Arthur yang bingung mencoba mengingat kembali kenangan masa kecilnya. Berharap ada sesuatu hal di sana yang bisa membantunya di situasi saat ini.
Jangan tanya kenapa dia tidak lebih memilih untuk meminta bantuan dari orang lain. Dan, cuman bisa bilang; kalau kebanyakan orang akan menjaga jarak dari seorang gadis muda yang dingin dan tanpa emosi.
Pada akhirnya, Arthur memutuskan untuk membeli sebuah permainan, mirip-mirip dengan monopoli di Dunianya lah. Dimana, sementara Kafka tampak tidak begitu tertarik dengannya, tapi mungkin karena mengingatkannya dengan masa indahnya di waktu kecil yang tidak bisa terulang, jadi...
... Hehe, Arthur agak terlalu menikmatinya...
Ahem! Ahem!
'Aku tidak menyangka bakal menggunakan cara menyebalkan dari Tante ku waktu itu.'
Cara yang sedang dibicarakan oleh Arthur ini adalah sebuah cara yang Tantenya dulu lakukan, supaya dirinya bisa kembali ke masyarakat normal. Meskipun, hal tersebut malah berakhir dengan sangat buruk.
Begitu saja, pada pagi hari setelah memutuskan hal tersebut, Arthur memulai rencananya.
Di dapur, Kafka terlihat mengenakan celemek bermotif pola buah-buahan yang baru di beli. Lebih tepatnya lagi, sedang coba di bantu oleh Arthur untuk memakainya.
Kafka mengangkat kedua lengannya, dengan Arthur mengikatkan celemek di belakangnya.
Setelah melihat betapa rampingnya dia, Arhur menyadari kalau celemeknya masih terlalu besaar. Jadi, dia memutuskan untuk mengikat tali itu menjadi simpul.
"Apa kamu masih ingat metode yang aku ajarkan kepadamu untuk membuat roti lapis?"
Kafka pada awalnya menatap buah-buahan yang ada di celemek, lalu dia menatap Arthur sambil mengangguk.
"Baguslah." Arthur kemudian melirik ke sebuah buku, "Resepnya juga ada di buku itu; Ikuti saja langkahnya satu per satu."
Kalau di pikir-pikir lagi, sebelum kedatangan dari Kafka ke dalam hidupnya. Arthur sama sekali tidak pernah menyentuh dapur tersebut. Paling-paling cuman buat dibersihin doang, tapi kaga pernah dipakai.
Biasanya sih, dia memesan makanan untuk di bawa pulang. Dan, karena Arthur dulu sering pulang larut malam, jadi tidak jarang dirinya tidak makan malam dan menggantinya dengan makan pagi di keesokan harinya.
'Hidup yang sangat tidak sehat.' Dirinya hanya bisa terkikik saja, di saat membaringkan tubuhnya di sofa dekat sana.
Pada saat itu, dia sedikit berpikir; Apa yang akan dipikirkan oleh keluarganya kalau melihat hidupnya yang tidak sehat ini?
Jujur saja, memikirkan reaksi mereka saja sudah membuatnya tersenyum bahagia.
'Ayah dan Mamah pasti bakal marah. Aul mah paling cuman ketawa-ketawa aja.' Sementara untuk dua saudaranya yang lain, mereka paling cuman diem doang.
Sambil menunggu Kafka selesai dengan tugas memasaknya, Arthur memutuskan untuk mengecek progres dari misinya.
[Syarat : Bunuh 19.090.837/100.000.000 Demon & Jadi Pemburu peringkat Gold]
"Cuman naik dikit ternyata." Meskipun sedikit frustasi, tapi tidak berlangsung lama. Mungkin, karena dirinya sadar, kalau ada satu aset berharga di sampingnya yang jika digunakan dengan benar, bisa mempermudah dirinya untuk menyelesaikan Misinya ini.
'Aku benar-benar berharap banyak padamu, Kafka. Semoga kamu tidak membuang waktuku secara sia-sia.'
Beberapa saat kemudian...
Membetulkan posisi duduknya, mata milik Arthur kemudian mulai menatap beberapa roti lapis yang ada di piring di depannya. Dimana...
"Dari segi penampilan sudah lumayan." Dia kemudian mulai mengambil satu dan memakannya, "Ada banyak hal yang perlu kamu perbaiki. Tapi secara keseluruhan sih, hal ini sudah bagus."
