Chereads / Honkai Stral Rail : Sanguis Corporation / Chapter 9 - Chapter 09 : Slice of Life itu Memang yang Terbaik!

Chapter 9 - Chapter 09 : Slice of Life itu Memang yang Terbaik!

Setelah beberapa waktu berlalu...

Kafka kecil pun mulai merasa mengantuk. Sambil melihat sekelilingnya, dia melihat semua bantal berada di bagian kanan sofa, terpisah darinya oleh Arthur.

Kafka kecil menatap Arthur selama beberapa detik.

Alih-alih berdiri, dia lebih memilih untuk bergeser lebih dekat. Lalu dengan lembut, kepalanya condong ke arahnya dan berakhir di bahu Arthur.

Tidak lama kemudian.

Arthur yang merasa ada yang sedikit mengganggunya di sisi kiri tubuhnya pun membuka matanya, melirik ke arah samping untuk melihat hal "Apa" itu.

Di sana, dia melihat Kafka yang sedang melingkari tangan kiri miliknya, mencengkram ujung kemejanya dengan lembut. Kakinya yang indah terlipat, meringkuk di atas sofa.

Dari sudut pandang Arthur, saat ini Kafka terlihat seperti seekor anak kucing ungu kecil yang pemalu, meringkuk dan bersandar kepadanya.

Mengamatinya sejenak, Arthur kemudian mengambil selimut yang ada di dekatnya, menutupi dirinya dan Kafka, lalu menutup matanya kembali.

Pada sore hari.

Cahaya agak kemerahan mengalir masuk ke dalam melalui jendela yang ada di sana, menyinari piringan hitam yang sedang berputar di sana. Bahkan, musik yang sedang di putar pun terasa jadi lebih hangat dengan cahaya ini.

Saat Kafka tertidur, ekspresi wajahnya berangsur-angsur menjadi rileks.

Sehelai rambut ungu jatuh di pipinya.

Pada saat itu, tidak ada sesuatu hal yang aneh terihat darinya; bentuk tidurnya tampak damai dan tenang, seperti gadis kecil biasa yang menggemaskan.

...

Di klinik Psikologi.

Karen yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya pun melirik ke arah jam tangan miliknya, 'Sepertinya masih ada waktu untuk berkunjung.'

Tentu saja, orang yang ingin dikunjungi oleh dirinya adalah seseorang yang akhir-akhir ini, sepertinya mulai mengambil hari libur.

Sesuatu hal yang tidak pernah dirinya pikirkan akan orang itu ambil.

Meski begitu, Karen merasa sedikit bersyukur setelah mengetahuinya. Lagi pula, setelah melihat betapa gilanya orang tersebut memburu para Demon selama tiga tahun terakhir...

Jujur saja, selama tiga tahun terakhir ini, Karen sudah mencoba berbagai cara supaya Arthur mengambil cuti setidaknya satu hari. Dan, tentunya semua usahanya itu berakhir dengan kegagalan.

Tidak peduli hal apa yang dikatakan oleh Karen, semua alasan yang dirinya berikan kepada orang itu selalu saja masuk kuping kana dan langsung keluar di kuping kirinya.

'Hmm? Ada apa denganku coba...' Karen menggelengkan kepalanya beberapa kali, berharap dapat menghilangkan hal aneh yang baru saja muncul di dalam benaknya; 'Kenapa belakangan ini aku terus memikirkannya sih?'

Ya, semuanya bermula dari beberapa minggu yang lalu, ketika orang menyebalkan itu menyebut dirinya berpacaran dengan Arthur. Entah kenapa, sejak saat itu, Arthur terus mengganggu pikirannya.

Dia selalu muncul di dalam mimpinya setiap malam. Mengganggu konsentrasinya ketika bekerja. Bahkan, terkadang sampai ke bagian di mana Karen beberapa kali sempat salah mengira orang.

'Urghh! Menyebalkan sekali.'

Mungkin, karena tanpa sadar sudah berdiri di depan pintu dari kediaman Arthur, Karen memutuskan untuk mencoba menenangkan dirinya, yang untungnya sih, bagi seorang psikolog sepertinya, hal semacam ini gampang untuk dilakukan.

