Chereads / The Man from The Cult / Chapter 8 - Darkside

Chapter 8 - Darkside

"Apakah ini mimpi?"

"Kalau ini mimpi kau bisa melakukan apapun yang kau mau!"

"Kenapa bisa seperti itu?" 

"Karena kau tidak bisa mengontrol apa yang terjadi di dunia nyata."

...

Irina melihat punggung pria itu, berdiri dengan tegap menghadap jendela. Di luar sana hujan sangat deras, petir berkali-kali terlihat dengan suara gemuruhnya yang mengerikan.

Tapi tak semengerikan dengan situasi Irina saat ini, semakin hari sisi gelap Noah dan perusahaan itu mulai terlihat. Hanya saja Irina belum mengetahui apa itu, mengapa harus Irina? Apa karena kebetulan ia bekerja di perusahaan itu? Itu sebabnya ia dipilih dari beberapa orang yang mungkin terhitung baru bekerja di sana.

"Seorang gadis cantik, cerdas, memiliki prestasi yang bagus serta berasal dari keluarga baik-baik yang taat. Tapi semua itu berubah ketika ia menikah dengan seorang pria, yang sama sekali tak melihat kepadanya.." Noah berbicara seolah Irina tidak ada di sana, atau lebih tepatnya menyindir wanita itu.

"...hingga pada akhirnya pria itu memiliki wanita lain dan mereka bercerai." Sambung Noah.

"Cukup!" Irina yang baru saja kembali dari kesadarannya kini harus dihadapkan oleh perkataan Noah yang mengiris perasaannya, teringat kembali akan masa mudanya yang terbuang sia-sia dengan semua prestasi yang telah ia raih. Noah berbalik badan, dari kaca jendela yang ada di belakangnya terlihat petir menyambar.

Seakan pria itu adalah malaikat maut yang siap menjemput Irina saat ini juga, tapi Irina belum siap akan hal itu karena ia masih memikirkan karirnya.

"Mengapa Tuhan terlalu jahat padamu dengan semua ujian hidup itu?" Tanya Noah, Irina menutup kedua telinganya lalu mengusap kasar wajahnya.

Rasanya hidup Irina sudah terlalu berat, tapi Noah tak henti-hentinya memberi pemahaman kepada Irina bahwa hidupnya sangat sial.

"Baiklah, kau ingin jiwaku? Ambilah! Aku lelah mendengar semua omonganmu, kau bisa membunuhku sekarang!" Kata Irina yang mulai frustasi.

Mendengar hal itu, Noah memiringkan kepalanya sembari menatap Irina yang masih terduduk di atas ranjang.

"Kau tahu? Ada hal yang lebih sulit dari sekedar membunuh orang?" Ucap Noah, Irina hanya diam, menunggu jawaban.

"Membuat orang menjadi jahat, kau pungut dia dari tempat sampah dimana ia tinggal karena masa lalu dan ketakutannya. Lalu kau jadikan ketakutan itu sebagai kekuatan, lalu kau mengisi jiwanya dengan dendam..."

"...dan lalu, pushhh! Dia akan menjadi jahat! Sangat jahat! Sampai-sampai dia tidak tahu bahwa ia sudah menjadi pengikut Iblis karena kejahatannya, tapi dia sadar, akan terbakar di neraka selamanya. Mengapa masih ia lakukan? Sekali lagi, karena dia bukan orang yang taat." Jelas Noah panjang lebar, Irina hampir pusing mendengarnya.

"Jadi kau mau menjadikanku sebagai orang yang jahat?" Irina menaikan sebelah alisnya.

"Itukah sebabnya kau menanamkan semua prinsip-prinsip itu kepadaku?" Tanya Irina.

"Aku hanya menunjukan jati dirimu yang sebenarnya, Irina!" Irina menghembuskan nafas kesal.

"Jati diri apa? Aku bukan orang yang jahat." Kata Irina berusaha membela diri, salah satu kesalahan Irina kali ini ialah, ia membiarkan Noah terus berbicara dan memberikan paham kepada Irina.

Jika Irina bukan orang yang kuat pada keyakinan, maka jiwanya akan luntur seketika dan mungkin saja wanita itu akan menganggap Noah sebagai sesuatu yang patut dijunjung.

