Chereads / Just Because I Have Narrow Eyes Doesn't Make Me a Villain! / Chapter 30 - Chapter 29 - Strategi Ketiga Puluh Satu

Chapter 30 - Chapter 29 - Strategi Ketiga Puluh Satu

"Tidak, itu tidak masuk akal. Cinta?"

Cinta? Apa itu?

Siwoo sama sekali tidak bisa menganggap itu cinta.

"Tapi apa benar itu yang dikatakan Kakek?"

Siapakah Kakek ini yang berani menceritakan kisah konyol seperti itu kepada Amelia?

Tidak, kesampingkan fakta bahwa dia mengatakannya,

Mengapa Amelia mempercayainya?

Itu tidak masuk akal.

"Itu tidak mungkin. Arte adalah penjahat!"

"Siwoo, pikirkanlah. Mengapa Arte terus mengawasimu?"

"Itulah yang ingin aku cari tahu dengan melakukan ini!"

"Benar. Di situlah semuanya dimulai!"

Klik.

Gadis berambut pirang itu melotot pada Siwoo bagaikan detektif yang melotot pada penjahat.

…Siwoo sama sekali tidak mengerti apa yang dia katakan.

"Dengar. Awalnya, kupikir konyol juga untuk mempercayainya."

"Itu memang konyol."

"Tidak, tidak! Siwoo, tenang dan pikirkanlah."

Wah…

Baiklah, mari kita tenang.

Walaupun Amelia mengemukakan cerita yang tidak masuk akal ini, dia pasti punya alasan untuk mengatakannya.

Saat Siwoo mengatur napas, Amelia mulai mengajukan pertanyaannya.

"Arte mengawasimu, kan?"

"… Itu benar."

"Dia bahkan mengikutimu kemana pun, kan?"

"Ya."

"Kau lihat? Itulah cinta!"

"Dari mananya?!"

Siwoo jauh dari kata tenang.

Dia tidak bisa tetap tenang sama sekali.

Arte mencintaiku?!

Deg, deg.

Dia dapat mendengar jantungnya berdebar kencang di telinganya.

Mencoba memikirkan dari sudut pandang seseorang yang diawasi!

"Baiklah, pikirkanlah. Arte sangat tertarik padamu. Itu sudah pasti, kan?"

"Benar. Tapi itu saja tidak cukup untuk menjadikannya cinta. Itu hanya pengawasan saja!"

"Dia bahkan bergabung dengan klubmu untuk mengikutimu. Dan dia mengambil kelas ilmu pedang agar bisa bersamamu, kan?"

"… Itu juga bagian dari pengawasan!"

"Dia tidak tertarik pada siswa lain dan terus memperhatikanmu selama kelas, kan?"

Siwoo tidak mengerti ke mana arahnya.

Itu jelas hanya tindakan yang dibutuhkan untuk mengawasinya, bukan?

Setelah dia dengan penuh semangat menjelaskan fakta ini kepada Amelia, gadis itu menunjukkan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehnya.

"Tentu saja, itu bisa jadi pengawasan, tapi Siwoo, apakah kamu seseorang yang pantas untuk diawasi?"

"…?"

"Kamu hanya sedikit lebih baik dari siswa lain, itu saja, kok. Kenapa dia harus mengawasimu?"

"Ada alasannya! Itu karena dia harus menutupi insiden monster itu!"

"Jika itu alasannya, dia bisa saja membunuhmu dengan mudah seperti yang dia lakukan pada Lyla."

Siwoo terdiam.

Tak ada kata bantahan yang terlintas dalam pikiran.

Dia ingin melakukannya, tetapi mulutnya terkunci rapat dan dia tidak dapat mengeluarkan suara.

"Kau tahu, Arte yang kita lihat sejauh ini bukanlah orang biasa. Jika kau atau aku ketahuan, dia akan... membunuh kita di tempat."

Amelia membuat gerakan menyayat di lehernya dengan ibu jarinya.

Ya, Siwoo tahu itu.

Arte bisa menyusup ke akademi, menyerbu dengan monster,

Dan dia membunuh Lyla dengan mudahnya.

Seseorang seperti dia pasti tidak punya keraguan untuk membunuh orang.

Tindakan yang mereka perhatikan adalah sebagian kecil dari semua yang telah dilakukannya.

Arte itu berbahaya.

Kalau dia sudah bertekad, bukan hal aneh bila gadis sipit akan membunuh mereka.

Itulah sebabnya pria itu tidak dapat menahan tangisnya setelah secara ajaib lolos dari insiden di ruang ganti, di mana dia pikir dia pasti akan mati jika ketahuan.

