Chereads / Isekai : Chaos and Order / Chapter 18 - Bab 15: Syarat Dewan Kuil

Chapter 18 - Bab 15: Syarat Dewan Kuil

Alya dan Kris melangkah melewati koridor yang luas, dinding-dinding akademi Stellar menjulang tinggi di samping mereka. Cahaya matahari siang menyelinap masuk melalui jendela-jendela besar, memberikan kehangatan yang terasa kontras dengan suasana tegang di antara mereka. Alya melipat tangan di dada, berjalan dengan raut wajah serius.

Kris membuka pembicaraan, dengan suaranya yang selalu tenang,

"Nona Alya, saya telah menerima pesan dari Guru Lucas. Ini adalah syarat yang ditentukan oleh Dewan Kuil Holy Star untuk memastikan Anda diizinkan tetap bersekolah di Stellar Academy."

Alya mendengus ringan, sambil melemparkan pandangan keluar jendela di sebelahnya. "Dewan Kuil itu hanya segerombolan aturan berjalan. Mereka selalu keras kepala dan suka mengatur hidup orang lain."

Kris mengangguk perlahan, meski tatapannya tetap lurus ke depan.

"Saya mengerti perasaan Anda, Nona. Tapi tolong tetaplah mematuhi mereka. Mereka pasti punya alasan yang tepat untuk mengatur langkah-langkah Anda."

Alya mendengus, sedikit cemberut.

"Baiklah, apa pesannya?"

Kris berhenti berjalan sejenak, memastikan Alya mendengarnya dengan jelas.

"Pertama, Anda harus tetap netral di akademi ini dan tidak memihak pada faksi apapun yang ada di dalamnya."

Alya mengangguk, ekspresinya tak berubah. "Lalu?"

"Yang kedua," Kris melanjutkan, "Anda harus selektif dalam pertemanan dan tidak boleh terlalu condong ke arah siapapun."

Alya menghela nafas panjang, matanya sedikit menyipit. "Dan yang terakhir?"

"Hubungan Anda dengan saudara Anda harus tetap dirahasiakan."

Alya terdiam sejenak, pandangannya menerawang ke luar jendela, melihat langit biru yang terbentang.

"Kenapa? Bahkan di luar kuil, hubungan pribadiku masih saja ditentukan oleh orang lain." Ia menghela nafas, suaranya lelah. "Kris, apa menurutmu kebebasan yang aku miliki dikorbankan untuk kekuatan ini?"

Kris menatapnya dengan penuh pengertian, namun tetap dengan nada formal yang biasa. "Saya tidak berpikir demikian, Nona. Menurut saya, Dewan melakukan ini karena situasi politik antara Timur dan Barat. Sebagai negara netral, Elaria dan tokoh-tokoh pentingnya harus bersikap netral, apapun yang terjadi."

Alya memutar matanya.

"Heh, jadi bahkan politik masuk ke kehidupan anak-anak yang tidak tahu apa-apa?"

Kris tersenyum tipis. "Mungkin memang begitu. Tapi dari sudut pandang mereka, ini adalah ajang perang politik dan pembentukan koneksi. Masuknya anak-anak dari Timur dan Barat ke akademi ini bukan sekadar soal pendidikan, tapi juga soal pengaruh. Jika orang-orang tahu hubungan rahasia seperti hubungan keluarga Anda dengan Raka, itu bisa menjadi senjata untuk memanipulasi Anda."

Alya menatap Kris serius, lalu mendengus pelan. "Baiklah. Aku akan melakukannya. Tapi aku tetap akan berteman dengan semua orang di Kelas S. Aku tidak akan terlibat lebih dari sekadar pertemanan, itu janjiku. Sampaikan itu pada mereka."

Kris tersenyum kecil. "Baik, akan saya sampaikan."

Alya juga tersenyum tipis, merasa lega. "Sekarang, karena urusan menyebalkan itu sudah selesai, mari kita sudahi hubungan penjaga dan yang dijaga ini."

Kris menatapnya bingung. "Maaf, maksud Anda bagaimana, Nona?"

Alya menatapnya sebal, tapi masih tersenyum. "Dari sekarang, jangan panggil aku 'Nona Alya' lagi. Kita kan sama-sama murid di sini. Panggil saja Alya. Ayo, Kris, coba."

Kris terlihat ragu sejenak, tangannya kaku di samping tubuhnya. "Saya... saya tidak bisa melakuk—"

Alya dengan cepat berkata, "Ini perintah."

Kris segera menegakkan tubuhnya, merespons dengan cepat, "Siap, Alya! Mulai sekarang, panggil saja saya Kris."

Mereka berjabat tangan, Alya tertawa kecil. "Sepertinya kita butuh latihan untuk membiasakan diri dengan ini."

Keduanya melanjutkan perjalanan, kini dengan suasana yang lebih ringan. Alya tersenyum lega, sementara Kris tetap menjaga sikap formalnya meski terlihat lebih santai dari sebelumnya. Namun, saat Kris berhenti sejenak dan melihat ke luar jendela yang tadi dilihat oleh Alya, matanya menangkap sosok Raka di kejauhan.

"Sesama siswa, ya?" Kris bergumam pelan, matanya menyipit dingin saat menatap Raka dari kejauhan, berpikir dalam diam.