Suara ledakan dan teriakan Neyla terdengar samar di telinga Ekal yang sedang duduk santai di atas bangku taman, meski ia tak melihat langsung sumber suara. Sementara itu, ia termenung dalam perasaan gelisah, dilema, bersalah, dan takut. Ia merasa bersalah karena Tanio dan Mizel harus repot karenanya, dan takut bila hanya menjadi beban di sini. Ia ingin berguna, bukan hanya sekadar pajangan yang dibawa ke sana kemari.
Ekal menarik napas dalam. Otaknya berpikir keras, mungkin saja ada sesuatu yang terlewatkan mungkin sebuah titik kunci yang bisa ia gunakan sebagai batu loncatan.
"Kita mulai dari awal. Aku masuk ke dunia ini karena didorong oleh makhluk anonim. Kurasa poin ini penting. Aku harus mengingat dengan baik bagaimana bentuk makhluk itu, meski hanya kepalanya saja," gumamnya.
Ia menyandarkan kepala ke bangku taman, matanya tertutup. Tonjolan mata bergerak-gerak di balik kelopak matanya, tanda ia berusaha mengingat sesuatu.
"Telapak tangan... coba ingat saat ia menyentuh punggungku. Tangan ada dua, jari? Hemm... sepuluh. Suhu tangan? Dingin. Berbalik... apa aku sempat berbalik? Ayo, ingat! Ini satu-satunya petunjuk!"
Tersentak, mata Ekal terbuka lebar. Tanpa menunda, ia bergegas mencari keberadaan Mizel. Kakinya melangkah cepat memasuki rumah pohon, menyusuri lorong. Ia tidak tahu di mana pria itu berada. Ada satu tempat yang menurut Ekal menjadi lokasi paling memungkin, perpustakaan.
Namun, sesampainya di sana ia tidak menemukan siapa pun.
"Neyla! Mizel pasti bersamanya," tebaknya.
Ekal keluar dari rumah pohon. Ledakan kembali terdengar. Ia tahu pasti dari mana asal suara, tepat di lahan tempat Mizel biasa mendarat. Ia berjalan menyusuri jalan setapak, melewati barisan pohon-pohon tinggi dan rindang.
'Jika makhluk itu sengaja mendorongku, berarti ada sesuatu yang mereka butuhkan dariku,' pikirnya.
Ia berhenti, tubuhnya berada di hutan sementara pikirannya berkelana jauh ke dunia sana. Ia mendongak sambil berkacak pinggang. Ribuan dedaunan bergoyang gemulai mengikuti irama angin, bunyi yang dihasilkan begitu lembut, sangat nyaman di telinga. Suara itu membuai pikiran Ekal, menghantarkan pada kejadian hari-hari terlewatkan.
"Ayo, pikirkan sesuatu." Kepalanya berdenyut sakit. "Burung gereja menjadi phoenix. Sebentar... sepertinya aku pernah mendengar Tanio bercerita tentang phoenix." Ia kembali menerawang. "Hah!" Masih dalam keadaan mendongak, matanya terbuka. Wajahnya menampilkan senyum ceria. "Pedang Phoenix..." sedetik kemudian Senyumnya memudar, Ia menegakkan kepala.
"Lalu? Apa? Argh, sia-sia saja aku berpikir!" Ia mengacak-acak rambut kesal karena tak menemukan apa-apa, lelah tak menemu petunjuk lain Ekal lanjut berjalan menemui Neyla.
Boom
Boom
Boom
Ledakan berturut-turut terjadi. Lubang-lubang dalam bersama gumpalan tanah berserakan di sekitar lahan. Nela berdiri lemah di tengah, keringat bercucuran, wajahnya merah, menghirup udara rakus hingga begitu ngos-ngosan.
Martha berdiri di tepi, berdekatan dengan perisai buatannya. Mizel duduk di bawah pohon pada akar-akar besar di luar perisai, memperhatikan Kegiatan Neyla.
