Siang hari yang panas di ruang tamu khusus Akademi Stellar, bayang-bayang matahari jatuh melalui jendela kaca besar, mengisi ruangan dengan cahaya lembut namun mengesankan. Alya duduk tegak di salah satu kursi yang megah namun kaku, bersama Kris yang duduk di sebelahnya, tampak tenang namun waspada. Di depan mereka berdiri Stella, dengan ekspresi dingin dan datar, serta Lucas yang tampak serius.
"Keluarga Celestia... sudah sepantasnya berada di Kelas S. Ujian kalian mengesankan, seperti yang diharapkan." Ucap Stella dengan nada yang datar
Alya hanya mengangguk singkat, sudah terbiasa dengan sikap formal Stella di depan orang lain. Kris juga tetap diam, pandangannya fokus pada Lucas.
"Meskipun kemampuan kalian sudah cukup baik, kalian berdua masih kekurangan pengalaman di lapangan. Ujian kemarin harusnya menjadi pelajaran penting. Ingat, kalian tidak hanya bersaing dengan orang lain, tapi juga dengan diri kalian sendiri." Sambung Lucas dengan suara rendah namun tajam
Alya dan Kris saling pandang, menyadari beratnya nasihat yang diberikan. Kris mengangguk tegas, menerima kata-kata Lucas dengan serius.
"Maaf, Nona Stella. Bolehkah aku berbicara empat mata dengan Kris sebentar?" Ucap Lucas sambil melihat ke arah Stella
"Silakan." Jawab Stella dengan nada datar
Lucas dan Kris keluar dari ruangan dengan langkah tenang, meninggalkan Alya berdua dengan Stella. Begitu pintu tertutup, suasana ruangan berubah total. Ekspresi Stella yang dingin tiba-tiba melembut, dan dia dengan cepat berjalan mendekat dan memeluk Alya dengan erat.
"Alya! Aku sangat khawatir tentangmu. Syukurlah kita sudah membuat kontrak dengan Star Guardian, atau aku tidak tahu apa yang mungkin terjadi!"
Alya tersenyum kecil, sudah terbiasa dengan perubahan sikap drastis Stella. Ia tahu gurunya sering menunjukkan perhatian yang begitu mendalam ketika tidak ada orang lain di sekitar.
Alya tertawa kecil dan berkata "Aku baik-baik saja, Master. Terima kasih untuk semuanya."
Alya lalu menatap gurunya dengan rasa ingin tahu yang mendalam.
"Master... ada satu hal yang ingin kutanyakan. Kenapa kau tertarik pada Raka? Bahkan sampai membantunya dalam ujian masuk dan memberinya senjata custom yang sangat mahal. Aku tahu dia kakakku, tapi... apa alasanmu sebenarnya?"
Stella tersenyum lebar sambil tertawa kecil, wajahnya memancarkan kehangatan yang jarang dilihat orang lain.
"Alya, hanya mengetahui bahwa dia adalah kakak kandungmu sudah cukup membuatku penasaran. Kau sering membicarakannya—terus menerus, seperti dia satu-satunya yang ada di kepalamu."
Alya merasa wajahnya memanas, tersipu karena gurunya menyadari hal itu. Dia mencoba menyembunyikan rasa malunya.
Stella lalu melanjutkan dengan nada lembut "Tapi lebih dari itu, Alya. Aku ingin melihatmu bahagia. Kau akan merasa lebih baik jika kakakmu bahagia dan berada di sekitarmu, bukan? Meski sayangnya, dia tidak bisa satu kelas denganmu."
Mendengar kata-kata tersebut, Alya merasa haru yang mendalam. Air mata mulai berkumpul di sudut matanya, dan tanpa ragu, ia memeluk Stella erat.
"Terima kasih, Master... terima kasih banyak. Ini sangat berarti bagiku."
Stella membalas pelukan itu dengan penuh kasih sayang. Setelah beberapa saat, dia melepaskan pelukan itu, tetapi tetap memegang wajah Alya di kedua tangannya.
Stella lalu menarik pipi Alya hingga membuat nya tersenyum
"Berbahagialah, Alya. Aku membantu kakakmu karena kau bekerja keras dan pantas mendapatkan ini. Anggap saja ini hadiah kecil dariku."
Alya tertawa kecil, wajahnya masih terlihat konyol dengan pipi yang dicubit, namun hatinya penuh kebahagiaan.
Alya tersenyum dan berkata
"Aku akan bekerja lebih keras lagi, Master."
Stella tersenyum penuh kebahagiaan, bangga melihat murid kesayangannya yang selalu tulus.
---
Alya keluar dari ruangan dengan hati yang lebih ringan, tetapi saat melihat Kris menunggu di luar dengan luka memar di pipinya, namun dia menyeringai seperti tau apa sebenarnya terjadi.
Alya lalu mengejek ringan Kris
"Heh? Apa kau sparing lagi dengan Lucas?"
Kris menyempitkan matanya, menatap balik pada Alya dengan pandangan tajam, tapi pandangannya beralih ke pipi Alya yang sedikit merah.
Kris lalu tersenyum kecil dan berkata
"Apa sang Saintess memaksa Anda tersenyum lagi?"
Alya tertawa kecil, merasakan sedikit nyeri di pipinya akibat cubitan Stella tadi. Kris ikut tertawa kecil, dan keduanya saling pandang dengan senyum penuh pengertian.
Alya mengetukkan jarinya di pipinya
"Mereka harusnya lebih menahan diri agar tidak meninggalkan bekas, bukan?"
Kris mengangguk setuju "Setuju."
Setelah tawa mereka mereda, Kris menghela napas dalam dan kembali ke sikap formalnya.
"Nona Alya, saya sebenarnya kemari untuk menyampaikan pesan dari Guru. Ada pesan dari Dewan Kuil untuk Anda."
Mata Alya langsung menyipit, ekspresinya berubah serius dan ekspresi nya seperti orang yang kurang puas
"Pesan dari Dewan Kuil?!, sepertinya mereka ingin ikut campur lagi dengan kehidupan ku lagi. Akan ku dengarkan sambil berjalan!."
Kris mengangguk hormat "Baik, Nona Alya."
Mereka mulai berjalan menuju asrama, dengan Kris di samping Alya, siap menjelaskan pesan penting yang mungkin mengubah jalan hidup Alya selanjutnya.