Seharusnya Irina mendengarkan perkataan Lucy, dengan menjauhi Noah. Bukan malah menantang pria itu dengan segala teori gilanya.

"Biar aku tanya kepadamu, apakah kau mau menikah denganku?" Kata Noah, seketika kedua mata Irina membulat seketika mendengarnya.

"Kenapa aku menikah denganmu? Aku baru bertemu denganmu." Sahut Irina.

"Jika kau sudah lama bertemu denganku, bahkan menjalin hubungan denganku. Apakah kau mau?" Tanya Noah lagi.

"Tidak." Jawab Irina dengan mantap.

"Kenapa?"

"Aku, aku masih trauma dengan pria." Kata Irina, Noah menyeringai mendengar hal itu. Memperlihatkan deretan giginya namun Irina tak dapat melihat wajah Noah dengan jelas karena kamarnya yang gelap dan di luar juga cukup gelap.

"Berarti tebakanku benar, kau adalah orang yang mudah putus asa dan melampiaskan semua masalahmu kepada karir dan pekerjaan." Kata Noah.

"Aku ingin hidup yang lebih baik-" Irina berusaha membela diri.

"Hidup yang lebih baik adalah ketika kau bersama dengan Tuhan, bukan gila bekerja dan lebih mementingkan karir lalu meninggalkan Tuhanmu!" Cecar Noah, dan sayangnya semua itu benar.

Hanya saja Irina terlalu naif untuk menyadarinya, hal kecil seperti itu saja bisa membuatnya seperti orang jahat.

"Bahkan, walau aku menggodamu. Kau pasti akan memberikan tubuhmu untukku, itu namanya munafik, Irina! Meski kau berkata bahwa kau trauma pada pria." Noah kembali menambahkan ketika kepala Irina sudah dipenuhi dengan keraguan dalam hidupnya.

Mengapa hidupnya bisa seperti ini?

Tidak seperti orang lain yang jalan hidupnya selalu mulus, lulus kuliah, bekerja dan memiliki karir yang bagus. Lalu menikah dengan orang yang dicintai, memiliki anak lalu hidup dengan bahagia..

"Walaupun aku tidur denganmu, bukan berarti aku mau menikah denganmu." Balas Irina masih tak mau kalah.

"Itu namanya dosa, Irina! Berhubungan intim di luar pernikahan, adalah salah satu karangan indah dari Iblis." Kali ini Irina terdiam. Apakah ia benar-benar seorang pendosa? Pikirannya mulai tak karuan, baru saja ia bangun karena celotehan Noah. Dan kini kepalanya semakin pusing.

"Bisa kau keluar dari rumahku? Aku ingin istirahat, hari sudah larut malam." Kata Irina sembari menunjuk ke arah pintu. Namun Noah hanya berdiri di sana, tanpa bergerak sedikit pun bahkan tak mengindahkan perkataan Irina.

"Kau masih belum sadar akan jati dirimu?" Noah kembali berbicara, kali ini kepala Irina benar-benar pusing sampai ia mengacak rambutnya sendiri.

"Keluar!" Desis Irina.

"Suatu saat kau akan memohon padaku untuk menyetubuhimu!" Ucap Noah yang membuat Irina bergidik ngeri.

"Ada alasan mengapa aku memilih jiwamu, untuk ikut bersamaku, selamamya!"

Setelah mengatakan hal itu, Noah kemudian keluar dari kamar Irina. Meninggalkan wanita itu dalam kesendirian dan pemikirannya yang berkecamuk, keyakinan Irina sudah luntur sejak lama. Semenjak ia harus melepaskan masa lajangnya karena perintah orang tua.

Kini, semua itu semakin diperkuat oleh Noah, bahwa dirinya bukanlah orang yang baik. Apakah Noah benar?

Tapi semua perkataan Noah terdengar masuk akal. Dan alasan mengapa Noah memilihnya untuk mengambil jiwanya, masih menjadi misteri..

Irina merebahkan tubuhnya, melihat ke arah langit-langit kamarnya namun entah mengapa bayangan Noah selalu muncul setiap ia menutup kedua matanya.