Kondisi Neyla tidak begitu baik, namun ia tidak peduli bocah kecil itu kembali menyalurkan energi ke tangannya. Gumpalan air beriak membentuk bulatan tak beraturan. Gumpalan air di tangan menghasilkan suara bising seperti benda bergesekan.
Neyla mengarahkan telapak tangan kanannya ke depan, sementara tangan kiri memegang pergelangan tangan kanan, membantu menopang energi yang dikeluarkan. Ia menarik napas dalam, pandangannya hanya fokus pada satu titik, yaitu manekin yang berjarak dua belas meter di hadapannya.
Boom! Ia menembakkan Gumpalan air kemudian meledak dengan kekuatan besar dan cepat, menghancurkan manekin hingga tercerai-berai. Tubuh Neyla yang kecil terpental ke belakang karena tak mampu menahan tekanan tersebut.
Mizel khawatir melihat kondisi ponakannya, tetapi ia berusaha menahan diri, yakin bahwa ponakan nya sangat kuat. Ditambah lagi, di sana ada Martha yang siap membantu.
"Bagus, Neyla. Lihat, kamu berhasil," ujar Martha sambil berlari untuk segera menyembuhkan luka bocah itu, Ia merapatkan mantra penyembuhan menciptakan manik-manik kecil bercahaya melayang di sekitar luka Neyla, perlahan ia kembali segar bugar tak ada luka sama sekali.
"Latihannya sampai di sini saja. Kita lanjut besok," ujar Martha sambil membantu Neyla berdiri. Saat jentikan jarinya terdengar, perisai perlahan menghilang.
Sejak tadi, Mizel memperhatikan mereka. Mengetahui latihan telah selesai, ia pun bangkit menemui ponakannya.
"Mizel!" Baru saja beberapa langkah terdengar suara Ekal memanggil. Ia menoleh terlihat Ekal baru saja keluar dari hutan berlari pelan ke arahnya.
"Ada apa?" tanya Mizel penasaran, merasa ada sesuatu yang gawat.
"Sekarang aku ingat siapa yang menolakku masuk ke lubang," tanpa berbasa-basi Ekal langsung menyampaikan alasannya ia mencari pria itu.
Mereka saling berhadapan, Neyla serta Martha mendekat bergabung dengan mereka.
"Seorang pria matanya bercahaya seperti roh bangsa iblis. Aku yakin kedatanganku ke sini bagian dari rencana mereka," ujar Ekal dengan nada tegas. Kalimat itu seperti guntur di siang hari, mengejutkan semua orang. Bukan hanya karena penyebab Ekal bisa ada di dunia itu, tetapi fakta bahwa bangsa iblis adalah dalangnya.
Tidak ada yang berbicara. Keheningan mencekam, bahkan alam terasa ikut terdiam merasakan ketegangan. Ekal membiarkan Mizel berpikir, tidak melanjutkan kalimatnya.
'Bagaimana caranya mahkluk s*ia*lan itu bisa masuk ke dunia lain? Cara bia*dab apa mereka gunakan? ' Darah Mizel terasa mendidih.
Martha menatap keduanya bergantian, tak mengerti apa yang Ekal katakan. Banyak pertanyaan muncul, tapi ia memilih untuk diam, tidak mengungkapkan apa pun. Biarlah mereka saja yang tahu, ia tak ingin ikut campur. Sementara itu, Neyla menunggu respon Mizel dengan kepala mendongak, menatap wajah pamannya dengan penuh rasa penasaran.
"Apakah kau pernah menyentuh Pedang Naga?" Akhirnya Mizel membuka suara.
"Belum," jawab Ekal, tidak mengerti dengan pertanyaan yang terasa acak itu.
"Tunggu, aku tidak tahu apa yang kau pikirkan saat ini. Sejak tadi aku memikirkannya dengan susah payah. Aku adalah pemicu." Ia berhenti sebentar, menarik napas dalam-dalam.
"Apa lagi sekarang? Jelaskan semua sekaligus, jangan dipotong-potong," ujar Mizel mulai kesal.
