Saat senja telah redup dan di gantikan oleh sinar rembulan yang menerangi gelapnya malam. Dua pria saling berhadapan bersiap melakukan pertempuran bukan untuk mengejar kekayaan, kejayaan maupun kekuasan, Tapi untuk pencerahan diri.
"Oh, ya, nama mu Lloyd, benarkan?" Tanya Itterom melangkahkan kakinya menjauh dari Lloyd untuk bersiap di tempatnya. Begitu pula Lloyd yang mengambil arah yang berlawanan.
"Iya, memangnya kenapa?" Ia membalas tanpa membalikkan tubuhnya.
Lanjut Itterom. "Aku hanya penasaran kenapa kamu meminta bertarung walaupun tidak memiliki masalah denganku."
Ia kemudian membalikan badannya diikuti Lloyd yang juga membalikkan badannya. Lloyd kemudian menjawab dengan suara yang dipenuhi keyakinan.
"Dua hal saja. Pertama aku ingin mencoba kekuatan baruku, kedua aku ingin tahu bagaimana cara mengendalikannya."
Meski ada sedikit keraguan apakah itu memang benar-benar tidak masalah mengajak mertua sendiri bertarung. Akan tetapi Lloyd tetap ingin mencobanya.
Itterom mengangguk paham dan segera bersiap. Helaan nafas di antara keduanya begitu terasa sampai membuat hawa di sekitarnya menjadi mencekam.
"Mereka tak akan sampai mati-matian kan?" Nessie khawatir dengan pertarungan antara keduanya. Namun Jeanne yakin mereka hanya akan mengobrol lewat pukulan mereka.
Saat Jeanne menjentikkan jarinya. Keduanya langsung melesat menembus gelapnya malam. Dibantu dengan sinar rembulan juga UnLogic yang di alirkan ke mata membuat matanya dapat bersinar.
Mereka berdua melaju dalam kecepatan suara. Kecepatan yang tak akan bisa di tahan oleh manusia biasa, keduanya akhirnya saling menghantamkan tinjuan pada tubuh masing-masing yang berhasil ditahan dengan tangan lainnya.
Crack*
Terdengar dengan jelas tulang lengan Lloyd patah dan mengeluarkan darah tapi ia tak mempermasalahkannya dan tetap melanjutkan pertarungan.
Keduanya saling jual beli serangan dengan tempo yang sangat cepat. "Jadi apa yang ingin kamu bicarakan. Sampai-sampai mengajak ayah bertarung seperti ini?"
Meski terlihat mereka terlihat hanya saling bertukar pukulan di mata ketiga wanita itu. Namun, pada kenyataannya mereka sedang berada di dunia yang berbeda, saling berbincang mengenai masalah yang sedang dihadapi Lloyd.
Pindah ke dunia yang mereka tempati sekarang adalah dunia pikiran yang dibuat untuk Lloyd. Berbentuk sebuah panggung orkestra dengan dua kursi yang saling berhadapan.
Mereka duduk sambil berhadapan-hadapan, Lloyd kemudian menceritakan tentang alasan sebenarnya mengapa ia ingin bertarung.
"Pertama aku ingin minta maaf karena sudah tidak sopan dan kedua aku ingin menjelaskan alasan sebenarnya aku ingin bertarung dengan mu."
"Bukannya kamu tadi udah bilang?" Sembari tertawa kecil, Itterom menyuruh Lloyd untuk rileks.
"Itu tujuanku bukan alasanku." Lloyd berbicara seolah dirinya memang tidak serius dengan dua alasan sebelumnya.
Itterom tak mempermasalahkannya, ia meminta Lloyd untuk melanjutkan saja apa yang ingin dirinya katakan.
"Jadi begini ayah." Ia kemudian menjelaskan masalah emosi dan juga pikirannya yang mudah terbawa dengan perkataaan orang lain bahkan jika itu hanya satu kata saja dapat membuatnya tertipu.