Mendominasi tubuhnya hingga terdiam dan membiarkan pria itu menjamah tubuhnya, hingga pada akhirnya pria itu akan menusukan sebuah belati tepat ke arah jantung Irina. Dan mengeluarkan jantungnya.

"Bahkan hatimu juga milikku!" Pria itu mendesis.

Irina buru-buru membuka kedua matanya, keringat mulai bercucuran dari pelipis dan dahinya. Ia pasti sudah benar-benar gila sekarang, entah mantra apa yang diberikan kepada dirinya sampai-sampai ia terus membayangkan Noah menyetubuhi dirinya dengan cara yang mengerikan seperti itu.

"Hentikan, Noah!" Jerit Irina, memeluk tubuhnya sendiri lalu menutup kedua telinganya.

Berharap apa yang Noah katakan barusan tidak benar, ia tidak akan memohon kepada Noah meski Irina harus mati-matian menahan hasrat yang menyiksa tubuh dan jiwanya.

Namun tiba-tiba, Irina teringat dengan satu hal yang mengganjal semenjak ia terbangun di rumahnya sendiri.

Irina keluar dari dalam kamarnya sembari berlari, menuruni tangga menuju ruang tamu, ruang keluarga hingga dapur. Irina bahkan berlari keluar rumah mengelilingi halaman depan lalu beralih ke halaman belakang.

"Lucy!" Jerit Irina, wanita itu benar-benar tidak ada di rumah ini. Irina menghusap kasar wajahnya dengan keringat dingin masih membasahi tubuhnya.

Tampilan Irina benar-benar kacau saat ini, padahal Noah hanya memberikan paham-paham aneh yang sayangnya semua itu benar. Noah bahkan tidak mengangkat tangannya sedikit pun untuk membuat Irina sekacau ini. Irina yang tak ingin kehilangan Lucy, satu-satunya orang yang dapat ia percayai saat ini. Berniat untuk mencari wanita itu.

"Ke gedung itu!" Desis Irina, wanita itu pasti ada di sana. Karena Lucy pernah terbangun di sana dan Noah sering menyebutkan gedung itu seolah ada sesuatu di dalam sana. Irina menuju ke arah mobilnya, tak perduli jika seluruh pakaiannya telah basah karena hujan atau pun peluh.

Tak perduli jika ada pria berambut putih, atau pun Noah sekali pun di dalam gedung itu.

Irina melajukan mobilnya menuju gedung yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya itu, meski di bawah hujan badai dan tidak ada satu kendaraan pun yang ia temui di jalanan. Irina tetap bersikeras mendatangi tempat itu dan mencari Lucy.

Sesampai di sana, Irina melihat ada banyak kendaraan yang terparkir di halaman. Persis seperti kali pertama Irina menginjakan kakinya memasuki tempat ini meski ia belum sempat mengikuti materinya. Dan yang lebih mengejutkan, Irina melihat ada sebuah rombongan yang sempat melihat ke arah Irina, memasuki gedung itu.

Namun yang membuat Irina merasa heran, semua rombongan itu mengenakan jubah berwarna hitam dengan kepala ditutupi oleh tudung dari jubah tersebut. Jujur saja Irina sempat takut, namun ia akan lebih takut lagi jika kehilangan Lucy. Dengan tubuh gemetar karena kedinginan serta ketakutan yang mulai menggerayangi tubuhnya, Irina memberanikan diri menuju ke arah gedung itu.

Tok... tok... tok...

Irina masih bersikap sopan ketika ingin masuk ke suatu tempat, tak lama seorang pria keluar setelah membuka pintu.

"Ya, ada yang bisa ku bantu?" Tanya pria tersebut.

"A-aku mencari temanku, Lucy!" Ujar Irina, masih di bawah guyuran hujan yang deras.

"Di sini tidak ada yang namanya Lucy." Pria itu hampir menutup pintu.

Namun Irina mencegahnya dan akhirnya ia menyebutkan sebuah nama yang sebenarnya tidak ingin ia sebut.

"Aku mencari Noah!" Ujar Irina, pria itu terdiam dan menatap Irina lamat-lamat sebelum akhirnya ia memperbolehkan Irina masuk.

