Chereads / Kāten no mukō no kage / Chapter 27 - Chapter 26 - Kembalinya Kegelapan

Chapter 27 - Chapter 26 - Kembalinya Kegelapan

Ketika cahaya mereda, Irian dan timnya mendapati diri mereka kembali di hutan, di tempat yang sama di mana mereka memulai perjalanan mereka menuju altar kuno. Namun, segalanya terasa berbeda. Hutan tampak lebih suram, seolah kegelapan mengintai di setiap sudut.

"Kita kembali," Kira berbisik, menatap sekeliling dengan khawatir. "Tapi ada yang tidak beres di sini."

Irian merasakan aura berat yang menyelimuti tempat itu. "Kita harus segera mencari tempat yang aman," ia berkata. "Kita telah mendapatkan kekuatan baru, tetapi kegelapan mungkin sudah bersiap menghadapi kita."

Mereka melanjutkan perjalanan, berusaha menjauh dari area yang terpengaruh oleh aura menakutkan. Saat mereka berjalan, suara gemuruh dari jauh menggetarkan tanah. "Apa itu?" Garron bertanya, matanya membesar.

"Dengar itu?" Irian berusaha untuk tetap tenang. "Kita harus cepat."

Saat mereka berlari, bayangan gelap tiba-tiba muncul di depan mereka, menghalangi jalan. "Kau tidak akan bisa melarikan diri!" teriak sosok itu, suara menggeramnya seperti petir.

Irian mengenali sosok tersebut sebagai salah satu penjaga kegelapan yang mereka hadapi sebelumnya. "Kami telah mengalahkanmu sekali, dan kami akan melakukannya lagi!" ia berseru, mengangkat Pedang Ketiadaan.

"Tidak, kali ini aku lebih kuat!" makhluk itu tertawa, gelapnya bergetar dengan kekuatan baru. "Setelah kepergian kalian, aku mengumpulkan lebih banyak energi. Sekarang, kegelapan ini akan menghancurkan cahaya kalian!"

Kira dan Garron bersiap di samping Irian, siaga. "Kita tidak akan mundur!" Kira berteriak, memfokuskan energi sihirnya.

Irian mengayunkan Pedang Ketiadaan, siap untuk menyerang. "Kami akan melawanmu! Bersama, kami lebih kuat!"

Pertarungan pun dimulai, dengan makhluk itu meluncurkan serangan gelap yang kuat. Irian dan timnya berusaha menghindar, melakukan serangan balasan dengan berani. Irian merasakan kekuatan baru mengalir melalui dirinya berkat hadiah dari ujian semangat.

Namun, seiring berjalannya waktu, mereka menyadari bahwa makhluk itu semakin kuat, menyerang dengan kecepatan dan kekuatan yang tak terduga. "Apa yang terjadi? Mengapa ia begitu kuat?" Garron bertanya, kelelahan mulai tampak di wajahnya.

"Kita perlu menggunakan kekuatan baru kita secara bersamaan," Irian menjawab, berusaha berpikir cepat. "Kita harus memfokuskan energi kita!"

Kira mengangguk, menghimpun sihir pelindung di sekeliling mereka. "Kita harus menciptakan perisai untuk menahan serangannya, lalu melancarkan serangan bersamaan!"

Dengan penuh keyakinan, Irian, Kira, dan Garron mulai bekerja sama. Kira menciptakan lapisan pelindung yang kuat, sementara Garron bersiap dengan perisainya. Irian mengangkat Pedang Ketiadaan, menyalakan energi di dalamnya.

"Serang!" Irian berseru, dan mereka melancarkan serangan bersamaan. Kekuatan sinergi mereka menciptakan gelombang energi yang menembus kegelapan, menghantam makhluk itu dengan kekuatan luar biasa.

Makhluk itu terhuyung, terlihat terkejut. "Tidak mungkin! Ini tidak bisa terjadi!" Ia mengeluarkan teriakan marah, tetapi Irian merasakan bahwa mereka semakin dekat untuk mengalahkannya.

"Teruskan!" Kira berteriak, semangatnya tak tergoyahkan. "Kita bisa melakukannya!"

Dengan satu dorongan terakhir, mereka menambahkan kekuatan, menciptakan cahaya yang menyilaukan. Bayangan kegelapan mulai bergetar, akhirnya mengeluarkan teriakan terakhir sebelum hancur menjadi partikel-partikel gelap yang menghilang.

Mereka berdiri terengah-engah, merasa kelegaan menyelimuti mereka. "Kita berhasil lagi," Irian berbisik, napasnya berat tetapi penuh rasa syukur.

"Tetapi ini belum berakhir," Garron menambahkan, matanya menyapu sekeliling. "Kegelapan masih mengintai, dan kita harus tetap waspada."

Kira mengangguk. "Kita perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini. Kenapa aura kegelapan ini begitu kuat?"

Mereka melanjutkan pencarian, menelusuri hutan yang kini terasa semakin menyeramkan. Di tengah perjalanan, mereka menemukan sebuah desa kecil yang tampak sepi. Rumah-rumahnya tampak kosong, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan.

"Ini aneh," Irian berkata, berusaha merasakan apakah ada aura lain di sekitar. "Seharusnya ada orang di sini."

Kira merasakan sesuatu. "Ada yang tidak beres. Aku bisa merasakan kesedihan di tempat ini."

Mereka memasuki desa dengan hati-hati, menemukan berbagai jejak kehampaan—sisa-sisa kehidupan yang terabaikan. "Apa yang telah terjadi di sini?" Garron bertanya, bingung.

Saat mereka menjelajahi lebih jauh, sebuah suara lemah terdengar dari salah satu rumah. "Tolong… tolong saya…" suara itu menggemuruh, penuh dengan rasa sakit.

Mereka segera berlari ke arah suara itu, menemukan seorang wanita tua terbaring di tanah, dikelilingi oleh aura kelam. "Siapa kau?" Irian bertanya, mengangkatnya dengan lembut.

"Nama saya Elara," wanita itu menjawab, suaranya lemah. "Desa ini telah diserang oleh kegelapan. Kami tidak tahu dari mana asalnya, tetapi banyak dari kami terjebak dalam kegelapan."

Kira merasakan sakit di hatinya. "Kami telah bertarung melawan kegelapan. Apa yang bisa kami lakukan untuk membantumu?"

Elara menggelengkan kepalanya. "Kalian harus pergi ke pusat kegelapan. Hanya dengan menghancurkan sumbernya, kalian bisa menyelamatkan desa ini."

Irian mengangguk, merasakan tekad baru. "Kami akan pergi ke sana. Kami akan menghentikan kegelapan ini."

Elara menatap mereka dengan harapan. "Semoga kalian berhasil. Desa ini bergantung pada kalian."

Mereka bertiga saling memandang, menyadari bahwa perjalanan mereka semakin berbahaya. Namun, dengan kekuatan baru dan tekad yang kuat, mereka bersiap untuk menghadapi tantangan yang lebih besar.

"Kita tidak bisa mundur," Irian berkata, suaranya penuh semangat. "Kita harus melawan dan mengembalikan harapan kepada desa ini."

Dengan langkah mantap, mereka berangkat menuju pusat kegelapan, siap untuk menghadapi apa pun yang menghalangi jalan mereka. Dalam perjalanan itu, mereka merasakan ikatan yang semakin kuat, berjanji untuk tidak pernah menyerah, bahkan di tengah ancaman yang paling menakutkan sekalipun.