"Nakamura-kun!" ucap suara tersebut. Haruto sontak menoleh dan melihat sorang gadis sedang berdiri di belakangnya. Haruto memperhatikan gadis tersebut dengan seksama, dirinya merasa pernah melihat gadis tersebut entah kapan. Walaupun Haruto memiliki ingatan yang buruk tetapi setidaknya dia merasa deja vu jika bertemu orang yang sama di tempat dan waktu yang berbeda.
"Siapa kau?"
"Kau lupa?" ucap gadis tersebut seraya tersenyum. "Haruto Nakamura, bukan tapi Haru Nakami," sambungnya.
Haruto sontak kaget, gadis ini adalah orang yang ia temui di pantai akhir pekan lalu.
"Ada apa?" tanya gadis tersebut sambil menatap Haruto kebingungan.
"Tidak, bukan apa-apa," ucap Haruto singkat. Ia tidak tahu ternyata wanita ang ia temui akhir pekan lalu satu sekolah dengannya. Andai saja ia tidak memberi tahu identitas rahasianya, ia bisa saja tetap menjadi orang yang memiliki dua sisi tersembunyi. 'sial' pikirnya.
"Apa kau ingin berangkat ke sekolah bareng?" tanya Yuki santai.
"Ba-baiklah, ayo kita pergi," ucap Haruto seraya berjalan ke arah sekolah. Ia berpikir bagaimana cara agar gadis ini tidak membocorkan identitas rahasianya, apakah masih sempat atau sudah terlambat. Ia berpikir keras. Tidak, ini belum terlambat, masih ada waktu untuk mengatakan hal ini kepadanya.
"He-hei, Nakajima-san," ucap Haruto dengan berhati-hati. dirinya berusaha agar rahasia miliknya tidak tersebar lebih luas dari pada ini.
"Ada apa?"
"Bisakah kau melupakan apa yang kau dengar akhir pekan lalu?"
"Ha?" ucap Yuki kebingungan, mencerna apa yang dimaksudkan oleh Haruto.
"Bisakah kau melupakan kalau aku adalah seorang mangaka terkenal Haru Nakami," ucap Haruto dengan suara yang sangat kecil nyaris berbisik.
"Ohh, kenapa?" tanya Yuki heran, bukankah menjadi mangaka terkenal adalah sebuah penghargaan hebat. Bisa saja dia semakin menambah popularitasnya di sekolah setelah semua orang tau kalau dia adalah seorang mangaka yang sangat terkenal.
"Tidak, itu," ucap Haruto nyaris berbisik. "Aku tidak ingin mereka mengetahui ku kalau aku adalah seorang mangaka terkenal," sambungnya.
"Bukankah karya buatanmu itu sangat bagus, kenapa kau harus merahasiakannya?"
"Walaupun begitu, bisa saja mereka menganggap itu adalah hal konyol," keluh Haruto. "Bukankah aneh kalau orang sepopuler diriku ternyata adalah seorang mangaka?" sambungnya.
"Oh iya, benar juga," balas Yuki singkat. Hal tersebut langsung terlintas di pikirannya. Apa yang akan dikatakan orang-orang di sekolah jika mengetahui kalau Haruto orang yang sepopuler itu adalah seorang mangaka yang menyamar. Bukankah akan lebih bagus jika ia menjadi model saja.
"Oleh karena itu, Nakajima-san, aku mohon kau sembunyikan identitas rahasiaku," ucap Haruto seraya menangkupkan kedua tangannya. Ia berharap penuh pada gadis ini. Semoga saja identitas karyanya tetap aman agar reputasinya di sekolah tidak hancur.
"Baiklah, aku akan merahasiakannya."
"Yosh! Baiklah," seru Haruto girang. Untung saja dirinya masih bisa menjagab rahasia dan juga menjaga reputasinya agar tidak hancur. Hal ini mungkin terbilang konyol di sebagian kalangan, siapa juga yang peduli akan reputasi konyol seperti itu. Namun, hal tesrebut tidak berlaku pada Haruto. Ia adalah seorang yang begitu mempertahankan reputasinya meskipun hal tersebut termasuk egois.
"Apa kau senggang sepulang sekolah nanti?"
"Eh, iya."
"Kalau begitu, apa kau ingin ikut aku," tawar Haruto kepada gadis tersebut. Yuki berpikir sejenak, kemudian dia menyetujui ajakan Haruto.
"Baiklah."
"Kalau begitu, tunggu aku di dekat gerbang sekolah sepulang sekolah."
"Baik," ucap Yuki singkat.
