Haruto Nakamura, seorang siswa SMA di Tokyo, dikenal sebagai sosok yang sempurna di mata banyak orang. Tak hanya tampan, tapi juga cerdas. Popularitasnya begitu tinggi, sampai-sampai hampir semua orang di sekolah mengenalnya. Namun, ada satu rahasia besar yang tak banyak orang tahu. Di balik ketenaran yang didapatkan dari prestasinya di sekolah, Haruto adalah seorang mangaka terkenal. Nama pena yang ia gunakan adalah Haru Nakami, yang telah menciptakan manga-manga populer yang digemari banyak pembaca di seluruh dunia.
Namun, Haruto memilih untuk merahasiakan identitasnya sebagai mangaka. Ia merasa jika teman-temannya mengetahui hal itu, mereka akan menganggapnya konyol dan berlebihan. Ia tidak ingin label "seorang siswa SMA yang juga mangaka" merusak citra dirinya. Sebagai gantinya, Haruto menjalani kehidupan sekolahnya seperti siswa biasa, menjaga jarak dengan teman-teman dan memilih untuk menyembunyikan sisi kreatifnya.
Suatu malam, Haruto duduk di meja belajarnya, dikelilingi oleh tumpukan buku dan catatan, namun pikirannya terfokus pada manga yang sedang ia kerjakan. Tenggat waktu pengiriman naskah tinggal dua hari lagi, dan ide-ide kreatif yang biasanya datang begitu saja, kali ini entah mengapa tidak bisa ia temukan. Haruto merasa buntu. Manga yang sedang ia kerjakan untuk edisi selanjutnya seharusnya menjadi karya terbaiknya, tapi kini ia berada dalam kebuntuan total. "Aku perlu menenangkan diri," pikirnya, mencoba untuk mencari cara agar pikirannya kembali segar.
Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke pantai. Tempat itu selalu menjadi tempat yang menenangkan bagi dirinya. Saat weekend datang, Haruto memutuskan untuk mengambil hari itu untuk beristirahat sejenak dan mencari inspirasi. Pagi itu, ia membawa perlengkapan menggambar dan menyetir mobilnya menuju pantai yang terletak tidak jauh dari kota. Ia berharap, dengan berada di alam terbuka, bisa menemukan kembali ide-ide yang mengendap di pikirannya.
Sesampainya di sana, Haruto duduk di pasir, menarik napas dalam-dalam dan merasakan udara laut yang segar. "Indah sekali," gumamnya sambil memandangi cakrawala yang luas. Pemandangan itu begitu menenangkan, seakan-akan seluruh beban di pundaknya ikut terangkat. Kemudian, tanpa diduga, ide cerita yang selama ini ia cari mulai bermunculan dengan jelas di benaknya. Alur cerita untuk manga yang tengah ia kerjakan tiba-tiba terasa begitu hidup dan menarik.
Dengan semangat baru, Haruto segera menghubungi editornya, Aiko, dan memintanya untuk membawa perlengkapan menggambar. Haruto ingin segera menuangkan ide-idenya ke dalam sketsa. Sesampainya di lokasi, Haruto duduk dengan santai dan mulai menggambar dengan penuh semangat. Ia tidak merasa lelah meski waktu terus berlalu. Ketika jarum jam menunjukkan pukul satu siang, Haruto sadar bahwa sudah waktunya untuk makan siang.
"Editor, tolong jaga barang-barangku!" seru Haruto kepada Aiko yang masih duduk di sebelahnya, lalu ia bergegas menuju toko serba ada di dekat pantai untuk membeli makanan dan minuman. Sambil berjalan menuju toko, pikirannya tak lepas dari sketsa-sketsanya yang masih belum selesai. Namun, perhatiannya teralihkan ketika ia melihat seorang gadis berjalan menuju ke arah pantai.
Gadis itu sangat menarik perhatian Haruto. Ia mengenakan gaun putih yang berkilau terkena sinar matahari, seolah-olah gaun itu menyatu dengan sinar langit. Haruto tertegun sejenak, terpesona oleh kecantikannya yang alami. Tanpa sadar, ia terus memandang gadis itu hingga akhirnya gadis tersebut menoleh dan tersenyum padanya. Tatapan mereka bertemu, dan gadis itu mulai mendekatinya.
"Ada apa?" tanya gadis itu dengan senyum ramah, membuat Haruto merasa canggung.
"Eh, itu..," Haruto sedikit terkejut dan tidak tahu harus berkata apa.
"Ada apa?" gadis itu mengulang, kali ini dengan nada yang lebih lembut.
Haruto akhirnya sadar dan mengulurkan tangan. "Perkenalkan, namaku Haruto Nakamura," ucapnya, berusaha tenang meskipun hatinya berdebar.