Lloyd merasa sangat kebingungan bagaimana caranya untuk menentukan arah pikirannya ke sesuatu yang berguna tidak hanya menebak-nebak dan terlibat dalam masalah yang sebetulnya dapat dihindari.
Saat merasa sudah cukup Lloyd berhenti berbicara. Itterom dapat memahami betul sifat labil Lloyd yang tak terlalu mengenal cara dunia bekerja.
"Sebelum aku memberikan saran, ayah merasa ada sesuatu yang aneh dengan penjelasanmu, boleh ayah tahu umur dan nama aslimu?" Dengan senyuman Itterom mulai mengulik masa lalu Lloyd.
Ia melakukan hal tersebut karena kebiasaan dan juga untuk membantunya memberikan nasihat secara maksimal.
Termenung beberapa saat, Lloyd akhirnya menjawab dengan ragu. "Aku tidak tahu telah berapa lama aku hidup tapi jika aku ingat-ingat lagi. Di ingatanku sepertinya Aku telah berumur sekitar delapan puluh tahun."
Lanjut Lloyd menjelaskan. "Untuk nama asliku. Aku sedari awal tidak punya nama dan aku hanya berpaku pada ingatanku untuk membiasakan diriku dipanggil Lloyd meski aku tidak tahu sama sekali nama siapa itu."
Setelah Lloyd menjelaskan panjang lebar biodata singkatnya. Itterom sedikit menyadari sesuatu dalam penjelasan Lloyd, lalu ia membuat kesimpulan bahwa Lloyd memiliki ingatan banyak orang dan juga dapat merasakan secara langsung pengalaman mereka. Itu membuatnya mudah mengalami gangguan eksternal.
Di dorong oleh rasa penasaran, Itterom kemudian mulai bertanya pada Lloyd apa yang telah ia simpulkan.
"Nak. Ini tentang ingatan yang kamu sebutkan. Aku menyadari sesuatu. Apa kau memang merasa pernah hidup selama itu?"
Lloyd mengerutkan alisnya bersamaan dengan Itterom yang lanjut menjelaskan.
"Apakah kamu menyadarinya? Kamu terasa seperti wadah yang menampung ingatan orang lain. Kamu, apa kamu benar-benar hidup untuk dirimu sendiri atau untuk orang lain?"
Tanya Itterom dengan ekspresi serius. Lloyd yang mendengarnya baru menyadari kalau semua yang dikatakan olehnya bukanlah sebuah omong kosong belaka.
Ia kemudian fokus mengambil dan menyatukan seluruh kepingan ingatan yang penting ada di kepalanya.
Mulai dari ingatan pertamanya saat bertemu Frez.
Ingatan saat bertemu Vyz dan Vyzus yang mengaku sebagai kepribadian Lloyd.
Dan terakhir saat Erys memberikan sisik misterius pada nya yang membuatnya bertemu dengan empat orang bertopeng.
Setelah terdiam beberapa saat, Lloyd pada akhirnya menyadari segala hal yang ia rasakan selama ini dari ingatannya hanyalah sebuah implan dari ingatan orang lain.
Dan ia hanyalah sebuah subjek yang di teliti oleh para ilmuwan gila bertopeng itu.
Di situlah ia yakin ke empat orang itu adalah Lloyd, Frez, Vyzus, dan ignis.
Perlahan warna perak di mata nya memudar berubah menjadi warna hitam pekat, aura yang dikeluarkan oleh Lloyd yang awalnya cerah kini menjadi gelap.
Tujuannya kini menghilang bersama dengan rasa kepercayaan pada dirinya sendiri. Frez orang yang ingin dia selamatkan ternyata adalah salah satu otak yang menjadikannya subjek eksperimen.
Mereka berempat sengaja membuat skenario itu untuknya, mungkin untuk melihat bagaimana manusia akan terus berevolusi tanpa adanya batasan seperti penuaan dan kelemahan.
Perasaan seperti di khianati membuatnya begitu terpukul sampai-sampai tak kuat untuk melanjutkan pembicaraan tersebut.