Kafka kecil yang berdiri di dekat meja tampak tersenyum kecil, yang meskipun sulit untuk di lihat mengingat betapa tipisnya senyum tersebut, tapi Arthur yang jeli tentu menyadarinya. Dan, dia memutuskan untuk membiarkannya saja.
'Sesuatu hal terkadang harus di biarkan seperti ini, supaya bisa berkembang dengan baik.' Dia tidak begitu ingat pasti gimana bunyi quotesnya, tapi kira-kira seperti itulah.
"Ayo tuang dua gelas susu, lalu duduk sini di sampingku. Untuk saat ini, mari kita makan terlebih dahulu." Kata Arthur sambil menebuk bagian sofa di sampingnya.
Kafka hanya mengangguk saja, sebelum dia mengambil dua gelas susu dan meletakkanya di meja. Dimana, gadis itu kemudian mulai memakan makanannya bersama Arthur dalam diam.
Suasana yang secara alami disukai oleh gadis tersebut.
"Di masa depan, kamu akan bertanggung jawab untuk memasak, sementara aku akan bertanggung jawab dalam pemilihan bahan dan pemberisahannya..." Arthur mengatakan hal itu tidak lama setelah keduanya selesai makan, di mana kata-katanya terhenti di tengah jalan setelah Arthur sepertinya menyadari sesuatu; "Tidak, kamu juga akan bertanggung jawab dalam pemilihan bahan-bahan makanan."
Jangan tanya alasan kenapa tiba-tiba di ubah seperti itu.
Lagi pula, Arthur tidak bisa membiarkan Kafka yang masih dalam masa pertumbuhan malah bergantung dengan makanan cepat saja, dan berakhir seperti dirinya...
Ahem!! Ahem!!
Maksudnya, hal ini bisa berguna untuk menambahkan "Tanggung Jawab" dan "Misi"-nya di luar pertempuran. Dan, hal ini pun bagus untuk mengembangkan tujuan hidup di luar pertempuran. Sesuatu hal yang pasti akan berguna sekali di kondisinya yang sekarang.
Bahasa gampangnya sih, supaya dia bisa dengan mudah bergaul di masyarakat normal, jika saja dia nantinya bakal pensiun dari pekerjaan Pemburu Iblis.
Setelah selesai membereskannya bersama, Kafka segera mempelajari buku resep yang diberikan oleh Arthur, di mana ia dengan cepat mengusulkan makan untuk hari berikutnya.
"Bagus, bagus. Kita ikuti saranmu itu." Arthur menepuk kepalanya dengan pelan, lalu mengelusnya dengan pelan, sebagai tanda lain persetujuan darinya.
Kafka tidak menghindar, tubuhnya yang kecil sedikit bergoyang di saat menerima gerakan kasih sayang itu. Rambut ungunya yang halus menjadi agak kusut, berdiri di beberapa tempat setelah di acak-acak.
Setelaha Arthur selesai dengan hal tersebut, Kafka segera menggelengkan kepalanya dan merapikan rambutnya yang berantakan, sebelum dia lanjut memeriksa buku resep di tangannya.
Di samping "Tugas" dan "Misi", menekuni hobi dapat memberi makna yang signifikan pada kehidupan sehari-hari yang monoton.
Pada suatu sore yang lain...
Arthur yang mulai agak jenuh dengan kesehariannya pun berpikir untuk sedikit beristirahat. Kali ini, dia memutuskan untuk menambahkan sesuatu hal yang dulu digunakannya kalau lagi mau mencari ketenangan batin.
Hanya saja, tidak seperti di sebelumnya. Hal yang kali ini digunakan oleh Arthur adalah sesuatu hal yang tidak mungkin terpikirkan olehnya di masa lalu akan dirinya gunakan. Bahkan, dia berpikir untuk membelinya pun tidak.
"Itu sesuatu hal yang aku temukan di toko acak pinggir jalan. Kelihatannya sih masih bagus dan beberapa kaset yang ada di sana bisa di diskon dengan harga yang menyenangkan." Dia menunjuk ke arah benda tertentu yang terletak di atas meja.
Mungkin... Tidak, pasti bagian terakhir yang jadi alasan kenapa Arthur memutuskan untuk membelinya.
