Chereads / ARAKATA; The Guardian / Chapter 15 - Segel Naga

Chapter 15 - Segel Naga

Hembusan api kian membara seiring sengitnya pertarungan antara Mizzel dan para tetua. Ledakan dahsyat yang terjadi memberikan dampak mengerikan pada lingkungan sekitar. Sebuah kawah besar kini menjadi pemandangan paling mencolok di tempat itu.

Tanio, Ekal, Neyla, dan Martha telah meninggalkan lokasi sebelum ledakan terjadi. Tanio memutuskan bahwa mereka harus segera pergi tanpa menunggu Mizel. Keputusan ini diambilnya meski Neyla terus merengek, memohon agar pamannya ikut bersama mereka. Namun, Tanio tetap teguh pada pendiriannya.

Dengan kemampuan sihirnya, Tanio dengan mudah memindahkan mereka dari Desa Orion ke rumah-nya.

Neyla sejak tadi tidak berhenti merengek, tangisannya malah semakin keras. "Kakek jahat! Kenapa paman Mizel ditinggal?" Air matanya mengalir deras, bercampur dengan lendir halus yang membuat hidungnya memerah.

Tanio berjongkok, menatap gadis kecil itu dengan lembut. Tangannya menggenggam bahu Neyla, mencoba menenangkan gadis kecil itu. "Neyla dengar," katanya perlahan. "Kakek sudah bilang sebelumnya, pamanmu itu sangat kuat. Dia bisa menghadapi mereka dengan mudah."

Neyla menatap kakeknya dengan mata yang masih basah. "Termasuk melawan iblis?" tanyanya di sela-sela sesenggukan, tangisnya perlahan mereda.

Tanio tersenyum tipis, menepuk bahunya pelan. "Ya... Bahkan melawan iblis pun dia tidak gentar," jawabnya lembut. "Sebelum Neyla lahir, pamanmu itu sangat nakal. Dia suka sekali mengacau. Bertemu bangsa iblis malah membuatnya kegirangan."

Neyla tersenyum kecil, meski air mata masih tersisa di pipinya.

Tanio terdiam sejenak, bibirnya membentuk senyum tipis saat kenangan melintas di benaknya. Ia teringat masa-masa ketika Mizel menjadi naga sembrono di mana ada bangsa iblis, di sanalah Mizel mengacau. Kelakuan itu perlahan berubah setelah kehadiran Neyla, yang entah bagaimana mampu menenangkan sisi liar Mizel.

Bagaimana keadaan Mizel sekarang? Gelombang yang sebelumnya terpancar dari ledakan menyebabkan tekanan jiwa yang hebat pada rakyat sipil, terutama anak-anak. Sebagian besar dari mereka pingsan. Selain itu, perisai pelindung desa menghilang sepenuhnya setelah ketua kalah. Namun, Mizzel tidak peduli.

Dia adalah naga. Kekuatan fisiknya luar biasa, teknik serangan udaranya mematikan, dan napas apinya mampu melebur segala jenis benda dalam sekejap. Irmana, teknik tak terbatas yang ia miliki, menjadi alasan ia menyombongkan diri.

Terlebih lagi, bangsa Iblis adalah musuh bebuyutannya. Ia sangat membenci mereka, darah naga tidak berbohong.

Ratusan bangsa Iblis menyerang Mizel dengan membabi buta. "SERANG...!" teriak pemimpin pasukan, mengawali serangan yang penuh determinasi. Berbagai jenis sihir mereka gunakan yang memuntahkan kehancuran di mana-mana. Melodi ledakan bergema di udara, menciptakan suasana mencekam yang membuat nyali bergidik. Namun semuanya sia-sia, tubuh naga Mizel dengan sisik sekeras baja, menjadi tameng tangguh yang melindunginya dari setiap serangan.

Mizel membalas. Api merah membara keluar dari kerongkongannya, menyapu habis siapapun yang berada dalam jangkauan. Bangsa Iblis, yang biasanya tahan terhadap api, tetap tak mampu menahan panas luar biasa dari lahar Mizel. Tubuh mereka terbakar hangus dan meleleh menjadi debu.

Pemimpin pasukan yang berada di barisan belakang bersama dua belas lainnya mulai membaca mantra sulit. Mereka membentuk lingkaran, mengitari Mizel, dengan konsentrasi penuh. Perlahan, pola lingkaran besar muncul di bawah naga itu, melapisi pola awal dengan warna merah menyala yang mengikuti posisi mereka. Pola itu adalah Sigil of Containment, sebuah mantra yang dirancang untuk menahan kekuatan naga dalam lingkaran tersebut.

Mizel tiba-tiba merasa gelisah. Matanya menyapu sekeliling, mengamati setiap makhluk yang berusaha mendekatinya. Sesuatu terasa tidak beres. Dari kejauhan, ia melihat bangsa Iblis mengitarinya dengan pola yang terencana. Matanya lalu melirik ke bawah, tepat ke arah lingkaran segel. Mizel menyadari sumber rasa gelisahnya.

"Segel remeh seperti ini kalian pikir bisa menahan aku? Bodoh sekali," gumamnya sambil menyeringai sinis.

Tanpa ragu, Mizel melesat tinggi ke udara. Moncongnya terangkat, terbuka lebar, menciptakan bola api besar di atasnya yang terus berputar , menarik mana dari sekitar.

"Kalian semua keluar dari segel!" teriak pemimpin pasukan dengan nada panik. Para bangsa Iblis berhamburan keluar, mengikuti perintah tersebut. "Fokus pada segel! Jangan biarkan dia lepas kendali!"