Itterom juga ikut bersedih melihat menantunya baru mendapatkan tamparan keras dari realita yang di yakininya selama ini.
'Sepetinya dia merasa sangat terpukul menyadari kehidupannya saat ini hanyalah cerita tanpa bobot.' Dalam benaknya ia menyimpan rasa bersalahnya pada Lloyd karena memberitahunya kenyataan pahit.
Namun, di sisi lain ia juga sudah seharusnya mengatakan hal tersebut tanpa menutupi kebenarannya sedikitpun.
Dengan suara kecil, Itterom meminta maaf dari lubuk hati terdalamnya. "Maafkan aku, nak"
Tak lama setelah itu, seisi tempat itu terguncang layaknya mengalami gempa bumi yang amat dahsyat.
Kembali ke dunia nyata, sepuluh menit yang lalu. Nessie dan yang lainnya sedang melihat pertarungan keduanya yang berjalan sangat intens tanpa menggunakan senjata.
Tak lama dari itu tetesan air menimpa kepalanya dan saat ia melihat ke atas awan mendung telah menyelimuti langit malam.
"Sepertinya akan turun hujan." Nessie kemudian melirik ke arah ibunya yang mengajak keduanya untuk masuk ke kabin.
"Kalau begitu, ayo masuk ke sana dan siapkan makanan sekalian untuk mereka." Katanya sambil menunjuk ke arah kabin.
Nessie dan Erys mengangguk lalu mereka berjalan menuju kabin itu meninggalkan kedua pria yang sedang 'mengobrol' di sana.
Kembali ke masa kini, Lloyd dan Itterom telah sadar sesuatu mendekat dengan sangat cepat.
"?!"
Secara reflek Itterom kemudian menghindar dari tempatnya berdiri dan membuat sebuah tombak. Namun, Lloyd hanya diam mematung.
Satu detik setelahnya tubuh Lloyd menghilang, menyisakan kakinya yang tak bergeser sedikitpun.
Terlihat suatu makhluk yang sangat besar dengan bulu hitam tebal langsung melahap tubuh Lloyd.
"Lloyd!!!" Itterom yang panik segera berteriak memanggil Lloyd.
Tapi saat melihat tubuhnya dimakan begitu saja Itterom merasa sangat marah. 'Sialan!!! Apakah dia sudah mati?'
Ia kemudian bersiap menyerang makhluk itu. "Kau akan mati di tangan ku sekarang juga, sialan!!"
Itterom dengan cepat berlari menuju makhluk itu untuk membunuhnya, dan saat melewati kaki Lloyd yang masih menapak di tanah.
Saat berada tepat di sampingnya, Itterom menyadari adanya percikan di kaki Lloyd dan tanpa sadar menoleh ke arahnya.
Dengan cepat makhluk berbulu itu melesat dengan menggunakan gelombang kejut menuju Itterom. Paruh makhluk itu dalam sekejap sudah berada di hadapannya siap melubangi kepalanya.
'Oh, tidak! Aku malah tidak fokus.' Ia dengan cepat menggunakan tombaknya untuk menangkis paruhnya.
Sebelum terjadi kontak diantara keduanya, sebuah tangan dengan api mengelilinginya segera menahan paruh itu hanya menggunakan tangannya.
Lloyd telah bangkit dari kematian, membuat Itterom sangat terkejut. "Lloyd?!"
Ia hanya diam tak mengeluarkan suara, menundukkan kepalanya, dan sebelum ada yang sadar Lloyd telah berada diantara keduanya.
Dalam kurun waktu kurang dari satu detik, paruh makhluk itu hancur lebur menjadi abu membuatnya sangat terkejut dan menjauh sembari memberikan gelombang kejut pada Lloyd.
Setelah merasa cukup jauh makhluk itu berhenti untuk mangamati Lloyd. Saat melihat kembali ke arahnya makhluk itu menyadari Lloyd telah menghilang.
