Mimpi adalah bunga tidur, tidak berarti apapun...
Tapi di mimpi itu bagi Irina terasa nyata, ia tak pernah merasakan sesuatu yang erotis seperti itu. Bahkan pagi ini, Irina masih bisa merasakan sentuhan panas di setiap jengkal tubuhnya, dan hampir mencekik lehernya karena sangat menginginkannya.
Irina menutup kedua matanya sembari mengeluarkan lenguhan kecil dari bibirnya.
"Kau jadi bekerja hari ini?" Tiba-tiba suara Lucy mengejutkan Irina, ketika Irina membuka kedua matanya wanita itu sudah berada di hadapannya dengan membawa dua potong roti isi yang diberikan kepada Irina.
"Hah?" Irina bahkan tidak mendengarkan Lucy.
"Kau harus pergi bekerja! Karena jika tidak, mereka akan mencurigaimu." Kata Lucy mengambil duduk berhadapan dengan Irina di meja makan.
Seolah menahan sesuatu, Irina berusaha berpikir jernih.
"Ya, kau benar. Tapi bagaimana jika kali ini aku adalah korban berikutnya?" Tanya Irina berharap mereka berdua bisa keluar dari situasi ini.
"Jika Deborah menyuruhmu untuk lembur, maka harus kau tolak! Karena itu sebuah pertanda." Kata Lucy.
"Tapi bagaimana dengan pekerjaanku? Aku memimpikan pekerjaan ini sejak lama, bahkan jauh sebelum aku menikah." Irina yang masih memikirkan pekerjaan tak ingin nama baiknya menjadi buruk hanya karena ia menolak untuk lembur.
"Irina, mana yang kau pilih? Karir atau keselamatanmu?" Tegas Lucy, seketika membuat Irina terdiam.
Jujur saja, Irina masih memikirkan hal dunawi seperti pekerjaan dan karirnya dibandingkan dengan keselamatannya sendiri. Ia sudah sampai sejauh ini dan tidak akan melepaskan pekerjaannya begitu saja.
Tanpa menjawab Lucy, Irina bangkit dari duduknya untuk bersiap bekerja. Tanpa menyentuh roti isi yang dibuat oleh Lucy.
Lucy hanya bisa menghembuskan nafas panjang dan berharap sahabatnya itu akan baik-baik saja, sampai akhirnya Irina pergi bekerja dan terlihat kendaraannya mulai meninggalkan halaman rumah. Di balik jendela kaca, Lucy melihat Irina akhirnya pergi. Irina sendiri sebenarnya tidak bodoh, ia paham semua keanehan itu. Tapi sekali lagi pekerjaan dan karir adalah segalanya baginya.
Setelah sekian lama ia terkurung di dalam rumah dan menjadikan dirinya sebagai seorang istri yang baik serta penurut, rasanya kebebasan yang sekarang ini ia jalani sangat sepadan dengan apa yang pernah ia lepaskan. Setibanya di kantor, tidak ada yang aneh. Meja kerja Lucy terlihat kosong dan tidak ada yang bertanya kemana Lucy hari ini.
Ini semakin menguatkan keyakinan Irina jika memang ada yang tidak beres di kantor ini, tiba-tiba salah satu karyawan yang pernah membungkuk pada Noah mendatangi Irina. Irina sempat takut namun wajah dari wanita itu terlihat bersahabat.
"Hey, Irina! Kau akan menerima data dariku mulai hari ini ya!" Sapa wanita itu dengan ramah kepada Irina.
"Ehm, kemana Lucy?" Tanya Irina seolah tak tahu apa yang terjadi kepada Lucy, wanita itu hanya tersenyum kepada Irina.
"Lucy telah memutuskan untuk mengundurkan diri kemarin sore, hari ini akan ada karyawan baru untuk menggantikan posisinya!" Kata wanita yang bernama Amber tersebut, Irina melihay name tag pada bagian kemejanya.
"Oh..." hanya itu balasan dari Irina, Amber kembali ke tempat duduknya. Secepat itu menggantikan seorang karyawan padahal Lucy sedang dalam masalah besar, seperti itukah dunia kerja yang ternyata sangat kejam?
Kau begitu royal untuk perusahaan tempat dimana kau bekerja, dengan tujuan untuk memperkaya orang yang memiliki perusahaan tersebut.
