Setelah menyampaikan tujuannya, Lloyd yang kini di panggil Efialtis sedang duduk santai bersama Itterom, Menikmati indahnya langit malam.
Mereka sangat menikmati waktu itu, dan tak lama kemudian dari langit tampak sebuah pemandangan yang begitu mempesona hingga membuat Efialtis tak bisa memindahkan pandangannya.
Itu adalah hujan bintang jatuh. "Wah, sudah lama aku tak melihatnya, bintang jatuh perak."
Ungkap Itterom ikut terpesona saat melihat kilauan perak di langit malam itu. Efialtis dan Itterom menikmati pertunjukkan langit itu bersama.
Saat pertunjukkan alam itu selesai Efialtis tertawa kecil baru menyadari dirinya merasa nyaman bersama Itterom.
Ia kemudian menoleh ke arah Itterom lalu tersenyum tipis. "Ayah, kamu memang sosok yang luar biasa bagiku."
Mendengar pujian Efialtis, Itterom dengan wajah tak percaya meraih kepala Efialtis. "Kau kenapa? Tadi saja kau merajuk dan sekarang kau malah memuji, kau sakit kah nak?"
Kata Itterom sambil menempelkan lengannya ke dahi Efialtis. Sementara, Efialtis tersenyum menerima perlakuan Itterom yang lebingungan dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah.
'Setidaknya dia benar, hubungan yang ku miliki memanglah nyata meski ingatan ini hanya sebuah tempelan dari pengalaman orang lain.'
Pikirnya saat melihat wajah bingung Itterom. Tak lama kemudian cahaya kemerahan perlahan muncul dari arah barat laut.
"Ini sudah pagi apa? Cepat sekali!" Kata Itterom saat melihat ke arah cahaya itu. Efialtis juga merasa ini terlalu cepat dibandingkan dengan biasanya dan mulai berpikir sesuatu telah terjadi.
'Biasanya malam di planet ini, sekitar dua puluh satu jam. Menurut perhitungan ku malam barusan juga seharusnya berakhir sepuluh jam lagi.'
Saat berpikir itulah, jantung Efialtis berdegup begitu kencang. Bersamaan dengan Itterom yang menyadari keanehan dari cahaya itu.
"Tunggu, bukannya cahaya itu tepat di desa... dan... kenapa cahaya itu mengeluarkan asap?... !!!" Walau merasa tidak yakin mereka berdua segera berlari menuju desa dengan sangat panik.
Mereka berlari menembus sleuruh makhluk besar yang ada di hadapan mereka tanpa menerima sedikitpun kesulitan.
"Dilihat dari seberapa besar cahayanya kemungkinan besar itu kebakaran yang cukup besar benarkan? Efialtis."
"Ya!! dilihat dari manapun itu memang terlihat seperti kebakaran!! Kebakaran yang sangat besar." Efialtis menjawab sembari menggunakan UnLogical untuk berlari lebih cepat, dan diikuti Itterom yang meniru Efialtis.
Sesampainya di desa, keterkejutan terpampang jelas di wajah mereka saat melihat kondisi desa yang begitu mengerikan.
Mayat tergeletak di mana-mana, api menyebar dengan begitu cepat menghanguskan rumah-rumah yang ada di dekatnya. Mereka dengan cepat berpencar untuk melihat adakah yang masih selamat.
Keduanya berlari menembus api, dan dalam kurun waktu dua belas detik mereka hanya mendapati Cecilia satu-satunya yang selamat meski dengan satu lengan yang terpotong mengeluarkan banyak darah.
"Cecilia!!!" Teriak Itterom yang panik melihat kondisi anak Oksa tersebut.
Mereka segera menghentikan pendarahannya dengan UnLogical lalu menutupinya menggunakan perban yang dibuat dari sisik Itterom.
Setelah memastikan tidak ada orang selamat yang tersisa, Itterom dan Efialtis keluar dari desa. Berada diluar desa Itterom menyuruh Efialtis menunggunya.
"Bisakah kamu menunggu disana sebentar, nak." Kata Itterom dengan senyuman pahit di wajahnya, ia kemudian membuat tombak dari sisiknya dan melakukan kuda-kuda.
