"Siapa namamu?"
"Kafka."
Begitu saja, percakapan mereka terhenti di sana. Sebagai gantinya, keheningan yang menyebalkan kembali memenuhi sekitar mereka.
Mungkin, ini efek dari social anxiety dari diri aslinya, yang meskipun berhasil di tekan akibat pengaruh kepribadian dari Tristan yang agak memengaruhi dirinya. Tapi, hal tersebut tentu tidak mengubahnya sepenuhnya.
Jadi, tidak akan terasa aneh bagi Arthur, kalau hal itu kembali kumat sekarang.
Apalagi, hal ini diperburuk dengan gadis kecil ini yang terus saja menatapnya dengan matanya itu...
Rasanya seperti waktu itu, di saat Arthur dulu sedang melakukan presentasi seorang diri di hadapan seluruh angkatannya...
Ahem!! Oke, mari kita kembali fokus ke cerita utama.
"Jadi, bagaimana menurutmu, Karen?" Arthur memutuskan untuk segera menanyakan hal itu pada psikolog yang duduk di depannya, sementara Kafka tampak duduk diam di samping dirinya.
Jujur saja, bagi orang luar, Kafka benar-benar tampak seperti sebuah boneka. Dengan gaun putih yang dikenakan olehnya, di tambah dengan keimutan yang gadis kecil ini miliki, kalau saja matanya tidak hampa seperti sekarang, orang-orang pasti akan segera menghampirinya dan memeluknya.
"Huhhh..." Karen hanya bisa menghela nafasnya saja dengan penuh rasa letih dan mulai memijat keningnya, "Bukan cuman membantai ratusan sampai ribuan Demon dalam satu hari, tapi sekarang kamu berniat untuk mengadopsi gadis semacam ini? Apa kamu tidak takut para Petinggi akan menghukum mu?"
"Tidak."
"Kelugasanmu memang patut untuk dipuji. Cuman..." Matanya kemudian melirik ke arah Kafka, yang hanya menatap baliknya saja.
Sejujurnya, Karen mulai terbiasa dengan keanehan yang dimiliki oleh Arthur. Bahkan, dia sendiri entah mengapa mulai menantikan pertemuan mereka dan mendengarkan berapa banyak Demon yang dikalahkan olehnya. Tapi...
'Tidak sampai berani melanggar peraturan seperti ini juga.'
Lagi pula, dari berbagai pertanyaan yang diajukan olehnya kepada gadis ini, Karen sadar kalau mengadopsinya itu sama saja dengan melanggar peraturan secara terang-terangan. Dan, karena dia memahami kepribadian dari orang yang ada di depannya ini, mengingat mereka sudah mengenal lebih dari tiga tahun, jadi...
"Terserah. Lakukanlah apapun sesukamu. Tapi ingat..." Karen mulai jadi makin serius, "... Jangan sampai ada orang yang tau mengenai masalah dari gadis ini. Karena jika tidak-"
"Aku tau. Anjing-anjing pengecut itu akan kelabakan dan memutuskan untuk mengeksekusinya bersama denganku." Arthur kemudian memutuskan untuk menanyakan sesuatu hal yang sudah di tunggu olehnya dari tadi, "Jadi, bagaimana hasilnya?"
"Dari berbagai pertanyaan yang aku ajukan tadi sih, sepertinya dia berhadapan langsung dengan Demon yang memiliki aura Stellaron. Mengingat dia juga kehilangan kedua orang tuanya, fakta bahwa dia tidak langsung menyerah pada tranformasi Demon sudah di anggap cukup beruntung..."
Arthur cukup senang dengan hal itu, karena dengan informasi ini, dirinya jadi paham hal yang perlu dilakukan olehnya sekarang. Dan, hal ini diperkuat oleh perkataan Karen yang selanjutnya.
"Dari apa yang aku dapatkan, kekuatan mentalnya sepertinya lebih dari rata-rata. Mungkin, ini jadi salah satu alasan kenapa dia tidak berubah menjadi Demon. Hanya saja, karena pengalaman traumatis yang dialami olehnya, pikirannya mungkin jadi lebih waspada dan tertutup..."