'Barang diskon dan punya kualitas memang yang terbaik.'
Kafka yang mendengar perkataannya melirik ke arah benda yang di tunjuk olehnya.
"Mulai sekarang, kamu akan bertanggung jawab atas musik yang akan di putar." Kepalanya lalu bersandar di bantal yang ada di dekatnya, "Setiap hari pada saat Istirahat, putar beberapa lagu. Pilih satu untuk di coba terlebih dahulu."
"Baiklah." Jawab Kafka.
Meskipun secara emosional tidak peduli dan acuh terhadap banyak hal, tapi dari sudut pandang lain, dia benar-benar penurut dan patuh.
Setiap kali dihadapkan dengan permintaan dari Arthur, dia tidak pernah bertanya mengapa. Jika Arthur memintanya, dia akan selalu melakukannya tanpa ragu-ragu.
Kafka berdiri dan mendekati Gramofon.
Dari segi penampilannya sih, terlihat sudah kuno. Speakernya tampak berwarna emas, yang meski sudah tidak begitu mengkilap, tapi membangkitkan semacam nuansa nostalgia yang aneh.
Arthur yang sedang duduk bersandar di sofa sedikit mengangkat salah satu alisnya, "Jangan langsung memilih yang pertama."
Tangan Kafka kecil tersentak seolah tersengat oleh listrik, menarik ujung jarinya dari rekaman awal.
Dia kemudian menelusuri setumpuk piringan hitam dan akhirnya memilih satu.
Arthur kembali bertanya, "Kenapa kamu memilih yang itu?"
Kafka pun berbalik sambil memegang piringan hitam itu, "Ibu dan Ayah dulu mendengarkan lagu ini."
Arthur yang mendengarnya terdiam sejenak.
Ruangan itu pun menjadi hening untuk sesaat.
Kemudian Kafka melanjutkannya, "Lagi pula, musik ini cukup lembut, cocok untuk dimainkan saat ini."
"Hmm, benar juga." Arthur sedikit mengangguk dan lanjut berkata, "Setiap kali kamu memilih piringan hitam, ceritakan alasannya kepadaku."
"Apakah kamu tau cara memainkannya?"
Kafka mengangguk, membuka bungkusan yang melindungi piringan hitam tersebut, meletakkan piringan hitam itu pada meja putar, dan mengarahkan stylus ke alurnya.
Pada saat piringan hitam itu mulai berputar, melodi yang indah dan menenangkan keluar dari pengeras suara terompet emas.
Dia kembali ke tempat duduknya di sofa.
Setelah seharian beraktivitas tanpa henti, sang Pemburu Iblis memejamkan mata, menikmati sore yang damai sembari mendengarkan musik dan beristirahat sejenak.
Di samping Arthur, Kafka diam-diam memperhatikan pemutar rekaman. Di mata ungunya yang indah, piring hitam yang berputar terpantul.
Mungkin musik yang di dengarkan oleh kedua orang tuanya masih dapat memberinya rasa nyaman saat ini? Entahlah, tidak ada yang tau jawabannya kecuali gadis mungil itu sendiri.
✽✽✽✽✽✽✽✽✽✽
Promosi Tak Tahu Malu:
Jika Anda menyukai cerita nya hingga sejauh ini, pertimbangkan untuk mendukung saya!! Bantu saya di https://trakteer.id/aster_souji_pendragon!! Hanya dengan 5k saja, Anda sudah sangat membantu saya!!
Anda juga bisa memfollow akun Instagram saya di @panagakos_void!! Untuk mengetahui novel-novel baru yang mungkin akan saya buat!!
Catatan Penulis:
Yeyy!! Update kembali!!
Males bett dah...
Tapi, hal ini penting buat perkembangan hubungan mereka...
Ayolah...
Cepatlah berakhir Volume 01...
Ahem! Bagi kalian yang suka, bisa tinggalkan Stone kalian di sini, komen hal-hal yang perlu di tambahkan dan di perbaiki (Ini sangat diperlukan Author, jadi kalo bisa, tolong lakukanlah), dan share hal ini ke teman-teman kalian, supaya kalian ada obrolan dengan mereka dan tidak lost connetion seperti author kalo lagi ngobrol sama temen" author wkwkwkwk
Itu saja sih yang ingin author sampaikan, kalau begitu, sampai jumpa lagi nanti!
Adios!