Namun, kepanikan mulai melanda. Salah satu anggota pasukan berseru, "Kita sudah menyegel kekuatannya, kenapa dia tidak terpengaruh sama sekali?"

"Segel ini hanya menahan 50% kekuatannya," jawab salah satu pembuat pola dengan nada tegang.

"50%? Bahkan itu saja masih terlalu kuat!" protes yang lain dengan nada panik.

"Meski begitu, ini adalah peluang. Kita bisa memanfaatkannya. Yang lain, segera buat pola serangan!" perintah pemimpin pasukan, berusaha mempertahankan kendali.

Tekanan dari bola api Mizel semakin kuat, menciptakan aura intimidasi yang mematikan. Bola api itu terus membesar, hampir memenuhi lingkaran segel. Para bangsa Iblis mulai kesulitan mempertahankan formasi mereka. Kekurangan utama dari Sigil of Containment mulai terlihat: semakin besar kekuatan yang dikeluarkan oleh Mizel, semakin sulit segel itu bertahan.

Sekitar dua puluh anggota pasukan mulai menciptakan pola serangan baru. Mereka membuat Chaos Mandala, sebuah pola elemen kekacauan yang dapat memberikan peningkatan serangan kepada siapa saja yang masuk ke areanya. Dibutuhkan lima detik untuk menyelesaikannya, sementara Mizel terus memperbesar bola apinya. Tarik-menarik kekuatan antara kedua pihak menjadi semakin intens, memperebutkan siapa yang akan bertahan di medan pertempuran ini.

Bangsa Iblis membombardir tanpa kendali, melancarkan serangan sihir mereka dengan brutal. Tubuh Mizel nyaris tak terlihat, terselubung oleh kilatan cahaya dari ledakan sihir yang bertubi-tubi. Irama serangan tak terarah itu menciptakan dendang malam yang mencekam, seolah-olah memanggil bencana yang lebih besar.

Namun, Mizel tetap tak terpengaruh. Bola api raksasa di moncongnya telah siap untuk diledakkan, memanaskan udara di sekitarnya. Bola api itu menciptakan gelombang mana yang beresonansi, menjadi gendang tambahan yang memperkuat irama ledakan sihir di sekitarnya. Gelombang serangan pertama masih bisa ditahan, begitu pula gelombang kedua dan ketiga. Tetapi pada gelombang keempat, segel itu akhirnya runtuh.

"INI SAATNYA KALIAN SEMUA MATI!" Teriakan Mizel menggema, mengguncang langit dan tanah dengan suara yang menggelegar.

'BUM!' Bola api Mizel akhirnya dilepaskan. Ledakannya begitu dahsyat hingga suara dentumannya membuat telinga berdengung. Gelombang mana yang dilepaskan bersama ledakan itu mengguncang jiwa siapa pun yang terkena. Bagai ditimpa matahari, lahar apinya menyapu habis segala sesuatu di jalurnya. Hanya perisai sihir tingkat atas yang mampu bertahan sisanya hangus terbakar menjadi abu.

Meskipun demikian, Mizel tidak sembrono. Ia sengaja terbang tinggi ke angkasa sebelum melepaskan kekuatan penuh bola apinya, memastikan warga di pulau tak terkena dampak yang mengerikan. Tekanan mana dari serangan itu memang terasa, tetapi jauh lebih baik dibandingkan mati terbakar oleh lahar Mizel.

Tanpa mereka sadari bahwa di bawah mereka, Aspidochelone, Sang Kura-Kura Raksasa, telah terbangun dari tidur panjangnya.

Rasa sakit dan panas membakar di punggungnya membangkitkan amarah makhluk purba itu. Perlahan, Aspidochelone bergerak menuju permukaan. Getaran dahsyat menjalar ke seluruh bagian tubuhnya menyebabkan gempa raksasa, tanah berguncang hebat sedang melanda desa Oreon. Bangunan-bangunan tinggi ambruk satu per satu, dan air di sekitarnya bergolak liar mengikuti pergerakannya.

Saat kepala raksasa itu muncul dari permukaan laut, pemandangan mengerikan terpampang jelas. Ukurannya begitu besar hingga manusia tampak seperti titik kecil di matanya. Dengan amarah yang meluap, Aspidochelone mengeluarkan teriakan memekakkan telinga.

"ARGHHHH!"

Kepala raksasanya terangkat tinggi, Suaranya menggema ke seluruh penjuru menginterupsi pertempuran sengit di atas punggungnya.

Angin bertiup kencang seiring waktu membentuk badai topan, membawa hawa kengerian. Langit yang sebelumnya berbintang mendadak gelap gulita, tertutup awan-awan tebal yang berkumpul merespons panggilannya. Kekuatannya membangkitkan amukan alam -puluhan petir menyambar dari langit, menyerang tanpa pandang bulu. Kilatan-kilatan listrik menghujam ke segala arah, menghantam siapapun yang berada di bawahnya.

Para bangsa iblis tersentak oleh kekuatan ini. Ketakutan meliputi mereka; sebagian besar bergegas melarikan diri, sementara yang lainnya mati-matian menahan sambaran petir yang tak berkesudahan. Di tengah kekacauan itu, Mizel berdiri kokoh. Petir bukanlah ancaman baginya. Ia memanfaatkan momen ini untuk melancarkan serangan balik, membantai lebih banyak iblis dengan kekuatan penuhnya.