"Dia…memilih untuk mengawasiku?"

"Benar sekali! Dia tidak perlu mengawasi orang sepertimu!"

Seseorang sepertimu.

…Siwoo ingin membantahnya, tetapi dia tidak punya apa-apa untuk dikatakan. Dia sepenuhnya setuju bahwa seseorang sekaliber Arte tidak punya alasan khusus untuk mengawasi orang sepertinya.

"Lalu mengapa dia terus memperhatikanku…?"

"Sudah kubilang! Itu cinta loh, cinta!"

Pada akhirnya, kembali lagi ke hal ini.

Kembali ke cerita yang diyakini Amelia selama ini.

"Alasan dia memperhatikanmu? Karena kamu menarik!...Aku tidak tahu pasti, sih. Tapi kurasa wajahmu lumayan tampan."

"Hah?!"

"Alasan dia mengikutimu sampai ke rumahmu? Itu karena dia mencintaimu! Dia jatuh cinta padamu pada pandangan pertama!"

Siwoo bingung.

Sampai saat ini, wajar saja jika ia mengira Arte sedang mengawasinya, tetapi apa yang dikatakan Amelia mematahkan keyakinannya.

…Jadi bukan pengawasan?

"Dia bergabung dengan kelas ilmu pedang untuk mengikutimu, bergabung dengan klub untuk bersamamu, semuanya itu … karena dia mencintaimu!"

Tiba-tiba, Siwoo teringat hari itu.

Penjahat yang menyusup ke akademi, yang namanya bahkan tidak dia ketahui.

Meski dia tampak lebih seperti wujud binatang ketimbang manusia, dia tetaplah manusia.

Saat dia pertama kali menebas seseorang dan merasakan sensasi yang membuat bulu kuduknya berdiri, apa yang gadis itu lakukan?

'Jangan khawatir, Siwoo.'

"Itu hanya kecelakaan yang tak terhindari. Amelia dan aku terus melihatmu sepanjang waktu."

"Semuanya akan baik-baik saja. Itu bukan salahmu."

'Kamu tidak melakukan kesalahan apa pun.'

Sensasi sentuhan lembut itu kembali padanya, dan suara lembut nan menenangkan itu

"…Dia menghiburku."

"Hm?"

"Pada wakti itu,. Si penjahat berwujud bunglon."

"Ah, ah…"

Waduh.

Siwoo menyadari dia salah bicara.

Setelah kejadian itu, Amelia kehilangan sikap percaya dirinya yang biasa untuk sementara waktu.

Dia pikir gadis pirang itu akhirnya sudah mendapatkannya kembali, tetapi Siwoo dengan ceroboh mengungkit cerita itu lagi.

Sementara Siwoo khawatir gadis itu akan kehilangan energinya lagi, bertentangan dengan harapanku, Amelia berbicara dengan tegas.

"Aku minta maaf!"

"…Hah?"

"Aku bilang aku tidak akan ragu menggunakan cara apa pun untuk mencapai tujuanku, tapi lihatlah aku sekarang. Aku perlu merenungkan diri. Hmm."

"Apakah kamu…baik-baik saja?"

"Tentu saja. Menurutmu aku ini siapa?"

Untungnya, tampaknya dia sudah bisa melupakan kejadian itu sepenuhnya.

Dia kembali menjadi dirinya yang biasa.

"Hmm, hmm. Ngomong-ngomong! Seperti yang kau katakan, Arte menghiburmu saat kau putus asa. …Kau tahu apa artinya itu, bukan?"

"Tidak. Tidak mungkin…"

Dia mencoba menyangkal perkataan Amelia, tetapi tidak seperti sebelumnya, suaranya tidak menunjukkan keyakinan.

…Benarkah? Sungguh?

Kenangan akan wajah Arte yang ceria dan penuh senyum muncul dalam benakku.

Apakah dia menyadari suaraku bergetar?

Amelia menyeringai penuh percaya diri dan menyatakan.

"Arte mengawasimu, mengikutimu ke mana pun; itu semua karena dia jatuh cinta padamu!"

…Benarkah begitu?

Siwoo akhirnya menerima perkataannya.

Mereka bilang pria rentan terhadap delusi.

Jika seorang wanita bersikap baik pada mereka, pria mungkin berfantasi bahwa wanita itu telah tertarik pada mereka.

Tapi ini…

Ini bukan delusi, kan…?

Dari semua orang, itu Amelia.

Dia tahu identitas asli Arte dan juga dia, dan sebagai sesama wanita, dia dengan yakin mengatakan bahwa Arte mempunyai perasaan padaku.