"Kita pindah ke tempat lain. Aku akan menjelaskan secara detail. Berdua," kata Ekal dengan yakin.
Mizel terdiam sejenak, lalu mengangguk beberapa saat kemudian.
Martha mengajak Neyla ke dapur untuk membuat kue, sementara Mizel dan Ekal berpisah dengan mereka dan langsung menuju kamar.
Berbeda dengan kamar Ekal yang menampilkan kesan mewah, kamar Mizel jauh lebih sederhana. Di dalamnya hanya terdapat kasur king size, lemari pakaian, dan meja kerja. Warna ruangan berpadu antara abu-abu dan beige, memberikan kesan tenang dan nyaman.
Mizel berdiri di dekat jendela, bersandar pada bingkainya. Tangan bersilang di dada, matanya memandang ke luar, tetapi pikirannya jelas tertuju pada pembicaraan yang akan datang. Sementara itu, Ekal melangkah mendekat, menarik bangku dari meja kerja, dan duduk dengan posisi sedikit miring, menghadap Mizel. Bangku itu berada di sisi sebelah bingkai jendela, membuat Ekal terlihat lebih rendah dari Mizel, meski sikapnya tetap santai.
"Jelaskan," ujar Mizel tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela, suaranya tegas namun datar.
"Ini teori yang kupikirkan dari apa yang terjadi selama ini. Kau adalah putra Abigail, putri Raja Naga. Meski kau Naga, darah iblis juga mengalir dalam tubuhmu. Bangsa iblis kehilangan pemimpin mereka setelah peperangan dan membutuhkan pengganti. Kau adalah kandidat terbaik.
Sedangkan aku, sebagai pemicu agar kau bergerak mengambil Pedang Naga dan menggunakan benda itu agar pemimpin sempurna tercipta. Satu-satunya cara aku dapat keluar dari dunia ini adalah dengan menggunakan portal dunia, yang hanya dapat dibuka dengan Pedang Naga. Semuanya saling berkaitan, semua berhubungan denganmu," jelas Ekal panjang lebar.
"Teorimu bisa saja benar, bisa juga salah. Memang awalnya mereka berusaha menangkapku, tapi lama-kelamaan niat itu berubah menjadi keinginan untuk membunuh. Perubahan itu terjadi saat kita menuju Desa Orion, yang berarti mereka tidak ingin aku menemukan benda itu," ujar Mizel mengingat peristiwa tersebut, meskipun tidak sepenuhnya yakin.
"Tiba-tiba berubah. Itu aneh," gumam Ekal sambil kembali berpikir.
"Apakah mungkin mereka menemukan seseorang yang lebih baik darimu?"
Mizel tak merespon, ia juga sedang memikirkan kemungkinan tersebut.
"Berarti kau menyetujui bahwa kau adalah putra Abigail?" Ekal mempertanyakan hal lain.
"Sejak Chiron bercerita tentang Pedang Naga, saat itulah baru kusadari bahwa diriku adalah salah satu keturunannya. Keyakinan itu semakin kuat karena makhluk tersebut sengaja menyebut namaku, meskipun dalam cerita asli yang beredar, tidak ada yang tahu siapa nama anak yang disembunyikan," jawab Mizel dengan tenang.
"Tapi dia berkata tidak ada yang tahu." Ekal mengulang perkataan Chiron dahulu.
"Omong kosong, dia menyebut nama kami bersaudara sambil menatap ku tajam,"
Ekal membenarkan ia juga terkejut mendengar pengakuan Mizel, tidak menyangka teorinya benar. Fakta bahwa Mizel adalah keturunan Abigail, maka dimans saudara kembarnya? tanda tanya besar muncul di benak Ekal.
"Neyla, putri dari saudaramu, benar? Lalu di mana dia sekarang?" Iya sebenarnya merasa takut menanyakan hal ini karena terdengar seperti mengurusi kehidupan orang lain.