Setelah melihat serangan terkuat Efialtis dan juga makhluk hitam bernama Gisker. Itterom kini telah paham cara kerja keduanya lalu mencoba menggabungkannya dalam satu serangan.
Swing*
Ia mengayunkan tombak yang di pegang nya dan dalam sekejap membuat gelombang udara yang sangat kuat. Menghempaskan seluruh api yang ada di sana tanpa menggeser sedikitpun puing dan mayat di sekitar sana.
"Apa-apaan itu? Dia hanya melihatnya sekali tapi langsung bisa menggunakannya, tidak ini enam kali lebih kuat dan akurat."
Merasa tak percaya dengan apa yang dilihat mata kepalanya sendiri, Efialtis tanpa sadar mengeluarkan keringat dingin karena merasa takut saat melihat Itterom membalikkan kepalanya dan menatap tajam dirinya.
Tak bisa dipungkiri tatapan dan bentuk mata Itterom sangat berbeda dengan dirinya yang biasanya. Pupilnya menjadi lebih kecil layaknya mata seorang predator puncak.
Sembari mengeluarkan air mata, dia perlahan melangkah lalu ia merangkul Efialtis dan berkata dengan nada marah. "Sebaiknya kita kembali ke kabin terlebih dahulu, aku akan memanggil penjaga perbatasan lainnya saat sampai dirumah dan juga kita harus merawat Cecilia."
Efialtis mengangguk pelan paham apa yang Itterom katakan. Mereka akhirnya berjalan kembali ke kabin dengan perasaan terpuruk, terutama Itterom yang mencengkram tombaknya sampai retak.
'Aku akan membunuh siapapun yang melakukan ini!!!' Amarah telah membara hebat di dalam hatinya memulai rantai balas dendam.
Setelah beberapa jam perjalanan mereka akhirnya sampai di kabin tempat Itterom berjaga. Sembari menghela nafas panjang, Itterom meraih gagang pintu lalu menariknya menciptakan celah yang memperlihatkan bagian dalam kabin.
Mereka secara perlahan melangkah masuk agar tak membangunkan orang yang sedang tidur di dalam. Namun, saat mereka sepenuhnya masuk ke dalam.
Mereka menyadari ruangan di dalam begitu gelap dan hampir semua orang sudah tidak ada disana kecuali Vyz yang tertidur pulas layaknya bayi.
Efialtis kemudian menaruh Cecilia di sebuah kasur lantai lalu sembari diperhatikan Itterom, Efialtis segera memberikannya darah dan energi UnLogical miliknya untuk memulihkan setiap sel di tubuh nya.
Ruangan yang awalnya gelap berubah menjadi terang karena energi Efialtis yang mengeluarkan cahaya berwarna perak dan hitam.
Secara bersamaan Nessie dan yang lainnya datang dari arah pintu depan. "Kami kembali!!"
Hal itu sedikit mengagetkan Itterom yang langsung mengayunkan tombaknya ke arah mereka. Tapi untungnya masih dapat ditahan oleh Vyzus menggunakan kakinya.
"Tenanglah, ini kami." Vyzus kemudian menjelaskan kenapa mereka pergi keluar, itu semua karena seekor makhluk bernama Volcean.
Sebuah makhluk berbentuk kura-kura bertempurung gunung berapi dan dari gunung diatas nya itu mengeluarkan air dengan suhu luar biasa tinggi.
Vyzus kemudian melirik ke arah Efialtis yang ada di belakang Itterom. "Jadi apa yang terjadi?"
"Itu benar, ada apa ini Lloyd kau bahkan sampai se-serius itu dan yang paling aneh Itterom apa kau marah?" Jeanne mendekati suaminya dengan perlahan lalu memeluknya dengan lembut sembari menanyakan kondisinya.
Itterom menggigit bibirnya dan secara terus menerus meminta maaf pada Nessie dan jeanne, membuat mereka bingung.
Namun, saat Nessie, Vyzus dan Jeanne melihat apa yang sedang dilakukan Efialtis, sontak membuat mereka terkejut.