"... Jadi, tugasku selama mengadopsinya adalah membantunya mencari tujuan hidup baru dan menghargai hidupnya sendiri. Sekalian membantu dirinya mengalami berbagai emosi yang sekarang ini sulit dirasakan olehnya, begitukan?"
Karen sebenarnya kesel sama Arthur yang memotong perkataannya. Tapi, karena dia ingat ada sebentar lagi ada rapat, jadi dia memutuskan untuk mengabaikannya saja...
... MENGABAIKANNYA, bukan MELUPAKANNYA.
Ahem!!
Setelah beberapa percakapan yang lebih seperti, Karen yang mengatakan berbagai macam saran perihal Kafka. Meskipun, entah kenapa Arthur merasa seperti wanita itu menganggapnya sebagai PEDO...
'Gw bukan PEDO bang'sat...'
Pengen banget dia toksik, tapi karena Arthur sekarang harus tinggal bersama dengan seorang anak kecil broken home. Jadi, dia harus mulai menjaga perkataannya.
(A/N : Cyborg Cowboy itu keren~ Baby~)
Setelah dari Klinik, tujuan Arthur selanjutnya tentu sudah sangat jelas. Orang bodoh pun tau apa yang selanjutnya ingin dilakukan olehnya.
Berdiri di bawah hujan dengan payung yang dirinya pegang, Kafka melihat jasad dari kedua orang tuanya sedang dimakamkan oleh Arthur. Lokasinya di pemakaman umum yang cukup sepi, di mana hanya ada mereka berdua saja di sana.
Ditemani oleh rintik hujan, meskipun masih tidak ada cahaya di matanya. Tapi, air mata bisa terlihat terjatuh dari kedua sudut matanya. Tubuhnya tampak bergetar, begitu pula dengan payung yang di pegang olehnya.
Arthur yang telah selesai menguburkan jasad kedua orang tua Kafka secara berdampingan pun segera mengatakan sesuatu, "Sorry, hanya ini yang bisa aku lakukan untuk kalian berdua. Meskipun tidak seberapa, aku harap kalian bisa tenang di sana. Dan untuk Kafka..." Matanya kemudian melirik ke arah sampingnya dan segera memberi gadis itu sapu tangan, "Tenang saja, aku akan merawatnya mulai dari sekarang."
Setelah itu, Arthur memutuskan untuk menunggu Kafka tenang. Sebelum, dia membawanya pergi dari sana.
Tujuan mereka kali ini adalah rumahnya.
...
Karen sekarang sedang duduk dan mengikuti rapat rutin yang biasanya dilakukan oleh para Petinggi, di mana selalu saja berakhir dengan cara yang sama.
"Apa yang kamu bicarakan!? Jadi, kita harus mempercayai monster itu dan mengorbankan sebagian populasi!? Leluconmu itu tidak lucu sama sekali, Orley!" Pria tua tertentu mengatakan hal tersebut sambil menggebrak meja yang ada di depannya.
Beberapa orang pun setuju, tapi orang yang dimaksud hanya memandang merak saja dengan jijik dan berkata; "Ayolah, orang tua. Kalian sudah tua dan tentu sebagai orang yang hanya duduk diam di sini, mana mungkin kalian tau keadaan di luar? Ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan umat manusia."
"Menyelamatkan umat manusia? Atau... Ingin memerintah mereka?" Mungkin, karena tidak tahan. Jadi, Karen memutuskan untuk angkat suara.
Hanya saja, perkataannya itu menyebabkan ekpresi wajah dari Orley menjadi sangatlah gelap. Karena, di antara orang-orang yang di benci olehnya, orang yang paling Orley benci adalah wanita ini.
"Tutup mulutmu itu! Orang yang hanya duduk santai di klinik mana mungkin paham hal semacam ini? Lagi pula, kerjaanmu tiap hari cuman berduaan aja sama kekasih kecilmu itu."
