Keesokan harinya, Haruto terbangun dan melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Dirinya langsung mencuci muka dan mengganti pakaiannya, setelah itu Haruto langsung mengambil tasnya dan berangkat ke sekolah.
"Aku berangkat!" ucapnya seraya keluar dan menutup pintu. Saat baru beberapa langkah berjalan keluar ia menemukan seorang gadis yang sedang menunggunya, dan ia adalah Yuki.
"Ayo berangkat bersama," ucapnya kepada Haruto.
"Baiklah, mari kita- eh?" pikiran Haruto berhenti sejenak, sejak kapan wanita ini menunggunya.
"Ada apa?" tanya Yuki polos seakan tidak tahu apa apa.
"Sejak kapan kaun menungguku di depan rumahku?!" seru Haruto kaget.
"Tidak, aku baru saja sampai," ujar Yuki sambil berpura pura tersenyum.
"Lihat, dari wajahmu saja sudah kelihatan!"
"Cih," Yuki berdecak kesal.
"Lihat, kau baru saja berdecak!"
"Apa kau tidak ingin berangkat bareng denganku?"
"Ehm, baiklah kalau begitu, mari kita pergi," kata Haruto seraya berjalan membelakangi Yuki.
"Hei, Nakamura-kun, apa kita akan benar benar membuat game yang diinginkan Takahashi-san?"
"Tentu saja, apa kau tidak mengetahui dirinya seperti apa?"
"Bukan kah dia sangat baik dan juga ramah?" tanya Yuki polos, ia benar benar tidak tahu bagaimana sikap Aiko karena seperti yang Ia lihat kemarin Aiko bersikap sangat ramah dan juga baik.
"Kau benar benar mempercayainya?" tanya Haruto dengan wajah tidak percaya. Sayang sekali anak semuda dan 'mungkin' sepolos Yuki ini hatus terjebak dengan bujukan Aiko yang mungkin akan membuatnya depresi.
"Baiklah, aku akan memberi tahu suatu nasihat kepadamu," ujar Haruto dengan wajah bijak. "Kau harus melarikan diri segera dari wanita tua itu, sebelum dia membuatmu sengsara nantinya."
"Heh, kenapa?" tanya Yuki kecewa. "bukankah akan lebih baik jika aku juga ikut?"
"Kau tidak mengetahui sikap asli wanita tua satu itu, dia bisa saja menekanmu terus menerus."
"Benarkah?" tanya Yuki tidak percaya, lagi pula Yuki melihat perkumpulan kemarin itu terlihat baik baik saja. Merreka malah terlihat bersenang senang.
"Tapi jika kau tidak mempercayainya tidak apa," lanjut Haruto.
"Benarkah?" tanyanya senang. "Aku boleh ikut ke dalam lokakarya kalian?" tanya Yuki dengan mata berbinar binar.
"Kau boleh ikut tetapi dengan syarat!"
"Syarat apa itu?"
"Kau harus rela berkorban," ucap Haruto singkat.
"Berkorban?"
"Iya, kau akan tau suatu saat nanti," ucap Haruto sambil terus berjalan membiarkan Yuki yang berpikir.
"Berkorban ya," pikirnya. "Apa yang harus kukorbankan," gumamnya.
"Kau akan tau setelah merasakannya."
"Baiklah, aku akan siap berkorban apapun untuk lokakarya ini," seru Yuki dengan semangat menggebu gebu. Dirinya sudah benar benar tidak sabar untuk membuat game bersama dengan Nakamura-kun dan juga teman temannya.
***
Setelah beberapa saat berjalan, akhirnya mereka sampai di sekolah. Ren yang melihat mereka memasuki gerbang sekolah tersenyum sesaat sebelum akhirnya ia pergi menghampiri Haruto dan juga Yuki.
"Hei, Haruto!" seru Ren dari kejauhan "Selamat pagi!" lanjutnya.
"Met pagi, Ren."
"Selamat pagi, Suzuki-kun."
"Hei, Yuki-chan, sikapmu terlalu canggung," ujar Ren terlihat kecewa. "Bukankah kau bia lebih santai sedikit?" lanjutnya.
"Ba-baiklah, Ren-kun," ucap Yuki dengan malu malu.
"JIKA KAU MALU MALU BEGITU LEBIH BAIK TIDAK USAH!" seru Haruto melihat tingkah Yuki yang malu malu.
