Kedua pintu itu berdiri kokoh di hadapan Reyna dan Lian, masing-masing dihiasi ukiran naga yang tampak hidup. Satu pintu memancarkan cahaya lembut yang menenangkan, sementara yang lain tampak dilingkupi kegelapan, dengan ukiran naga yang mencakar-cakar permukaan kayunya.
"Pilihan ini terasa seperti jebakan," gumam Lian, mengamati kedua pintu dengan curiga. "Pintu yang bercahaya terlihat seperti jawaban yang jelas, tapi aku tidak yakin sesuatu di tempat ini semudah itu."
Reyna berdiri diam, pikirannya berkecamuk. Suara patung kristal tadi masih terngiang-ngiang di telinganya. "Ikuti hatimu." Namun, apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh hatinya?
"Aku harus memilih," kata Reyna, mengambil napas panjang.
"Tidak. Kita harus memilih bersama," kata Lian tegas. "Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian."
Reyna menatap Lian, lalu kembali melihat ke arah pintu-pintu itu. Satu langkah salah, dan semuanya bisa berakhir dalam kehancuran.
Bisikan dari Dalam
Tiba-tiba, suara lembut seperti bisikan angin terdengar dari pintu yang gelap. "Reyna... Reyna..."
Reyna terkejut. "Kau mendengar itu?" tanyanya pada Lian.
"Mendengar apa?" jawab Lian, kebingungan.
Reyna mendekati pintu gelap itu. Ukiran naga di permukaannya tampak berkilauan, seolah hidup. Suara itu semakin jelas, memanggilnya dengan nada yang akrab dan hangat.
"Ini tidak benar," kata Lian, menarik Reyna menjauh. "Apa pun yang ada di balik pintu itu mencoba mempengaruhimu."
"Tapi aku merasa... ini jalan yang harus aku ambil," balas Reyna, kebingungan antara instingnya dan logika.
Keputusan yang Sulit
Setelah beberapa saat penuh keraguan, Reyna akhirnya berkata, "Aku akan masuk ke pintu yang gelap."
"Reyna, pikirkan lagi. Ini terlalu berisiko!" protes Lian.
"Aku tahu, tapi aku tidak bisa mengabaikan panggilan ini. Ini seperti... ini bagian dari takdirku," kata Reyna tegas.
Dengan enggan, Lian akhirnya menyerah. "Baiklah. Kalau begitu, aku akan bersamamu. Apa pun yang ada di balik pintu itu, kita hadapi bersama."
Reyna mengangguk, lalu menyentuh gagang pintu yang dingin dan kasar. Saat ia mendorong pintu itu terbuka, suara gemuruh menggema di seluruh ruangan.
Rahasia di Balik Pintu Gelap
Saat pintu terbuka, mereka disambut oleh kegelapan total. Udara di dalam terasa berat, seperti menekan dada mereka. Namun perlahan, cahaya biru redup mulai bermunculan, membentuk jalur yang mengarah ke sebuah altar batu di tengah ruangan.
Di atas altar itu, ada sebuah benda yang memancarkan aura kuat. Itu adalah sebuah kristal berbentuk hati, berwarna merah gelap. Energi dari kristal itu begitu kuat hingga membuat Reyna merasa seperti sedang ditarik ke arahnya.
"Ini... luar biasa," bisik Reyna, melangkah mendekati altar.
Namun, sebelum ia bisa menyentuh kristal itu, bayangan hitam tiba-tiba muncul di sekeliling mereka, membentuk sosok menyeramkan dengan mata merah menyala.
"Siapa yang berani menginjakkan kaki di wilayahku?" suara makhluk itu menggelegar, membuat lantai di bawah mereka bergetar.
Lian segera menarik pedangnya, bersiap untuk bertarung. "Siapa kau?"
"Aku adalah penjaga pintu ini," jawab makhluk itu. "Dan hanya mereka yang memiliki keberanian sejati yang boleh mengambil Kristal Takdir."
Ujian Keberanian
Penjaga itu melangkah mendekati Reyna, matanya yang merah menyala menatap langsung ke dalam jiwanya. "Kau ingin mengambil kristal ini? Maka kau harus menjawab satu pertanyaan sederhana: Apa yang paling kau takutkan?"
Reyna terdiam. Ketakutannya datang menghantam, seperti gelombang pasang yang tak bisa ia tahan. Ia takut kehilangan keluarganya, takut gagal, takut menghadapi takdir yang terlalu besar untuknya.
"Aku..." suaranya bergetar. "Aku takut kehilangan mereka yang aku cintai."
Penjaga itu tertawa kecil, namun tidak dengan nada mengejek. "Itu adalah ketakutan yang besar. Tapi keberanian sejati adalah bertindak meski kau merasa takut."
Ia melangkah ke samping, memberikan jalan. "Jika kau yakin dengan hatimu, ambillah kristal itu."
Pilihan Terakhir
Reyna melangkah maju, tangan gemetar saat menyentuh Kristal Takdir. Saat ia memegangnya, energi dari kristal itu mengalir ke seluruh tubuhnya. Namun, bersamaan dengan itu, bayangan dari masa lalunya muncul di sekelilingnya.
Ia melihat keluarganya tersenyum, Lian yang melindunginya, dan naga misterius yang muncul dalam mimpinya. Semua itu membuatnya sadar bahwa perjalanannya baru saja dimulai, dan pilihannya hari ini akan menentukan segalanya.
"Reyna!" seru Lian, yang tiba-tiba melihat bayangan besar muncul dari balik altar. Itu adalah naga hitam besar dengan mata seperti lava cair, mengamati mereka dengan tajam.
