Malam itu dingin, hujan deras mengguyur Akademi Stellar. Raka berlari melintasi halaman yang basah, jubahnya kuyup oleh hujan, tapi dia tetap melangkah cepat menuju tujuannya: Rose Hall, asrama perempuan bangsawan. Cahaya dari jendela yang berembun memantul di genangan air, menciptakan suasana megah namun suram.
Di depan pintu masuk bangunan megah itu, seorang penjaga berdiri tegap, mengenakan armor ringan yang bersinar redup di bawah hujan. Pandangannya tajam tertuju pada Raka yang mendekat dengan langkah terburu-buru.
Penjaga: (memandang curiga) "Apa yang kau lakukan di asrama perempuan di tengah malam begini?"
Raka: (bernapas terengah-engah sambil menyerahkan secarik kertas) "Aku… aku diundang oleh seorang kenalanku, Lily. Dia ingin membicarakan sesuatu."
Penjaga itu membaca kertas tersebut dengan saksama, lalu anggukan kecil muncul di wajahnya.
Penjaga: (dengan nada sopan) "Jadi begitu ya. Kau yang diundang anak itu. Baiklah, dia sudah meminta izin sebelumnya. Kau boleh masuk, tapi ingat—kau harus kembali ke asramamu sebelum jam malam."
Raka: (mengangguk cepat) "Ya, tentu saja. Aku tidak akan melanggar aturan apa pun."
Setelah penjaga membiarkannya masuk, Raka menelusuri lorong-lorong besar dan elegan di dalam Rose Hall. Dindingnya dipenuhi lukisan keluarga-keluarga bangsawan yang menggambarkan kemegahan masa lalu, sementara karpet merah yang lembut meredam langkah kaki Raka. Dia berjalan dengan hati-hati, mencari kamar 370 yang terletak di ujung koridor. Setibanya di depan pintu, Raka mengetuk dengan ragu.
Pintu terbuka perlahan, menampilkan Lily yang mengenakan piyama elegan namun sederhana, rambutnya tergerai santai. Senyuman tipis muncul di wajahnya, tetapi ada sesuatu yang serius di balik ekspresi itu.
Lily: (menatap Raka dengan santai) "Bagus, kau datang."
Raka: (memalingkan wajah, terlihat canggung) "A-ada apa sebenarnya? Kenapa aku diundang?"
Lily hanya tertawa kecil dan membuka pintu lebih lebar.
Lily: (menoleh ke dalam ruangan) "Masuklah. Yang lain sudah menunggu."
Raka melangkah masuk dengan hati-hati, mendapati tiga orang lain duduk di dalam kamar tersebut. Mereka sedang menikmati teh di meja kecil yang terbuat dari kayu mahoni, tetapi suasana jauh dari santai. Salah satu dari mereka adalah Selene, yang sudah dikenal Raka, sementara dua lainnya adalah wajah asing baginya.
Raka: (berdiri canggung, memandang sekeliling) "Apakah ini... pesta teh?"
Lily: (menggeleng pelan, ekspresi wajah berubah serius) "Bukan, ini bukan pesta teh."
Tiba-tiba, suasana di ruangan berubah menjadi tegang. Ketiga orang itu berdiri dari kursinya, lalu berlutut di hadapan Raka. Mereka merendahkan tubuh dengan penuh hormat.
Raka: (terkejut, melangkah mundur) "A-apa yang kalian lakukan?!"
Sebelum Raka bisa berkata lebih jauh, Lily melangkah maju, ekspresinya lebih formal dari sebelumnya.
Lily: (dengan nada hormat) "Tuan Raka… atau lebih tepatnya, Tuan Eka."
Nama itu membuat Raka terpaku. "Eka," nama aslinya sebelum masuk ke dunia ini, adalah sesuatu yang sangat sedikit orang tahu.
Lily: (melanjutkan dengan nada tegas) "Sebelum kami menjelaskan semuanya, izinkan kami memperkenalkan diri sekali lagi. Aku adalah Lilith, Chaos God of Despair, siap melaksanakan tugas."
Raka tidak bisa berkata apa-apa. Kata-kata itu terasa seperti petir yang menyambar pikirannya.
Selene: (berdiri dan menunduk hormat) "Aku, Mariana, Chaos God of Abyss, sudah siap."
Dua lainnya menyusul.
Luna: (tersenyum licik, berbicara dengan nada santai) "Aku Lumina, Chaos God of Moon. Siap melayani, Tuanku, hehe."
Tia: (dengan penuh semangat) "Aku Tiamat, Chaos God of Destruction, siap menghancurkan apa pun yang Anda perintahkan."
Raka mundur selangkah lagi, kepalanya penuh kebingungan.
Raka: (berbicara dengan nada bingung dan khawatir) "Apa yang kalian lakukan di sini?!"
Suasana hening sesaat sebelum Luna berbicara, mencoba mencairkan suasana.
Luna: (tersenyum lebar) "Ara, maafkan kami, Tuan. Anda bisa memanggil saya Luna, nama yang saya gunakan di dunia ini."
Tia: (menyela dengan ceria) "Hai, hai! Aku sekarang dikenal sebagai Tiara Von Drakonis. Panggil saja aku Tia!"
Raka, yang awalnya tegang, akhirnya sedikit tersenyum. Cerianya Luna dan Tia seakan membawanya kembali ke kenangan di game.
Raka: (menghela napas, mencoba rileks) "Baiklah, Luna, Tia. Tapi panggil aku Raka saja, oke? Kita sudah tidak berada di dunia nyata lagi."
Tia: (mengangguk antusias) "Baik, Tuan Raka!"
Namun, suasana kembali serius ketika Raka menoleh ke Lily, atau Lilith.
Raka: (dengan nada tegas) "Lily, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kalian ada di sini?"
Lily: (menghela napas panjang, menunduk sejenak) "Kami… telah mewujudkan diri kami di dunia ini, Tuan. Jauh sebelum Anda datang ke dunia ini, kami tahu kehilangan Anda. Kami di sini untuk menjemput Anda karena kami khawatir dengan keadaan Anda dan meminta perintah Anda. Tapi…"
Dia berhenti sejenak, menatap Raka dengan serius.
Lily: (melanjutkan dengan nada rendah) "Tuan, Anda adalah pencipta kami. Dan kami ada di sini untuk membantu Anda. Namun, dunia ini ternyata lebih rumit dari dugaan. Kami pertama kali terlahir di dunia ini 800 tahun yang lalu..."
Ketegangan kembali menyelimuti ruangan, meninggalkan banyak pertanyaan yang belum terjawab.
---