Namun, ketika kau jatuh sakit atau pun meninggal dunia. Dengan hanya jentikan jari, posisimu akan digantikan. Begitulah kejamnya dunia!
Irina terbawa lamunannya sendiri, sampai ada satu email dari Amber dan Irina langsung mengerjakan pekerjaannya.
Hari ini tidak ada yang menarik bagi Irina, semua orang bekerja seperti biasa dan tidak ada yang perduli terhadap Lucy.
Bahkan sampai tengah hari tiba, Noah dan yang lain tidak menunjukan batang hidungnya. Padahal Irina ingin mendengarkan jawaban dari Noah tentang teorinya kemarin.
Sembari menahan lapar karena tak makan siang, Irina berusaha fokus bekerja sampai jam pulang tiba. Namun baru saja ia ingin membereskan semua barang-barangnya dan memasukannya ke dalam tas.
Tiba-tiba Deborah mendatangi Irina dan berpesan agar Irina kerja lembur hari ini, karena posisi Lucy belum ada pengganti. Sementara beberapa pekerjaan Lucy akan Deboran serahkan kepada Irina, sampai ada pengganti Lucy. Itu artinya, Irina akan kerja lembur, sendirian di gedung ini, sampai ada pengganti Lucy.
"Miss Irina, malam ini kau harus lembur. Aku tidak ingin pekerjaan Lucy menumpuk di meja kerjanya!" Kata Deborah meletakan beberapa berkas di atas meja kerja Irina, Irina yang melihat tumpukan kertas dan map tersebut rasanya ingin mual.
"Besok atau lusa pengganti Lucy akan tiba." Kata Deborah begitu saja lalu meninggalkan Irina.
Deborah adalah salah satu atasan yanh cukup galak, tapi wanita itu tidak pernah membentak atau berlaku jahat terhadap Irina. Itu juga sedikit aneh, ketika semua karyawan selalu dibentak olehnya. Tapi tidak dengan Irina.
Kembali ke pekerjaan lembur..
Mendengar kata itu saja rasanya bulu kuduk Irina bergidik ngeri, apalagi mengingat pesan Lucy pagi ini yang sayangnya tidak Irina indahkan.
Hari semakin sore..
Semua karyawan satu per satu meninggalkan kantor ketika jam bekerja sudah usai, Irina sendiri buru-buru mengerjakan pekerjaannya dan pekerjaan Lucy yang menumpuk. Ia harus segera pulang agar tidak bertemu dengan pria berambut putih seperti yang dikatakan oleh Lucy.
Kepala tim audit yang sempat mewawancarai Irina waktu itu ternyata sama mengerikannya seperti Noah.
Berlarut dalam pekerjaannya hingga hanya Irina seorang diri yang ada di ruangan itu, namun Irina tak melihat Deborah keluar dari ruangannya menandakan wanita itu masih ada di dalam sana.
Tapi Lucy pernah bercerita jika Deborah adalah salah satu dari mereka..
"Baiklah, waktunya pulang!" Kata Irina kepada dirinya sendiri setelah semua pekerjaannya selesai, ia bahkan lebih cepat dari perkiraan. Jam delapan malam sepertinya belum terlalu malam dan semoga saja ia tidak bertemu dengan siapa pun saat keluar dari gedung ini.
Tapi baru saja Irina ingin beranjak berdiri dari duduknya sembari menggandeng tas kerjanya, pintu ruangan terbuka dan pria berambut putih itu masuk begitu saja ke dalam ruangan. Sontak tubuh Irina terdiam membeku dan tidak jadi berdiri, hanya bisa duduk terdiam karena takut.
"Irina, ya?!" Seru pria itu mendatangi Irina dengan lengkah cepat sembari mengulurkan sebelah tangannya. Itu aneh!
Irina hampir saja berteriak, tapi suara decitan pintu yang terbuka kembali, mengejutkan mereka berdua. Noah datang dengan setelan serba hitamnya seperti biasa, tatapannya begitu tajam dan dingin.
"Dia milikku!" Ujar Noah, dada Irina terasa naik-turun dengan cepat di kondisi seperti ini.