"Kau telah membangunkanku, Anak Takdir," kata naga itu dengan suara yang menggema.
Reyna menatap naga itu dengan campuran rasa takut dan kagum. "Siapa kau?"
"Aku adalah bagian dari jawaban yang kau cari. Tapi untuk memahami semuanya, kau harus siap menghadapi apa yang akan datang."
Reyna berdiri terpaku, tubuhnya terasa kecil di hadapan naga hitam yang baru saja bangkit. Mata naga itu, merah membara seperti lava yang mendidih, memandang langsung ke dalam jiwanya, membuat semua keberanian Reyna berguncang.
Lian berdiri di sampingnya, pedangnya berkilau di bawah cahaya biru redup dari Kristal Takdir. Namun, dia tahu bahwa pedangnya mungkin tidak cukup melawan makhluk sebesar dan sekuat ini.
"Kau telah memilih jalan yang sulit, manusia," kata naga itu dengan suara yang dalam dan bergetar. "Hanya sedikit yang memiliki keberanian untuk membuka pintu ini, tetapi keberanian saja tidak cukup."
"Apa maksudmu?" tanya Reyna, suaranya hampir berbisik.
"Pintu ini bukan hanya ujian keberanian, tetapi juga ujian hati. Aku akan memberimu dua pilihan. Pilihan pertama, kau meninggalkan Kristal Takdir dan pergi tanpa melukai dirimu sendiri. Pilihan kedua, kau mempertahankan kristal itu dan menghadapi hukuman atas kesombonganmu."
Tantangan Naga
Lian melangkah maju. "Kami tidak datang sejauh ini untuk menyerah!" serunya dengan tegas.
Naga itu mendengus, asap keluar dari lubang hidungnya. "Manusia selalu terburu-buru dan sombong. Kalian tidak tahu apa yang sedang kalian hadapi. Kristal itu bukan hanya sumber kekuatan, tetapi juga beban besar. Hanya mereka yang siap mengorbankan segalanya yang layak memilikinya."
Reyna menggenggam kristal itu lebih erat. "Jika aku harus menghadapi konsekuensi ini untuk menyelamatkan keluargaku, aku akan melakukannya!" katanya, suaranya dipenuhi keyakinan yang baru ditemukan.
Naga itu mengangguk perlahan, tampak menghargai tekad Reyna. "Baiklah, Reyna. Kau telah membuat pilihanmu. Tapi kau belum memahami sepenuhnya apa arti dari pengorbanan."
Penglihatan Takdir
Tiba-tiba, ruangan itu berubah. Reyna dan Lian tidak lagi berada di ruang gelap itu. Mereka berdiri di tengah padang rumput yang luas, di mana matahari bersinar terang. Namun, pemandangan itu segera berubah menjadi gelap.
Di depan mereka, Reyna melihat keluarganya terikat dan terancam oleh bayangan besar yang menyerupai naga lain. Makhluk itu tertawa jahat, sambil mengayunkan ekornya yang besar ke arah mereka.
"Apa ini?" tanya Reyna, tubuhnya gemetar.
"Ini adalah gambaran masa depan yang mungkin," jawab naga hitam. "Jika kau terus mengejar kekuatan ini tanpa memahami tanggung jawabnya, mereka yang kau cintai akan menjadi korban."
Keputusan yang Berat
"Tidak!" teriak Reyna, air mata mengalir di pipinya. "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi!"
Naga itu mengamati Reyna dengan saksama. "Itulah pengorbanan yang kubicarakan, Reyna. Terkadang, menyelamatkan satu hal berarti harus kehilangan yang lain. Apa yang akan kau lakukan jika takdir memaksamu untuk memilih?"
Reyna jatuh berlutut, menggenggam Kristal Takdir dengan gemetar. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa kekuatan besar datang dengan tanggung jawab besar. Ia mulai memahami bahwa untuk menyelamatkan keluarganya, ia harus lebih dari sekadar berani; ia harus bijak.
Lian berdiri di sampingnya, menempatkan tangan di bahunya. "Reyna, kita bisa melakukannya bersama. Apa pun yang akan terjadi, aku ada di sini bersamamu."
Awal dari Perubahan
Reyna mengangkat kepalanya, menatap naga hitam itu dengan mata yang penuh tekad. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi aku bersedia belajar. Jika aku harus menghadapi ketakutanku sendiri untuk menyelamatkan mereka, aku akan melakukannya."
Naga itu mengangguk, lalu membuka sayapnya yang besar. "Baiklah. Kau telah menunjukkan keberanian dan hati yang tulus. Tapi perjalananmu baru saja dimulai, Anak Takdir. Dunia ini tidak akan memberimu apa pun dengan mudah."
Dalam sekejap, cahaya terang menyelimuti ruangan. Reyna merasakan tubuhnya ditarik kembali ke realitas, bersama dengan Lian. Saat mereka membuka mata, mereka kembali berada di ruang dengan dua pintu, tetapi Kristal Takdir kini bersinar terang di tangan Reyna.
"Apakah ini sudah selesai?" tanya Lian, menatap Kristal Takdir dengan campuran rasa lega dan kekaguman.
"Tidak," jawab Reyna, menggenggam kristal itu erat. "Ini baru permulaan."
Di kejauhan, suara gemuruh terdengar. Sesuatu yang besar sedang mendekat. Reyna dan Lian saling menatap, tahu bahwa apa pun yang akan terjadi selanjutnya, mereka harus siap menghadapi tantangan yang lebih besar.