Gadis itu tersenyum lebih lebar. "Ah, Nakamura-kun, aku Nakajima Yuki," jawabnya dengan penuh kehangatan. Senyum Yuki begitu mempesona, dan Haruto merasa dunia seolah berhenti sejenak. Ia ingin berbicara lebih banyak, tetapi tepat saat itu, suara Aiko yang memanggilnya membuatnya terpaksa berbalik.
"Haruto!" seru Aiko, terlihat gelisah di kejauhan.
Haruto menggerutu dalam hati, merasa terganggu. "Kenapa sekarang juga?" pikirnya. Namun, ia tetap berbalik pada Yuki, yang masih berdiri dengan senyum.
"Apa itu ibumu?" tanya Yuki, sedikit bingung.
"Bukan, dia editorku," jawab Haruto cepat, mencoba menjelaskan.
"Siapa?" tanya Yuki, masih tidak mengerti.
"Dia editorku, aku seorang mangaka, Haru Nakami," jawab Haruto singkat.
"Oo," balas Yuki singkat, tampak tidak terlalu terkesan.
"Kau tidak tahu siapa aku?" tanya Haruto dengan sedikit kecewa.
Yuki hanya menggelengkan kepala. "Maaf, aku tidak tahu," jawabnya, tampak polos.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu," kata Haruto seraya melambaikan tangan. Ia merasa sedikit canggung dan berbalik pergi.
Saat ia berjalan kembali, Aiko mengejeknya dari belakang. "Wah, siapa dia?" ledek Aiko.
"Rahasia," jawab Haruto dengan cepat sambil duduk dan membuka camilan yang baru saja dibeli.
"Eh, apa dia pacarmu?" tanya Aiko sambil menggoda, membuat Haruto tersedak.
"Bukan!" jawab Haruto buru-buru, berusaha menenangkan diri.
"Sayang sekali, padahal dia sangat cantik," gumam Aiko sambil tersenyum.
Haruto hanya menggelengkan kepala. "Berhenti bicara aneh-aneh, Aiko. Aku sedang bekerja," katanya dengan kesal.
Aiko tertawa mendengar jawaban Haruto. "Wajahmu merah tuh!" godanya sambil mengamati wajah Haruto yang semakin memerah.
"Mana ada! Kau tidak usah mengada-ada!" jawab Haruto, berusaha menyembunyikan rasa malunya.
"Nah, wajahmu makin merah!" Aiko tertawa geli. "Jika kau memang suka padanya, tembak saja!"
"Berisik! Aku sedang bekerja," balas Haruto, mencoba fokus kembali pada gambarnya.
Aiko tidak berhenti menggodanya. "Eh, kau tidak menyenangkan sekali, Haruto. Kenapa tidak coba berbicara padanya lagi?"
"Karena aku sedang fokus!" Haruto hampir berteriak. Ia benar-benar merasa terganggu oleh Aiko. Terkadang ia berpikir bahwa kehadiran Aiko bisa merusak mood-nya saat bekerja.
Aiko akhirnya menyerah dan memutuskan untuk pergi bermain air di pantai, meninggalkan Haruto dengan tenang di tempatnya. Haruto menghela napas lega. Tanpa gangguan, ia kembali menyelesaikan sketsa manga-nya dengan penuh semangat. Sesaat kemudian, ia melihat Yuki lagi, kali ini sedang bermain air di tepi pantai. Senyum Yuki yang cerah membuat Haruto semakin bersemangat. "Ini akan menjadi karya terbaikku!" serunya dengan penuh semangat.
Matahari mulai terbenam, dan akhirnya Haruto menyelesaikan sketsanya. "Selesai!" serunya dengan bangga, memandang hasil karyanya yang begitu memuaskan. Aiko yang baru kembali menghampiri, tersenyum puas.
"Bagus, Haruto. Ini sudah sangat baik. Tinggal tambahkan dialognya, dan manga ini siap untuk dikirim," kata Aiko sambil melihat sketsa yang baru saja diselesaikan.
Haruto mengangguk, merasa lega. "Terima kasih, Aiko. Mari kita pulang," katanya, meregangkan tubuhnya yang sudah lelah setelah seharian menggambar.
Dengan langkah santai, mereka kembali ke mobil dan meninggalkan pantai, membawa hasil kerja keras mereka.
Keesokan harinya, Haruto kembali ke sekolah seperti biasa. Namun, dalam perjalanan menuju sekolah, suara seseorang yang dikenalnya memanggilnya dari belakang.
"Haruto-kun!" suara itu datang dengan penuh keceriaan. Haruto berbalik dan melihat Yuki tersenyum padanya, kali ini dengan lebih dekat.
Yuki! Kenapa dia ada di sini?
Bersambung…