Pria berambut putih itu mulai menjauh dan kemudian pergi keluar dari ruangan, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Noah mengulurkan sebelah tangannya kali ini kepada Irina, tapi Irina yang masih merasa takut hanya bisa terdiam di tempat duduknya saat ini. Dengan kedua tangan berpegangan kepada tasnya seolah ia baru saja dihadapkan dengan kedua perampok.
Padahal dua orang itu tidak akan merampok barang-barangnya tentu saja, hanya jiwanya yang mereka inginkan..
"Pergi kau!" Bentak Irina, Noah terkekeh geli. Di saat seperti ini wanita itu masih bisa menunjukan sikap kerasnya kepada Noah.
Noan berusaha mendekati wanita itu, dengan kedua tangan bertumpu pada meja dan kepala kursi kerja Irina.
Noah membungkuk mendekatkan wajahnya dengan wajah gadis itu, sontak Irina memundurkan tubuhnya hingga membentur dinding kaca.
"Percuma kau menyembunyikan Lucy di rumah, mereka telah mendapatkan Lucy." Bisik Noah, Irina langsung teringat dengan sahabatnya yang ada di rumah. Irina mendorong Noah sembari memukul pria itu dengan tas kerjanya.
Sampai akhirnya Noah mengambil paksa tas tersebut dan membuangnya begitu saja.
"Dimana temanku?!" Bentak Irina.
"Kau tidak begitu mengenalnya, mengapa kau terlalu perduli padanya?" Tanya Noah.
"Bukan urusanmu!" Balas Irina, tak ingin terpengaruh dengan segala perkataan Noah yang mungkin bisa mempengaruhi keyakinannya.
"Kau tidak akan bertemu dengannya di akhirat, Irina! Seharusnya kau memikirkan dirimu sendiri." Kata Noah lagi.
Kepala Irina terasa pusing, segala kalimat yang keluar dari bibir Noah seakan semuanya benar. Memang terdengar sesat, tapi itulah kenyataan. Dan Irina adalah wanita yang rapuh pasca perceraiannya dan masa mudanya yang terenggut karena status pernikahan, keyakinannya juga rapuh seiring dengan cobaan yang telah ia hadapi.
Irina menutup kedua telinganya tak ingin mendengar suara Noah, tapi suara pria itu selalu bergema di kepala Irina bahkan sampai menusuk ke dalam dadanya.
"Sakit!" Irina meringis sembari memegangi dadanya sendiri, ia pun terjatuh ke atas lantai dengan Noah yang berdiri menjulang di hadapannya.
"Semakin kau lawan, akan semakin terasa sakit. Lepaskan saja!" Kata Noah memberi arahan, Irina sendiri tidak tahu maksud dari perkataan Noah.
Apa yang ia lawan?
Apa yang membuatnya sakit?
Apa yang harus ia lepaskan?
"Aargggghhhh!" Irina menjerit sekuat tenaga, hingga suaranya menggema memenuhi ruangan yang sepi itu. Noah hanya berdiri melihat Irina seperti itu.
Sampai pada akhirnya, tubuh Irina terasa lemas dan terlentang di atas lantai yang dingin. Pandangannya tertuju kepada Noah yang masih berdiri di sampingnya, tak lama pria itu berjongkok tepat di sebelah Irina.
"Tidak ada yang lebih kuat di dunia ini dari pada Iblis, Irina. Tuhan mungkin lebih kuat, tapi kejahatan akan selalu menang di dunia ini. Itulah cara Tuhan menguji ketaatan umatnya, dan kau... kau bukan orang yang taat, oleh sebab itu kau masih bertahan di dunia ini, itulah teroiku tentang ketaatan." Kata Noah, Irina yang sudah semakin pusing akhirnya menutup kedua matanya dan pingsan seketika.
Entah mengapa energi Noah sepertinya terlalu besar untuknya, dan Irina hanyalah manusia biasa yang masih mencari jati dirinya setelah beban hidup yang ia lalui.
Dalam artian, labil...
Pengaruh kuat iblis bisa masuk kapan saja saat dirimu lengah, apalagi kau tidak bisa membendung hasrat liar yang selama ini belum pernah kau dapatkan.