Dan dia mengatakannya dengan tegas.

Ada juga beberapa logika dan bukti di baliknya.

…Benarkah itu?

"Alasan dia terus memperhatikan seseorang sepertimu yang bahkan tidak layak diperhatikan? Itu pasti cinta. Dia jatuh cinta padamu pada pandangan pertama."

"Benarkah begitu…?"

"Tentu saja! Kakek juga bilang begitu!"

Dia masih tidak kenal dengan Kakek yang disebutkan Amelia, tetapi Siwoo mempercayai kata-katanya.

Kedengarannya sangat masuk akal.

"Arte hanya, um, tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan cintanya dengan benar!"

"Sepertinya bukan itu…"

"Ah, terima saja apa yang kukatakan!"

Siwoo masih mencoba membantah namun langsung ditolak.

Betapa tidak adilnya ini.

"Jadi sekarang kita punya satu cara lagi untuk menghentikannya."

"Metode apa itu?"

"Metode yang sudah lama ada."

Perlahan, Amelia mendekati Siwoo dan meletakkan tangannya di bahunya.

Dan kemudian, dia tiba-tiba mendekatkan wajahnya…?!

Saat dia tersentak mundur karena terkejut, wajahnya yang tersenyum dengan bangga berkata,

"Kau harus merayu Arte."

"…Aku?"

"Metode yang sudah lama ada. Seni Merayu, cukup terkenal, lho?"

Siwoo berpikir bahwa mungkin Amelia kembali ke dirinya yang biasa bukanlah hal yang baik.

Mungkin lebih baik ketika dia depresi.

"Aku harus merayu Arte?"

"Ya. Bukankah mudah? Cukup rayu Arte dan hentikan dia! Cinta tidak bisa dihentikan!"

"Kelihatannya sangat sulit."

"Jangan khawatir. Aku akan membantumu."

Begitu tiba-tiba dia bergerak mendekat, Amelia tersenyum licik.

Matanya yang biru-hijau bersinar terang seolah dia telah mendapatkan kembali energinya sepenuhnya.

"Jangan ragu untuk menggunakan cara apa pun untuk mencapai tujuanmu…. Bukankah itu pepatah yang bagus? Kali ini juga sama."

Sebuah pepatah yang bagus…?

Mengesampingkan semua kutipan terkenal lainnya, itukah yang disebutnya pepatah yang baik?

"Tujuannya adalah menghentikan Arte. Jadi, kamu tidak perlu ragu soal caranya, kan? Kalau dia lebih peduli padamu daripada 'Author', dia akan mendengarkanmu!"

Amelia menyeringai penuh percaya diri.

"Gunakan trik apa pun yang bisa kau lakukan untuk membuat Arte semakin mencintaimu!"

Siwoo berharap dia lebih baik dalam memilih kata-katanya.

***

"…Wah, mereka tampak dekat."

[Benar, kan? Senang melihat tokoh utama wanita dan tokoh utamanya bersama!]

Mereka sering bertemu di sana.

Apakah mereka suka bertemu di gang itu?

Aku mengamati pertemuan rahasia mereka sambil menikmati roti dan kopi yang dibeli dari sebuah kafe.

[Kyaa, kyaa! Itu, itu, itu. Bukankah itu ciuman?!]

"Hmm, agak ambigu kalau menyebutnya ciuman… Bukankah dia baru saja mencondongkan wajahnya?"

[Yahhh… Sayang sekali.]

Aku tak sengaja mendengar sang Author membuat suara-suara bergumam.

Ngomong-ngomong, ekspresi Amelia akhir-akhir ini tidak bagus.

Namun semuanya menjadi cerah begitu dia bertemu Siwoo.

Apakah ini karena protagonisnya…?

Tokoh protagonis memang ahli dalam berurusan dengan wanita, ya?

"Betapa damainya."

[Benar. Hmm, aku harus segera memikirkan acara baru.]

"…Aku punya ide bagus untukmu."

Seperti biasa, aku berbagi ide dengan Author.

Suaranya yang bersemangat memberitahuku bahwa ide itu cocok untuknya.

"…Mmm, enak sekali."

Kali ini cukup bagus. Mungkin aku akan mampir lagi lain kali.

Saat menghabiskan roti di tanganku, aku mengamati pertemuan rahasia antara tokoh utama dan tokoh utama wanita.

Betapa damainya.

 _____________________

T/N: Seni Merayu adalah salah satu dari Tiga Puluh Enam Strategi, sebuah buku dari Tiongkok kuno yang mengulas taktik-taktik kemiliteran.