Hush*
"Apa ini mungkin?" Itterom yang tak melihat pergerakan Lloyd baru menyadari tombak yang digenggamnya telah hilang.
Lloyd yang telah berdiri dihadapannya lalu mengayunkan vertikal tombak Itterom dengan menggunakan energi UnLogic miliknya.
Shing*
Ayunan tombak yang digunakan layaknya pedang telah membelah langit malam dan makhluk itu menjadi dua menghilangkan hujan.
"Haha, luar biasa." Itterom hanya bisa tertawa tak percaya dengan apa yang di lihatnya.
Tampak awan yang terbelah mengeluarkan cahaya bulan dari celahnya menyinari Lloyd yang berdiri tegak menggenggam tombak Itterom.
Itterom segera mendekati Lloyd sembari mengubah salah satu sisiknya menjadi pakaian mirip dengan yang Lloyd kenakan sebelumnya.
Saat Itterom akan memakaikannya, Lloyd tanpa berekspresi berterima kasih. Disitulah Ia menyadari tubuh Lloyd semakin tinggi dan berotot jika di bandingkan dengan sebelumnya.
"Apakah kamu bertambah tinggi karena kekuatan mu?" Tanpa sadar Itterom bertanya. Lloyd melirik dan menjawab dengan datar.
"Mungkin saja, aku tidak tahu." Katanya sambil menunduk kepalanya untuk melihat Itterom.
Itterom dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter hanya setinggi leher Lloyd. Setelah bertatapan beberapa menit Itterom akhirnya kembali berkata.
"Yasudah lah kalau begitu, omong-omong kemana semuanya." Ia kemudian melirik ke sekitar yang kosong.
Dengan lesu Lloyd menunjuk ke arah kabin berpikir mereka ada disana. "Kau benar mungkin mereka ada disana."
Mereka kemudian segera menuju ke kabin untuk beristirahat. Berdiri di depan pintu, Itterom bersama dengan Lloyd di belakangnya mulai menarik gagang pintu membukanya.
Dari celah itu, Mereka melihat tiga orang wanita sedang menunggu di meja makan dengan banyak sekali makanan di atas meja.
Mereka bertiga menyambut Itterom dan Lloyd dengan hangat. "Kalian sudah selesai, ayo makan."
Senyuman di wajah Nessie membuat Lloyd kembali merasakan Kehangatan, ia membalas senyumannya dengan mata yang hampa.
Membuat Nessie khawatir begitupula Jeanne yang melirik ke arahnya dengan tatapan khawatir.
"Hei, jangan beri aku tatapan seperti itu?" Nessie merasa sedikit ketakutan saat mendapati Lloyd menatap terus dirinya.
Tak menjawab Lloyd langsung duduk di tempatnya dan diikuti Itterom setelahnya.
Merasa ada sesuatu yang di rahasiakan, Jeanne segera menanyakannya pada Itterom. "Jadi apa sekarang?"
Itterom merasa canggung saat akan menjawabnya tapi segera dihentikan Lloyd yang langsung berkata.
"Ibu, aku akan menjawab pertanyaan saat itu." Lloyd mengatakan hal tersebut karena sudah memiliki jawaban.
Jeanne baru ingat dengan pertanyaannya dan dengan santainya bertanya. "Bukankah kamu mengatakan kalau kamu sudah lupa untuk menutupinya?"
"Iya tapi kali ini aku akan mengatakannya secara langsung karena sudah yakin." Lloyd melirik ke arah Itterom yang sedang asik menyantap makanannya.
Menarik nafas panjang lalu menegeluarkannya, Lloyd berkata sembari menunjukkan senyuman pahit di wajahnya.
"Aku tidak pernah hidup tapi aku juga tidak mati, aku ada karena orang menginginkannya."
Seketika suasana hangat itu menjadi tegang karena perkataan Lloyd. Namun, itu tidak mempengaruhi Itterom yang terus memakan makanan di atas meja dengan santainya.