Pintu pun terbuka, debaran jantung Irina semakin kuat karena rasa penasaran dan rasa takut di saat yang sama.

Pria itu mempersilakan Irina masuk meski tubuhnya telah basah kuyup karena hujan, rambut pirangnya pun kini sudah sangat basah. Tapi saat Irina melangkahkan kedua kakinya memasuki gedung tersebut, tubuhnya terasa hangat. Tidak lagi menggigil seperti tadi, nuansa di dalam gedung itu tidak terlalu horor seperti di kebanyakan film yang pernah Irina lihat.

Tapi semakin Irina memijakan kakinya lebih dalam memasuki tempat itu, seolah ia semakin masuk ke dalam lubang neraka. Semakin hangat, dan semakin panas. Rombongan orang yang Irina perkirakan jumlahnya puluhan, memberi Irina jalan yang Irina sendiri tidak tahu harus kemana.

Tapi entah mengapa, kedua kakinya terus berjalan.

Ternyata, di balik jubah bertudung itu.

Ada banyak sekali orang yang Irina kenal.

Wanita yang sempat menggantikan Lucy, yaitu Amber.

Beberapa teman kantor pria maupun wanita, bahkan ada beberapa tetangga Irina.

Di situ Irina lebih terkejut karena tak menyangka mereka semua menjadi satu dalam perkumpulan ini.

Deborah, Mr. Dennis dan sekertarisnya. Bahkan pria yang pernah mengambil foto Irina untuk tanda pengenal pun ada di sana. Yang anehnya semuanya tersenyum kepada Irina seolah telah menunggu Irina setelah sekian lama, dan yang terakhir. Tim audit dimana ada pria berambut putih.

"Noah ada di sana!" Tunjuk pria berambut putih itu ke sesuatu.

Sosok yang berdiri membelakangi Irina, tertutup dengan jubah dengan tudung kepala. Berdiri di hadapan sebuah kobaran api yang cukup besar, namun jubah sosok tersebut tidak seperti jubah semua orang yang ada di sini. Jubah sosok tersebut berwarna merah darah dan bukan berwarna hitam seperti yang lain.

Irina sempat menoleh ke kanan dan kiri, dimana Lucy? Katanya dalam hati.

Ia berusaha mencari sosok Lucy namun tidak ada.

Anehnya lagi, kedua kaki Irina tak mau berhenti berjalan dan terus berjalan menuju ke arah dimana sosok itu berdiri. Sosok dengan tubuh tinggi dan bahu lebar di balik jubah berwarna merah itu.

Hingga pada akhirnya, kedua kaki Irina berhenti tepat di belakang sosok yang Irina duga pasti adalah Noah. Walaupun sebenarnya Irina kemari tak mencari Noah melainkan Lucy.

Sosok itu berbalik, dan benar saja itu adalah Noah. Namun kedua netranya tidak berwarna merah darah seperti yang ada di dalam mimpi Irina waktu itu.

Kedua netranya masih berwarna biru indah..

Apa Irina yang tidak sadar, atau memang ada beberapa penari di ruangan itu. Tengah menari, padahal Irina tidak mendengar ada lantunan musik. Irina melihat ke belakang Noah, di balik kobaran api. Dengan jarak yang cukup jauh, ada beberapa wanita menari indah di belakang sana.

Tanpa Irina tahu itu tarian apa..

Namun yang lebih mencengangkan, semua wanita yang menari itu tak mengenakan sehelai benang pun. Hanya menari dengan rambut terurai. Irina ingin lari dari tempat ini, tapi kedua kakinya seolah tak ingin beranjak dari sana.

Noah yang melihat keadaan Irina nampak kacau, seperti menggigil dan takut. Hanya menyunggingkan senyum.

"Aku tahu kau akan datang." Suara Noah bergema di ruangan yang besar itu.

"Menarilah untukku dan bukalah semua pakaianmu! Kau akan menjadi kekasihku selamanya!" Kata Noah.

Irina tidak dapat berpikir apa hal yang lebih gila dari pada ini, ketika semua orang menyaksikan mereka.