Menekan bel yang ada di dekat pintu sekali, tidak perlu waktu lama bagi Karen untuk mendapat jawaban dari pemilik apartement tersebut.

"Sebentar." Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan menampilkan sosok dari seseorang yang belakangan ini agak jarang bertemu dengannya; "Ohh, Karen. Ada urusan apa kamu ke sini?"

"Seperti biasa, kamu masih tetap menutup matamu itu." Karen memutuskan untuk sedikit berbasa-basi di sana, "Kamu tidak buta kan?"

"Ya, tentu. Anggap saja, ini cuman kebiasaanku saja."

"Sebuah kebiasaan yang sangat aneh."

"Haha, begitulah." Arthur yang bersandar kemudian memutuskan untuk menanyakan alasan di balik kedatangan dari Karen ke kediamannya. "Tumben sekali kamu memutuskan untuk dateng ke sini. Ada apa ya?"

"Kenapa rasanya kamu terdengar seperti tidak ingin aku datang ke sini?" Karen sedikit cemberut di sana, menyebabkan Arthur sulit harus bereaksi seperti apa.

Apalagi, dari hubungan mereka selama ini, Arthur tidak pernah melihatnya bertingkah seperti ini. Rasanya, ada sesuatu hal yang baru-baru ini berubah darinya.

'Kalau di pikir-pikir lagi, dia juga mengirimiku beberapa pesan aneh belakangan ini.' Pesan-pesan itu seperti, sesuatu hal yang biasanya orang pacaran bicarakan.

Hanya saja, Arthur berharap itu cuman pikirannya aja. Mengingat, dia beneran kaga mau begitu terikat dengan sesuatu hal yang berhubungan sama Planet ini. Sebab, ada kemungkinan hal tersebut bisa mengganggu tujuannya yang sekarang.

Sementara itu, Karen yang melihat Arthur diam saja pun mulai merasa canggung. Jadi, dia memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan.

"Ngomong-ngomong, bagaimana keadaan Kafka? Dia baik-baik saja, kan?" Ada sedikit rasa khawatir di balik nada suaranya, membuat kedutan sedikit muncul di dahi Arthur.

Jangan tanya alasannya kenapa.

Lagi pula, bagi Karen; Arthur itu hanya bisa di andalkan dalam urusan "Bertarung" saja, jadi prospek membesarkan anak kecil seperti ini agak sulit dipercayai olehnya. Bahkan, kalau bukan karena keadaan mendesak waktu itu, mana mungkin dirinya akan menyetujui hal tersebut?

Arthur sendiri merasa seperti Karen menganggapnya hanya kompeten dalam hal membunuh saja dan itu, benar-benar sangat mengganggunya.

Jadi, mungkin untuk sedikit meredakan amarah miliknya, Arthur memutuskan untuk mengajak Karen masuk ke dalam, dengan wanita itu sendiri menerimanya dengan mudah.

Di dalam, Karen bisa melihat Kafka yang sedang merapikan pedang dan senjata api miliknya. Pemandangan yang sesuai harapannya. Cuman...

... Tidak lama setelah melihat kedatangan dari Karen, Kafka kecil segera berhenti dan menyiapkan teh untuknya.

Sesuatu hal yang agak di luar dugaannya.

Tidak berhenti sampai di sana saja, Karen pun melihat sebuah pemandangan yang tidak pernah terpikirkan akan di lihat olehnya sekarang.

Di saat Karen mulai menyeruput teh miliknya, Kafka tampak berjalan menuju Gramofon untuk menyetel sebuah lagu, sebelum dirinya pergi menuju ke dapur.

Akhirnya, Kafka kecil terlihat mengenakan celemek miliknya dan mulai memasak.

Pada saat semua hal itu terjadi, Arthur bisa terlihat duduk dengan santainya di sofa sambil membaca sebuah koran...

... sekarang, jika saja matanya tidak tertutup, maka tidak akan ada hal yang aneh di sana.

Setelah berhasil menenangkan diri dari pemandangan yang di lihat olehnya, Karen pun mendekati Arthur dan berbisik kepadanya; "Apa kamu sedang mengeksploitasi pekerja anak di sini?"