Noah mengangkat tubuh Irina yang sudah tak berdaya, kesadarannya hilang begitu saja akibat gejolak batin. Membawanya keluar dari gedung perkantoran itu, pria berambut putih tadi memerhatikan Noah dari kejauhan memasukan Irina ke dalam mobil wanita itu dan membawanya pergi. Menuju ke rumah Irina, tidak ada tempat yang paling aman selain rumah itu.
Di dalam tidurnya Irina kembali bermimpi, mimpi aneh yang terasa nyata. Ia bertemu dengan Lucy, wanita itu memberitahu Irina untuk berhati-hati. Lucy tak menjawab pertanyaan Irina yang khawatir tentang keberadaannya, wanita itu malah memberi peringatan kepada Irina untuk tidak mendekati Noah dan pergi sajauh mungkin dari kota ini.
"Lucy?"
"Irina!" Wanita itu tersenyum lembut ke arah Irina.
"Kau baik-baik saja?" Lucy mengangguk.
"Kau dimana?" Tanya Irina memastikan bahwa sahabatnya itu masih ada di rumah dan dalam keadaan baik-baik saja.
"Jangan mencariku! Kau tidak akan selamat. Lebih baik kau pergi, jauhi Noah! Dia bukan pria yang baik." Kata Lucy memberi peringatan kepada Irina, tapi hal itu terasa aneh. Seolah Lucy telah mengetahui siapa Noah sebenarnya dan juga pria berambut putih itu.
"Bagaimana jika aku tidak mau pergi?" Sahut Irina, kali ini senyum Lucy pudar. Seolah tak terima jika sahabatnya itu akan celaka.
"Maka kau akan menjadi seperti mereka!" Jawab Lucy.
"Mereka siapa? Mereka itu apa?" Tanya Irina yang semakin bingung dengan semua keanehan ini.
"Jauhi mereka, Irina! Kau masih punya banyak waktu, kau punya pilihan. Jangan tergiur oleh hasrat duniawi!" Ujar Lucy.
Seketika itu juga bayangan Lucy tadi pudar dengan kedatangan Noah. Layaknya butiran debu dan angin, bayangan Lucy hilang seketika. Tapi kali ini wajah Noah nampak berbeda, kedua mata sebiru laut yang sangat memukau kini berubah menjadi kemerahan seperti darah. Kulitnya putih sepucat kapas seperti mayat, dan ada tanduk kecil di kepala pria itu persis seperti Iblis.
"Kau adalah permaisuriku! Ikutlah denganku!" Noah mengulurkan tangannya.
Di saat itu juga angin entah dari mana berhembus dengan sangat kencang, seolah badai akan datang dan membawa mereka berdua. Rambut Irina tertiup angin dengan kencang, sementara tubuhnya hampir ikut terbang bersama angin kencang. Namun anehnya tubuh Noah tak bergerak sedikit pun, tak terpengaruh oleh badai yang ada di sekitarnya.
Itulah sebuah perumpamaan dunia..
Jika seseorang memiliki kekuatan gelap yang berasal dari Iblis, dia pasti mampu menghadapi kehidupan dunia dan segala ujiannya.
Tapi jika kau tidak memiliki pegangan apapun, tubuhmu pun akan ikut terseret angin kencang.
Irina terbangun dengan nafas sesak dan terbatuk..
Memegangi dadanya sendiri seolah ia baru saja masuk ke dalam badai angin dan diputar olehnya, ia baru bisa menormalkan nafasnya setelah beberapa saat.
Dan setelah beberapa saat itulah ia baru menyadari ada sosok pria yang berdiri menghadap jendela kamarnya membelakangi Irina, baru Irina sadari jika dirinya sekarang ada di rumahnya sendiri.
"Apakah ini mimpi?" Tanya Irina, ia hampir gila karena tak bisa membedakan mimpi dengan kenyataan.
"Kalau ini mimpi kau bisa melakukan apapun yang kau mau!" Sahut sosok itu, yang sudah Irina duga adalah Noah. Terlihat dari punggungnya yang lebar dan bidang, pria itu hanya berdiri di sana.
"Kenapa bisa seperti itu?" Tanya Irina, perlahan Noah berbalik. Kali ini kedua netranya berwarna biru, tidak seperti di mimpi tadi yang berwarna merah darah.
"Karena kau tidak bisa mengontrol apa yang terjadi di dunia nyata." Jawab Noah.