"Cecilia!!!" Secara serentak mereka bertiga memanggil Cecilia yang sedang di sembuhkan oleh Efialtis.
"Lloyd, apa yang terjadi padanya?!" Nessie segera menghampiri Efilatis sembari memanggil nama lamanya.
Efialtis hanya diam meski Nessie terus bertanya-tanya dengan panik karena dirinya harus fokus atau tidak tubuh Cecilia akan menjadi abu.
"Shh... diamlah Efialtis sedang menyembuhkan Cecilia." Tak lama kemudian Itterom menyuruh mereka semua diam.
Setelah Itterom mengucapkan nama baru Efialtis, membuat semuanya semakin kebingungan dengan apa yang terjadi.
"Efi.. apa?" Nessie kesulitan menyebutkan nama baru Lloyd.
"Cukup! Lloyd sekarang sedang fokus. Tentang nama kita pikirkan itu nanti saja! Sekarang fokus saja dengan Cecilia." Bentak Vyzus saat melihat tingkah Nessie yang begitu kekanak-kanakan.
Nessie meminta maaf sambil meringkuk saat Vyzus membentaknya. Beberapa menit berlalu, Efialtis akhirnya menyembuhkan seluruh tubuh Cecilia dengan sempurna. Namun, ada sedikit efek samping dari kekuatannya itu.
"Apakah... dia semakin dewasa?" Kata Nessie saat melihat ukuran tubuh Cecilia yang hampir sama persis dengan dirinya.
Tak lama kemudian, Vyz dan Cecilia terbangun pada waktu yang bersamaan. Mereka kemudian saling melirik satu sama lain yang baru terbangun.
"Siapa kamu?" Setelah terbangun pada waktu yang sama mereka bertanya pada waktu dan pertanyaan yang sama pula.
Situasi diantar keduanya menjadi canggung hingga Nessie memeluk Cecilia dengan berlinang air mata.
"Ada apa kak Nessie?" Cecilia kemudian memperhatikan semua sudut ruangan dan menyadari dirinya telah berada di pos perbatasan.
"Tunggu!! Kenapa aku berada disini? Dan juga kenapa dadaku terasa sesak?" Cecilia merasa ada hal yang aneh lalu mencoba mengingat-ingatnya.
"Tahanlah." Setelah mengatakan hal tersebut Efialtis mengulurkan jari telunjuknya ke dahi Cecilia.
Sentuhan jari Efialtis membuka ingatan Cecilia secara perlahan, ingatan tentang pembantaian sengaja ditahan oleh Efialtis agar tak membuat Cecilia langsung gila.
Menerima ingatan kelam itu, membuat Cecilia sangat ketakutan dan menggaruk-garuk kepalanya seperti orang yang sangat putus asa.
Selama menerima ongatan itulah Cecilia mengucapkan nama seseorang secara berulang-ulang. "Ignis, ignis, ignis, ignis, ignis. Pembunuh, pembunuh, pembunuh, pembunuh."
Ia terus mengucapkan nama Ignis dan menyebutnya sebagai pembunuh. Efialtis, Vyzus, dan Erys terkejut saat mendengar nama itu. Namun, tidak dengan Itterom yang menetapkannya sebagai target pembunuhan.
Nessie dengan lembut menenangkan Cecilia. "Tenangkan dirimu Cecil, Kami disini akan selalu berada disampingmu, tenanglah."
Meski masih sangat ketakutan dan trauma, Cecilia mencoba menahannya dengan susah payah. "B-baiklah... aku akan jelaskan kejadiannya secara rinci."
Suaranya gemetar dan Cecilia mencakar tangannya sendiri agar tetap tenang. Efialtis dengan cepat kembali menidurkan Cecilia.
"Hei!!! Apa yang kau lakukan?!" Nessie segera menangkap Cecilia yang terjatuh ke dalam pelukannya.
'Ketangguhan anak ini memang sangat gila.' Merasa Cecilia sudah memenuhi syarat, Efialtis kemudian berkata dengan santai.
"Akan kujelaskan kronologinya sekarang." Kata Efialtis dengan tatapan kosong.