"Itu tidak bjsa di hitung eksploitasi, selama aku tidak membayarnya." Jawab Arthur sembarj meletakkan koran miliknya.

"Dasae Setan!" Seru Karen.

"Salah." Arthur segera mengoreksi perkataannya, "Aku sebenarnya seorang Pemburu Iblis."

Untuk memperjelas, setiap kali Kafka membantu dalam pertempuran, dia memastikan bahwa Kafka menerima kompensasi yang adil. Akan tetapi, Kafka hanya menyimpannya saja, bahkan hampir tidak pernah menggunakannya.

Karen kembali melirik ke arah koki muda yang sedang memasak di dapur dan merendahkan suaranya, "Tapi, dia luar biasa. Gaya hidupnya saat ini bahkan lebih baik dari harapanku yang paling optimis. Bagaimana kamu bisa melakukannya?"

Bukannya menjawab, Arthur hanya melihat ke arahnya saja dengan ekspresi yang...

"Ada apa?" Menyebabkan Karen menanyakan hal tersebut.

"Sekarang, apa kamu masih berpikir aku hanya kompeten dalam hal membunuh saja?" Jawabnya dengan sedikit arogansi di balik suaranya.

Karen yang mendengar hal itu jadi agak sedikit terkejut, tapi kemudian dia sedikit terkikik, karena...

"Aku tidak menyangka kamu akan terganggu hahya karena hal tersebut."

Bagi Karen, Arthur selalu terlihat seperti seseorang yang sama sekali tidak peduli dengan perkataan orang lain.

Seseorang yang benar-benar hanya peduli dengan tujuannya dan pemikirannya sendiri.

Arthur memutuskan untuk tetap diam dan tidak membalasnya. Mungkin, karena dia tau segalanya tidak akan berakhir baik, kalau saja hal ini terus dilanjutkan.

Setelah beberapa saat, makan malam pun akhirnya siap.

Baik Arthur maupun Karen, mereka berdua memiliki kursi kosong di sebelah mereka.

Karen melirik sambil tersenyum dengan hangat. Tangannya terlihat menepuk lembut kursi yang ada di sampingnya, kursi itu tampak sangat mengundang.

Sebaliknya, Arthur tampak terus menjejalkan dirinya ke dalam koran yang sedang di pegang olehnya, terlihat asyik membaca koran, dengan wajahnya sendiri tertutup oleh koran tersebut.

Kafka kecil melirik keduanya, lalu tanpa ragu, dia memilih untuk duduk di samping Arthur.

*Gedebuk*

Karen memukul meja dengsn telapak tangannya.

Beberapa pembicaraan kecil terjadi di selang seling makan malam tersebut. Meskipun, kebanyakan membahas insiden aneh yang berhubungan dengan topeng aneh.

Sesuatu hal yang baru-baru ini viral dan menyaingi kegelisahan penduduk Planet ini dengsn demon.

Namun, mungkin karena tidak begitu dipedulikan oleh masing-masing dari mereka. Pembicaraan itu tidak berlangsung lama dan digantikan oleh beberapa topik ringan.

✽✽✽✽✽✽✽✽✽✽

Promosi Tak Tahu Malu:

Jika Anda menyukai cerita nya hingga sejauh ini, pertimbangkan untuk mendukung saya!! Bantu saya di https://trakteer.id/aster_souji_pendragon!! Hanya dengan 5k saja, Anda sudah sangat membantu saya!!

Anda juga bisa memfollow akun Instagram saya di @panagakos_void!! Untuk mengetahui novel-novel baru yang mungkin akan saya buat!!

Catatan Penulis:

Yeyy!! Update kembali!!

Slice of Life... Agains~

Ahem! Bagi kalian yang suka, bisa tinggalkan Stone kalian di sini, komen hal-hal yang perlu di tambahkan dan di perbaiki (Ini sangat diperlukan Author, jadi kalo bisa, tolong lakukanlah), dan share hal ini ke teman-teman kalian, supaya kalian ada obrolan dengan mereka dan tidak lost connetion seperti author kalo lagi ngobrol sama temen" author wkwkwkwk

Itu saja sih yang ingin author sampaikan, kalau begitu, sampai jumpa lagi nanti!

Adios!