Reyna merasakan detak jantungnya berpacu saat sosok itu perlahan keluar dari balik bayangan pepohonan. Cahaya api unggun yang berpendar memantulkan bayangan makhluk tersebut ke tanah. Ia adalah seekor serigala, tetapi bukan serigala biasa. Tubuhnya sebesar kuda, bulunya hitam kelam dengan mata yang menyala merah seperti bara api.
Lian mengangkat pedangnya, refleks seorang prajurit yang selalu siap menghadapi ancaman. Reyna di belakangnya, menahan napas sambil menggenggam tongkat kayu yang ia temukan di dekat api unggun.
"Jangan mendekat," seru Lian dengan suara tegas.
Namun, serigala itu tidak menunjukkan tanda-tanda menyerang. Ia berhenti beberapa meter dari mereka, menundukkan kepalanya seperti memberi hormat. Dari mulutnya yang berbulu tebal, keluar suara yang mengejutkan.
"Manusia muda, aku tidak datang untuk melukai kalian."
Reyna membelalak. "Kau… berbicara?"
Makhluk itu mengangguk pelan, matanya kini fokus pada Reyna. "Aku adalah Utara, penjaga batas wilayah ini. Kehadiranmu di sini telah memanggilku, karena kau membawa sesuatu yang melampaui pemahaman dunia ini."
Reyna melirik Lian, yang meskipun tampak tegang, tetap menjaga posisi bertahan. "Apa maksudmu?" tanya Reyna, suaranya bergetar.
"Naga," jawab Utara singkat. "Jejak kekuatan naga legendaris melekat padamu. Aku bisa menciumnya, seperti aroma hujan yang datang setelah kekeringan panjang."
Reyna membeku. Pikiran tentang naga yang ia temui di danau kembali menghantamnya. "Bagaimana kau tahu tentang itu?"
Kisah Penjaga
Utara duduk, tubuhnya yang besar tampak menenangkan meskipun auranya tetap mengintimidasi. "Legenda naga bukan hanya dongeng untuk anak-anak. Kekuatan mereka nyata, dan kau telah terhubung dengan salah satunya. Itu membuatmu menjadi target bagi banyak pihak, baik yang ingin melindungi maupun menghancurkanmu."
Lian mengernyitkan dahi. "Jika itu benar, mengapa kau di sini? Apa yang kau inginkan dari kami?"
Utara menatap Lian, seolah menilai pria itu. "Aku di sini untuk memperingatkan kalian. Perjalanan ini tidak akan mudah. Ada kekuatan gelap yang juga mencari naga itu, dan mereka tidak akan berhenti sampai menghancurkan apa pun yang menghalangi jalan mereka."
Reyna menelan ludah. "Kekuatan gelap?"
Utara mengangguk. "Mereka yang dikenal sebagai Pemburu Bayangan. Mereka adalah makhluk yang telah lama melupakan cahaya, dan mereka hidup untuk menghancurkan keseimbangan dunia. Jika mereka menemukan naga itu sebelum kau memahaminya, segalanya akan berakhir dalam kehancuran."
Tawaran Bantuan
"Jadi, apa yang harus kami lakukan?" Reyna bertanya, suaranya penuh kecemasan.
"Ikuti jejak takdirmu," jawab Utara. "Namun, kau tidak harus melakukannya sendiri. Aku akan membimbingmu sejauh yang aku bisa. Tapi ingat, keputusan akhirnya ada padamu."
Lian memotong, "Bagaimana kami bisa mempercayaimu? Kau bisa saja bekerja untuk kekuatan gelap yang kau bicarakan."
Utara menatap Lian tajam. "Kepercayaan adalah hal yang sulit di dunia seperti ini, aku mengerti. Tapi aku tidak memerlukan persetujuanmu, manusia. Tugasku adalah melindungi, bukan meyakinkan."
Reyna merasakan ketulusan dalam suara Utara, meskipun makhluk itu terdengar dingin. Ia mengangguk pelan. "Baiklah, jika kau bersedia membantu, aku akan menerimanya. Tapi aku ingin jawaban. Apa sebenarnya hubungan naga itu denganku?"
Utara menatap Reyna dalam-dalam, seolah mencari sesuatu di matanya. "Itu, Reyna, adalah sesuatu yang hanya bisa kau temukan sendiri. Namun, aku tahu satu hal: hatimu adalah kunci. Tanpa pemahaman cinta sejati, naga itu akan tetap tersembunyi darimu."
Pertanda Bahaya
Percakapan mereka terputus ketika suara jeritan tiba-tiba terdengar dari kejauhan. Jeritan itu melengking, penuh kepanikan, dan diikuti oleh suara gemuruh yang menggetarkan tanah. Reyna dan Lian langsung bangkit, tubuh mereka tegang.
"Apa itu?" tanya Reyna, panik.
Utara berdiri, bulunya berdiri tegak. "Pemburu Bayangan. Mereka sudah dekat."
Lian mengangkat pedangnya, matanya penuh kesiapan. "Reyna, tetap di belakangku."
Reyna mengangguk, meskipun tubuhnya gemetar. Ia merasakan kekuatan baru yang menyelimuti dirinya—sebuah campuran rasa takut dan keberanian.
Dari balik pepohonan, bayangan-bayangan gelap mulai muncul. Mereka bukan manusia, melainkan makhluk menyerupai manusia dengan tubuh berasap dan mata merah menyala. Mereka bergerak cepat, seperti bayangan yang menari di antara cahaya dan kegelapan.