"Banyak sekali pertanyaanmu. Setelah ini, pertanyaan apa lagi? Kita ke sini bukan untuk membicarakan permasalahan keluargaku." Benar saja, Mizel menatap tak suka atas rasa penasaran Ekal.
"Maaf, aku hanya penasaran karena selama ini tidak pernah melihat ibu dari Nayla." Ekal jadi sedikit gugup.
"Ibu dan ayah Nayla telah meninggal. Bangsa iblis membunuh mereka. Karena itulah aku sangat membenci makhluk siln itu. Ada pertanyaan lagi? Cepatlah, aku mulai bosan."
Ekal hanya tersenyum canggung sebagai respon.
'Siapa yang lebih baik daripada Mizel dan saudaranya? Nayla? Tidak mungkin. Mizel lebih kuat; ia mampu mengalahkan tingkat Master Agung. Tanio? Penyihir satu ini kekuatannya Master Agung, tapi katanya mendekati umur Chiron. Bukankah seharusnya ia dijadikan makhluk legenda? Kekuatannya pasti lebih dari Master Agung.'
"Mizel, seperti apa pertemuan pertamamu dengan Tanio?"
"Kau mencurigai Tanio?" Ekspresi Mizel semakin buruk.
"Dia yang membantumu selama ini mulai dari menemui Chiron, menemukan pemandu, mencari letak desa Orion dan kau masih mencurigai dia setelah semua yang ia lakukan untukmu?" Mizel tampak skeptis atas pertanyaan Ekal.
"Aku tahu, aku tahu. Hanya saja posisi kita saat ini tidak hanya tentang mencari cara mengeluarkanku dari dunia ini, tapi juga menyelesaikan permasalahan di duniamu. Kita mestinya lebih peka terhadap sekitar, lebih waspada, jangan mudah percaya pada siapa pun, bahkan keluargamu sendiri."
"Termasuk kau?" balas Mizel sinis.
"Ya, termasuk aku. Kembali ke awal, seperti apa pertemuan pertama kalian? Aku sedang mempertimbangkan sesuatu." Ia kukuh pada pertanyaannya.
Mizel menghela napas kasar ia memalingkan wajah ke luar jendela, pikirannya menerawang mengingat pertama kali bertemu Tanio.
"Dulu aku tinggal di panti asuhan. Dia tiba-tiba datang dan berkata ingin menjadikanku anaknya. Aku juga muak tinggal di sana, tidur bersempit-sempitan dengan anak lain, jadi kuterima saja tawarannya. Aku yakin bukan dia, karena mereka juga ingin membunuhnya. Bangsa iblis menjadikan dia sebagai buronan."
"Ha? Bukankah kalian sahabat?" Sekali lagi Ekal terkejut, pertanyaan semakin banyak tentang identitas pria tampan di hadapannya.
"Niat awal begitu, lama kelamaan kami jadi berteman. Sejak aku kecil juga dia tidak pernah bersikap seperti seorang ayah, lebih terlihat seperti seorang guru."
"Hmm... begitu, ya. Baiklah, tadinya aku hanya ingin mengatakan siapa sosok makhluk yang mendorongku padamu. Dari apa yang kulihat, teoriku masih sama. Mereka menjadikanku sebagai pemicu, sedangkan keanehan lain kita cari lagi tahu nanti." Ekal menyimpan sisa pertanyaan, jika terlalu banyak bertanya Mizel bisa saja muak, perlahan ia berdiri dari bangkunya.
"Sudah? Tidak ada lagi?"
"Oh ya, aku membutuhkan bahan untuk membuat senjata. Bisakah kau tunjukkan di mana tempat biasa orang membuat senjata? Aku perlu menyesuaikan bahan-bahan di dunia ini dengan kemampuanku."
"Ikut aku," ujar Mizel, terlebih dahulu melangkah diikuti Ekal.
🌿🌿🌿
Mohon buka dan baca catatan penulis di bawah (っ.❛ ᴗ ❛.)っ