"Kalau begitu, aku ke kelas dulu!" ucap Haruto seraya pergi meninggalkan Yuki.
Sesampainya di kelas, Haruto langsung di sambut oleh teman-temannya.
"Hei, apa kabar, bagaimana kabarmu?" ucap Ren, teman baik Haruto.
Ren Suzuki, Dia adalah satu-satunya teman masa kecil Haruto yang mengetahui akan identitas rahasianya. Karena Ren adalah seorang kreator novel ringan yang juga cukup terkenal. Dan juga karena mereka berdua memutuskan untuk debut di penerbit yang sama dan waktu yang sama.
Berbeda dengan Haruto yang berusaha menyembunyikan identitasnya, Ren justru bersikap biasa saja jika mereka mengetahui Ren adalah seorang novelis terkenal. Bahkan beberapa orang sempat menanyakan tentang karya milik Ren di sekolah. Yang mana hal tersebut membuat reputasi Ren meningkat. Meskipun begitu, ia tetap menjaga privasi milik teman baiknya. Mereka hanya akan membicarakan tentang karya mereka saat sedang tidak ada orang atau di luar sekolah.
"Baik, bagaimana kabarmu?"
"Oh, tentu saja, aku sangat baik," ucap Ren girang. "Hei, apa kau tahu?"
"Ada apa?"
"Serial baru milikku baru saja terjual hingga seribu kopi," serunya senang.
"Oh, begitukah?"
"Hei, sikapmu itu terlalu dingin, ntidakkah kau ingin memberikan selamat kepada teman baikmu ini?"
"Selamat."
"Kau begitu dingin," keluh Ren. "Oh iya, bagaimana dengan karya milikmu?" bisik Ren. Seketika Haruto langsung menarik Ren.
"Hei, jangan katakan hal itu disini!"
"Baik-baik, lepaskan aku," ucap Ren sambil berusaha melepaskan tarikan Haruto yang begitu kencang. "Mengapa kau harus segitunya merahasiakan identitas mu itu, bukankah hal tersebut akan menambah reputasimu?" ucapnya kesal.
"Tidak ada, aku hanya tidak ingin mereka menganggap Haruto Nakamura, seorang artis sekolah ini, ternyata adalah seorang mangaka yang kerjanya hanya di dalam ruang seperti Hikikomori," jelas Haruto.
"Baik-baik, si tuan artis sekolah," ucap Ren bosan. Sudah berapa kali dirinya membujuk Haruto tetapi jawaban yang di berikan Haruto tetap sama. Ia tidak ingin reputasi di sekolahnya putus dan orang-orang menganggap kalau Haruto adalah seorang Hikikomori nolep yang tidak pernah keluar rumah.
"Hei, apa kau ingin ikut denganku sepulang sekolah?" tanya Haruto kepada Ren.
"Kemana?" tanya Ren bingung.
"Aku ingin mengenalkanmu pada seorang gadis," ucap Haruto singkat.
"Eh, apa kau ingin menjodohkanku dengan seseorang?" tanya Ren dengan begitu percaya diri.
"Bukan, berhentilah menghayal dan selesaikan saja karya mu itu."
"Eh, jahat sekali," ucap Ren kesal.
"Bukankah minggu lalu kau telah telat menyelesaikan tenggat waktu karyamu?"
"Eh, itu hanya sedikit, tidak terlalu banyak, lagipula besoknya langsung ku kirim kok," ucapnya kesal.
"Baiklah, itu terserahmu."
"Bagaimana, apa kau ikut?"
"Jika kau memaksa, mungkin aku ak-"
"Baiklah jika kau tidak mau."
"Hey! Aku belum selesai," ucap Ren kesal. Mengapa temannya ini begitu jahat padanya.
Haruto menghela napas panjang. "Bagaimana? Apa kau ikut, kali ini aku serius," ucap Haruto ke sekian kalinya.
"Aku ikut," balas Ren.
"Baiklah, kalau begitu tunggu aku di dekat gerbang sekolah nanti sepulang sekolah," ucap Haruto singkat.
"Baiklah, kalau begitu, tapi bisakah kau menungguku sebentar," mohon Ren. "Aku ada keperluan sebentar di lab sekolah," sambungnya.
"Baiklah, tetapi jangan lama."
"Oke, aman," ucap Ren seraya pergi ke tempat duduknya.
Beberapa saat kemudian, guru pun datang dan pelajaran pun dimulai. Haruto memandang jendela sekolah dan melihat pemandangan kota Tokyo yang menjulang tinggi. 'indah' pikirnya.
BERSAMBUNG!