Utara menggeram, memperlihatkan taring tajamnya. "Ini baru permulaan. Bersiaplah, manusia muda. Takdirmu akan diuji malam ini."
Hutan itu tidak pernah sepi dari suara. Namun malam ini, ketenangan yang aneh menyelimuti semuanya. Reyna merasakan angin malam yang biasanya lembut kini berubah menjadi sesuatu yang mencekam. Daun-daun bergesekan pelan, dan cahaya bulan yang menembus celah dedaunan tampak memudar, seperti tersedot ke dalam kegelapan.
"Apa ini?" gumam Reyna, merasa ada sesuatu yang mengawasi.
Lian berdiri di depannya, mata tajamnya menyapu sekitar. "Ada sesuatu yang tidak beres. Kita tidak sendirian."
Tiba-tiba, dari balik semak belukar, muncul makhluk kecil berbentuk seperti bola bulu yang bercahaya. Makhluk itu melayang-layang, memancarkan sinar redup berwarna biru. Reyna menatapnya dengan rasa ingin tahu dan sedikit takut.
"Makhluk apa itu?" tanya Reyna.
Lian mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar Reyna tidak bergerak. "Itu adalah Cahaya Penunjuk. Mereka jarang muncul tanpa alasan."
Sinar biru itu berputar mengelilingi Reyna, seakan mengamatinya. Lalu, dengan kecepatan yang mengejutkan, makhluk itu terbang ke arah utara. Reyna, tanpa sadar, melangkah maju seolah terpanggil.
"Reyna, tunggu!" seru Lian, mencoba menghentikannya.
"Aku harus mengikutinya. Rasanya... seperti dia memanggilku," jawab Reyna, suaranya seperti orang yang sedang terhipnotis.
Bayangan dan Cahaya
Mereka mengikuti jejak makhluk bercahaya itu. Semakin jauh mereka melangkah, semakin aneh suasananya. Pohon-pohon di sekitar mereka berubah menjadi lebih besar dan lebih gelap, dengan akar-akar yang menjulur seperti tangan-tangan yang mencoba meraih mereka.
"Aku tidak suka tempat ini," gumam Lian, menggenggam pedangnya lebih erat.
Tiba-tiba, cahaya itu berhenti di sebuah celah kecil di antara dua batu besar. Ia berputar-putar sebentar, lalu memancarkan sinar yang lebih terang sebelum menghilang.
Reyna mendekati batu itu, tangannya menyentuh permukaannya yang kasar. "Ada sesuatu di sini..."
Ketika ia berkata begitu, tanah di bawah kakinya mulai bergetar. Sebuah celah terbuka di antara batu-batu itu, memperlihatkan lorong gelap yang tampak menuju ke bawah tanah.
"Ini jebakan," kata Lian dengan nada curiga.
Namun sebelum Reyna bisa menjawab, sebuah suara menggema dari dalam lorong. Suara itu dalam, berat, namun memiliki nada kehangatan yang aneh.
"Masuklah, gadis pemberani. Jawaban yang kau cari ada di sini."
Reyna menatap Lian, yang balas menatapnya dengan keraguan.
"Apapun itu, aku tidak suka ini," kata Lian tegas.
"Tapi aku harus tahu," jawab Reyna, mengambil langkah maju ke dalam lorong.
Pertemuan Tak Terduga
Lorong itu dingin dan gelap, dengan dinding-dinding batu yang terasa hidup, seolah bernafas bersama mereka. Cahaya obor yang dibawa Lian hanya cukup untuk menerangi beberapa langkah di depan.
"Apa tempat ini?" gumam Reyna, merasa seakan ada mata yang mengintip dari kegelapan.
Mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan langit-langit yang tinggi. Di tengah ruangan, berdiri sebuah patung naga yang megah, terbuat dari kristal yang berkilauan. Namun, patung itu tidak diam. Matanya yang seperti berlian perlahan terbuka, dan suaranya menggema di ruangan.
"Kau telah datang, pembawa harapan."
Reyna terkejut, melangkah mundur. "Siapa... atau apa kau?"
"Aku adalah penjaga jejak naga yang kau cari. Hanya mereka yang hatinya dipenuhi cinta sejati yang dapat memanggilku," jawab suara itu.
Lian melangkah maju, masih dengan pedangnya di tangan. "Jika kau penjaga, di mana naganya?"
Patung itu tertawa kecil, suaranya menggema. "Naga itu tidak dapat ditemukan. Ia harus memilih untuk ditemukan."
Pilihan Berbahaya
Patung itu menoleh ke Reyna, memfokuskan perhatian sepenuhnya padanya. "Namun sebelum itu, kau harus membuktikan bahwa kau layak. Cinta sejati tidak hanya tentang apa yang kau rasakan, tapi apa yang berani kau korbankan."
Saat itu, lantai di bawah mereka mulai bergemuruh. Dua pintu besar muncul di dinding sebelah kanan dan kiri ruangan.
"Di balik salah satu pintu ini ada jawaban yang kau cari. Tapi hati-hati, pilihanmu bisa membawa kehancuran atau penyelamatan. Pilihlah dengan bijak."
Reyna menatap kedua pintu itu, kebingungan. "Bagaimana aku tahu mana yang benar?"
Patung itu tersenyum samar. "Ikuti hatimu. Hanya itu yang bisa kau andalkan."