya, mengeluarkan hembusan angin yang sangat kuat. Angin itu menghancurkan bebatuan di sekitarnya, membuat gua bergetar hebat. Reyna harus merunduk untuk melindungi dirinya dari pecahan batu yang beterbangan.
Lingkaran cahaya di sekelilingnya mulai goyah, dan Reyna merasakan tubuhnya terhuyung.
"Tidak!" teriaknya, mencoba mempertahankan kendali atas kristal. Tetapi kekuatan angin itu terlalu besar, membuatnya terdorong mundur hingga jatuh ke tanah.
Makhluk itu melangkah maju, siap memberikan serangan terakhir.
"Reyna, bangun!" Lian berteriak, menyeret tubuhnya yang terluka ke arah Reyna.
Namun, sebelum makhluk itu bisa menyerang, kristal di tangan Reyna tiba-tiba memancarkan cahaya yang jauh lebih terang dari sebelumnya. Cahaya itu membentuk siluet seekor naga besar di udara, dengan sayap yang membentang lebar.
Makhluk itu terhenti, tampak ketakutan untuk pertama kalinya. "Tidak... ini tidak mungkin. Kau..."
Siluet naga itu membuka matanya, dan suara yang dalam menggema di seluruh gua. "Beraninya kau menyentuh Anak Takdir."
Jeritan angin menggema di seluruh lembah, membawa aroma kehancuran yang kian menusuk. Reyna dan Lian berdiri di atas bukit berbatu, memandangi desa mereka yang kini hanya menjadi puing-puing. Asap mengepul, menyelimuti langit dengan warna abu-abu kelam.
"Reyna, kita tidak punya banyak waktu," ujar Lian, pandangannya terfokus pada sesuatu di kejauhan.
Reyna menggenggam Kristal Takdir erat-erat, tangannya gemetar. Energi dari kristal itu terasa berdenyut, seolah mencoba berkomunikasi dengannya. Namun, bisikan itu tidak jelas, hanya serpihan-suara yang terputus-putus.
"Apa yang harus kita lakukan? Ini semua terlalu besar untuk kita," katanya dengan suara parau.
Lian menoleh padanya, matanya penuh determinasi. "Kita harus menghadapi ini, atau semuanya akan musnah. Kau percaya padaku, kan?"
Reyna mengangguk ragu. Dalam hatinya, dia tahu bahwa kepercayaan adalah satu-satunya senjata yang mereka miliki sekarang.
Langkah ke Arah Badai
Mereka berdua mulai menuruni bukit, menuju pusat kehancuran di lembah. Setiap langkah terasa berat, seolah gravitasi semakin kuat. Di kejauhan, sosok naga hitam itu terlihat jelas, sayapnya yang besar membelah awan, dan setiap hembusan nafasnya membawa angin yang menghancurkan.
"Kenapa dia menghancurkan desa kita?" tanya Reyna, mencoba memahami kekacauan ini.
"Naga ini tidak bertindak tanpa alasan," jawab Lian sambil memeriksa pedangnya. "Tapi alasan itu mungkin terkait dengan Kristal Takdir di tanganmu."
"Kalau begitu… apakah aku yang menyebabkan semua ini?" Reyna merasa dadanya sesak.
"Bukan salahmu. Tapi kristal itu memang menarik perhatian kekuatan yang selama ini tertidur," jawab Lian, mencoba meyakinkan. "Sekarang yang penting adalah menghentikannya sebelum dia menghancurkan lebih banyak lagi."
Pertempuran Dimulai
Ketika mereka mendekati lembah, naga itu menyadari kehadiran mereka. Mata merah menyala miliknya menatap langsung ke arah Reyna, seolah melihat menembus jiwanya.
"Hati-hati," bisik Lian sambil mengangkat pedangnya.
Naga itu mengaum, suaranya membuat tanah bergetar. Dengan satu kepakan sayap, angin kencang melanda mereka, hampir membuat Reyna jatuh.
"Reyna, tetap di belakangku!" Lian berteriak, melindungi Reyna dari serangan angin itu.
Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, naga itu membuka mulutnya, mengeluarkan hembusan api hitam yang menghancurkan segalanya di jalurnya. Lian mendorong Reyna ke samping, menghindari api itu hanya dalam hitungan detik.
"Kita tidak bisa melawannya seperti ini!" teriak Reyna panik.
"Tapi kita harus mencoba!" balas Lian.
Cahaya dari Dalam Kristal
Ketika naga itu menyerang lagi, Kristal Takdir di tangan Reyna mulai bersinar. Cahaya itu menyebar, membentuk perisai yang melindungi mereka dari serangan naga. Reyna memandang kristal itu dengan takjub.
"Ini... kristal ini melindungi kita," gumamnya.
"Gunakan itu, Reyna! Itu mungkin satu-satunya harapan kita," kata Lian, matanya penuh harapan.
Namun, saat Reyna mencoba memahami bagaimana menggunakan kekuatan itu, suara dari dalam kristal berbisik lagi, kali ini lebih jelas:
"Hanya hati yang murni yang bisa membuka kekuatanku. Temukan keberanianmu, Reyna."
Hembusan Kehancuran
Naga itu tampak semakin marah, menyadari bahwa serangannya tidak efektif. Ia mengumpulkan energi, bersiap untuk mengeluarkan serangan terakhirnya. Langit menjadi gelap, angin semakin kencang, dan tekanan udara membuat napas mereka tersendat.
"Reyna, lakukan sesuatu!" seru Lian.
Reyna menutup matanya, mencoba mendengarkan suara dari kristal. Dia merasakan ketakutan dan keraguan memenuhi hatinya, tetapi dia juga merasakan sesuatu yang lebih kuat: harapan.
"Aku tidak akan membiarkan mereka menderita lagi," bisiknya.
Cahaya dari kristal menjadi semakin terang, membentuk lingkaran energi di sekeliling Reyna. Dia membuka matanya, dan untuk pertama kalinya, dia merasa terkoneksi sepenuhnya dengan kekuatan di dalam kristal itu.
Dengan satu gerakan, dia mengangkat kristal itu tinggi-tinggi, memancarkan cahaya yang menembus kegelapan. Naga itu berhenti sejenak, matanya melebar, tampak terkejut oleh kekuatan yang baru muncul ini.