"Kekasih kecil?"
"Ya, orang yang selalu datang kepadamu tiap hari."
Pada saat itu, suatu kesadaran segera menghampiri Karen. Dimana, hal tersebut hanya menyebabkan tawa ringan keluar dari mulutnya.
"Dia bukan pacarku." Karen kemudian mengatakan sesuatu hal yang sangat merendahkan harga diri dari pria itu, "Lagi pula, dibandingkan sama Pemburu Iblis peringkat Gold tertentu, Arthur masih jauh lebih baik. Karena, tidak seperti orang itu, dia selalu mampu menghabisi ribuan Demon setiap kali dirinya kembali."
Mendengar hal itu, keheningan segera menimpa seluruh ruangan tersebut. Karena, tentu saja bagi mereka semua, hal tersebut terdengar seperti sebuah omong kosong. Lagi pula, memburu ratusan Demon dalam satu hari aja udah susah banget, apalagi ini udah sampai ribuan? Mana ada orang yang bisa mempercayainya.
"Kalau mau berbohong, lakukanlah dengan baik. Mana mungkin ada orang yang seperti itu." Orley kemudian melanjutkan perkataannya dengan nada mengejek, "Bilang aja kamu malu punya pacar seorang Pemburu Iblis peringkat Bronze."
"Dia bukan peringkat Bronze, tapi orang yang mencapai peringkat Silver tercepat dan termuda di sepanjang sejarah TANPA BANTUAN ORANG DALAM." Karen menekankan kata-katanya di beberapa bagian, hanya untuk menyampaikan betapa hebatnya Arthur kepada mereka semua.
Lagi pula, meskipun Arthur bilang untuk tidak memberi tau siapa pun mengenai perburuan gila yang dilakukan olehnya. Tapi, makin kemari, Karen tentu makin kesal dengan orang-orang yang mengklaim kredit atas usaha yang dilakukan oleh Arthur.
Apalagi, Karen pun sadar, kalau dibandingkan dengan para Pemburu Iblis sombong dan menjijikkan itu, Arthur masih jauh lebih baik. Tapi kenapa... 'Dia malah di kenal sebagai [Berserker]?'
Karen tau alasan di baliknya. Hanya saja, dia masih merasa tidak terima. Rasanya seperti, ingin menyebut Arthur sebagai monster dan itu tidak bisa dimaafkan.
Pada akhirnya, tidak ada kelanjutan sama sekali setelah itu. Dimana, hal tersebut disebabkan oleh panggilan darurat dari pinggiran kota yang muncul secara tiba-tiba.
✽✽✽✽✽✽✽✽✽✽
Promosi Tak Tahu Malu:
Jika Anda menyukai cerita nya hingga sejauh ini, pertimbangkan untuk mendukung saya!! Bantu saya di https://trakteer.id/aster_souji_pendragon!! Hanya dengan 5k saja, Anda sudah sangat membantu saya!!
Anda juga bisa memfollow akun Instagram saya di @panagakos_void!! Untuk mengetahui novel-novel baru yang mungkin akan saya buat!!
Catatan Penulis:
Yeyy!! Update kembali!!
Kelihatan agak terburu-buru ya di bab ini? Wajar aja sih, soalnya author tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, terlalu lama di bagian prolog.
Jadi, author akan mencoba sebaik mungkin membungkus cerita yang terkesan terburu-buru ini dengan baik.
Ahem! Bagi kalian yang suka, bisa tinggalkan Stone kalian di sini, komen hal-hal yang perlu di tambahkan dan di perbaiki (Ini sangat diperlukan Author, jadi kalo bisa, tolong lakukanlah), dan share hal ini ke teman-teman kalian, supaya kalian ada obrolan dengan mereka dan tidak lost connetion seperti author kalo lagi ngobrol sama temen" author wkwkwkwk
Itu saja sih yang ingin author sampaikan, kalau begitu, sampai jumpa lagi nanti!
Adios!