"Huh, kau bisa mengakrabkan dirimu sedikit demi sedikit," ujar Haruto sembari pergi meninggalkan Yuki dan juga Ren di depan halaman sekolah.
Haruto lalu pergi ke dalam gedung sekolah dan membuka loker sepatunya. Terlihat sepucuk surat di dalam lokernya. Haruto yang penasaran pun membuka surat tersebut.
Nee Haruto,
Jangan lupa untuk rapat mengenai game kita sepulang sekolah. Ingat! Jangan sampai lupa!
Dari:
Editor tercinta >//<
"Dasar wanita tua sialan!" kesal Haruto sambil menggenggam surat tersebut dengan keras.
"Hei apa itu," tanya Ren yang tiba tiba saja berada di belakang Haruto sehingga membuat Haruto kaget.
"Bisakah kau tidak jangan muncul secara tiba tiba dan mengagetkanku?" keluh Haruto kesal.
"Hehe baiklah, maaf maaf," ucap Ren seraya menangkupkan kedua tangannya. "Oh iya, omong omong, surat apa itu?" tanya Ren penasaran dengan menunjuk surat yang berada di genggaman Haruto.
"Ah ini?" kata Haruto sambil melihat surat yang ada di genggamannya.
"Apa itu surat cinta, ehh aku juga mau."
"Bukan bodoh!" kesal Haruto, mengapa belakangan ini ia harus bertemu dengan orang orang yang mengesalkan sehingga membuat energinya terbuang percuma.
"Bukankah biasanya mereka meletakkan surat cinta di loker orang yang disukainya?" tanya ren kembli.
"Seharusnya memang seperti itu, tetapi ini adalah hal yang berbeda!"
"Bukankah itu sama saja?" seketika pikiran Haruto langsung diselimuti kegelapan, apa yang akan terjadi jika dirinya menikah dengan Aiko. Ia rasa mungkin dirinya akan terus disiksa oleh tekanan mental dari Aiko.
"Ah tidak mungkin," ucap Haruto, ia benar benar tidak ingin memikirkan mimpi buruk tersebut. Sesaat kemudian, Haruto baru menyadari kalau surat dari Aiko tersebut menghilang dari genggamannya.
"Dimana surat itu," tanyanya panik. Dia mencari sekelilingnya berharap tidak ada yang menemukan surat tersebut.
"Hei apa kau melihat-" seketika Haruto melihat Ren yang sedang membaca surat tersebut sambil menahan tawa.
"HEI, Bawa kemari!" kesal Haruto sambil mengambil surat tersebut dengan cepat.
"Ehh, kenapa, padahal aku masih belum selesai membacanya," keluh Ren terlihat kecewa, walaupun itu hanya pura pura.
"Dasar," ucap Haruto seraya pergi ke kelas dan meninggalkan Ren.
"Hey, bukankah itu Nakamura-kun, dia begitu hebat ya," bisik salah seorang gadis di lorong sekolah. Haruto tersenyum menyapa mereka, dirinya berusaha menjaga reputasinya dengan bersikap ramah dan pendiam sehingga sulit diketahui orang kalau dia adalah maniak mangaka yang selalu menghabiskan hari harinya di kamar hanya untuk membuat karyanya, setelah itu karyanya akan dia puji dengan bangga dan mengatakan kalau itu adalah karya terhebat sepanjang masa dan tidak ada yang bisa mengalahkannya.
Yah, oleh karena itu Haruto berusaha menjauhkan segala hal berbau manga agar dirinya bisa mengendalikan dirinya menjadi siswa populer dan memiliki reputasi yang sangat baik. Walaupun dirinya tertidur di kelas, mungkin orang orang akan berpikir kalau Haruto tidur di kelas karena dirinya begadang untuk belajar. Sehingga hal tersebut dapat menambah kepopulerannya.
Tetapi hal tersebut tidak berlaku bagi Ren, karena hanya Ren satu satunya temannya yang mengetahui rahasia dari Haruto. Meskipun dia terkadang bersikap menyebalkan, tetapi dia adalah teman yang baik. Ketika Haruto kelelahan dan tertidur di kelas, Ren akan mengajak Haruto pergi ke atap sekolah ketika istirahat dan memberikan kopi kepada Haruto dan menasehati dirinya.
Sesampainya di kelas, Haruto langsung duduk di kursinya dan mengeluarkan beberapa bukunya sehingga beberapa menit kemudian Guru pun datang dan memulai jam pelajaran.
BERSAMBUNG!