Chereads / Layaknya Pelacur Itu (HIATUS) / Chapter 13 - Chapter 13 Special Valentine

Chapter 13 - Chapter 13 Special Valentine

"Sayang, apa kau sudah senang untuk hari ini?" tatap Ayah padaku yang berjalan di sampingnya dengan mendekap tangan nya.

"Ya, aku yakin Ayah juga begitu," balas ku dengan senang.

"Terima kasih untuk hari ini, kita bisa pulang sekarang?" tanya Ayah. Lalu aku mengangguk dan kami berjalan pulang bersama.

Sesampainya di rumah, aku berbaring di ranjang. "Akhhh.... Sangat melelahkan sekali, rupanya tanpa mobil sangat melelahkan."

Ayah melepas bajunya membuat nya telanjang dada dan masih memakai celana panjang itu. "Sayang, mandilah dulu," tatap nya padaku.

"Aku sangat lelah, males juga.... Eh tapi, Ayah... Aku ingin sesuatu," tatap ku dengan antusias membuat Ayah hanya mengangkat satu alisnya saja dengan bingung.

Lalu aku keluar dari ranjang dan berjalan mendekat. "Aku ingin menggosok punggung Ayah!!" kataku dengan semangat.

". . . Haha, kau ingin melakukan nya?" tatap Ayah dengan wajah yang meremehkan.

"Hah!! Apa maksud pertanyaan itu, aku jelas ingin melakukannya... Biarkan aku melakukan nya!" Aku melepas semua bajuku di depan Ayah dan hal itu membuat Ayah terdiam tak berkutik. Kini aku hanya memakai pakaian dalam berwarna putih dan dengan percaya diri aku meletakan kedua lengan ku di pinggang dengan tegak. "Lihat, aku akan menggosok nya, sebagai balasan, Ayah juga harus menggosok punggungku, bukan nya aku memaksa, tapi ini memang sulit... Semuanya pasti tahu bahwa bagian punggung itu tak bisa di gapai oleh tangan jadi aku ingin melakukan nya untuk ayah," tatap ku.

Ayah lalu menghela napas panjang dan mendekat padaku. Ia memegang kepalaku. "Baiklah, jika itu kemauan mu, masuk lah," kata nya. Nada nya yang di pakai saat itu benar benar masih terngiang di kepalaku.

Lalu kami masuk, kamar mandi kami sangatlah besar. Ayah lalu duduk di kursi kecil di sana dan membelakangiku. Tapi ia tak melepas celana nya. Aku menatap bingung. "Ayah, kenapa tidak melepas celana?"

"Untuk apa melakukan itu, bukankah Ayah tak pernah melakukan itu di depan mu?" tatap Ayah.

Benar juga sih, tapi nanti basah... Sudahlah.

"Baiklah, aku akan mulai," aku mengambil shower lalu membasahi tubuh Ayah.

"Ayah, kenapa Ayah bisa punya tubuh segede ini?" tanya ku sambil menyiapkan sabun dan menggosok di punggung Ayah. Untuk tato di tubuhnya itu, mungkin aku sudah menganggap itu adalah hal yang biasa, jadi aku hanya fokus akan menggosok punggung nya saja.

"Hm... Kenapa? Apa Raina tidak suka?"

"Eh, aku suka!!" aku membalas dengan keras membuat tangan ku juga menggosok dengan keras membuat Ayah bergerak terkejut.

"Eh, maaf... Maafkan aku Ayah... Maaf," aku menatap panik.

"Ti... Tidak apa apa."

"Huhu... Apa aku buruk dalam melakukan ini," aku menyesal dan kecewa. Lalu Ayah terdiam, ia memutar tubuhnya menatap ku.

"Sayang, kau hanya belum pernah melakukan ini... Biarkan Ayah yang mempraktikkan untuk mu," kata Ayah sambil membelai pipiku, lalu ia berdiri dan membuat ku duduk di kursi kecil itu. Tapi kami sama sama terdiam, Ayah juga masih posisi berdiri.

". . . Sayang, ketika kau menggosok punggung Ayah... Apa kau berdiri... Tidak berlutut?"

"Ya, um... Ayah terlalu tinggi jadi aku melakukan nya sambil berdiri."

"Begitu ya... Sekarang apa yang harus kita lakukan...?" Ayah melihat sekitar sambil berpikir serius.

"Apa yang Ayah lakukan?" aku menengadah menatap. Dari sana aku baru sadar bahwa Ayah terlalu besar dan jika dia berlutut, itu tidak akan nyaman.

Lalu Ayah melihat bak mandi itu. Ia tersenyum kecil membuat ku bingung menatap nya. "Sayang," tatap nya padaku yang masih bingung. Ia mengulur tangan. "Berdirilah sebentar."

Dengan masih bingung, aku menerima uluran tangan nya dan berdiri. Di saat itu juga, Ayah menggendong ku membuat ku terkejut. Ia meletakan ku duduk di samping bak mandi. Bak mandi kami terlihat tinggi jadi aku duduk membelakangi Ayah. Kaki ku masuk ke dalam bak mandi.

"Ayah, ini masih terlalu pendek," aku menatap menengadah.

"Tak apa, tetap lah di sana," kata Ayah, dia menyilakan rambut ku ke depan dan mulai mengelus pelan pungung ku dengan tangan besar nya. Untuk pertama kalinya, aku agak terkejut dengan sentuhan nya.

Tak di sangka, itu benar benar sangat nyaman. Setiap gosokan Ayah, benar benar tak ada yang terlewatkan. Satu tangan nya menggosok dan satu tangan nya lagi memegangi pinggang ku agar tak jatuh dari bak mandi. Aku bertanya tanya, bagaimana Ayah bisa memiliki skil seperti ini.

"Ayah, kenapa Ayah bisa melakukan hal ini?"

". . . Ini terlalu mudah, itu karena punggung mu terlalu kecil, apa ini karena buah dada mu yang memakan semua daging nya?" balas Ayah dengan nada bercanda.

"Huh?! Apa salah nya dengan dadaku? Aku yang membesarkan nya sendiri, apa Ayah ingin menyentuh nya?" tatap ku padanya.

"Hm~ Setelah kau menggosok punggung Ayah, tadi kau bilang apa... Kita sama sama menggosok," kata Ayah, ia lalu kembali duduk di kursi kecil itu.

"Ah Ayah.... Punggung Ayah besar dan tangan ku kecil, itu akan memakan waktu yang lama," aku mengeluh sambil keluar dari bak mandi.

"Ya, karena itulah kau harus bekerja keras," balas Ayah dengan singkat. Aku hanya bisa menghela napas pasrah lalu mulai menggosok punggung Ayah.

Ketika sudah selesai, aku meletakan sabun ku.

"Apa kau sudah selesai Sayang?" tanya Ayah tanpa menoleh.

Aku mulai terdiam sebentar dan berpikir ide bagus. "Belum Ayah... Sebentar lagi," bisik ku. Lalu Ayah menjadi terdiam ketika merasakan sesuatu di punggung nya.

". . .?"

"Ayah, apa yang Ayah rasakan?" bisik ku dengan bertanya. Aku rupanya meletakan kedua buah dadaku di punggung bagian atas Ayah.

". . . Apa ini dada besar mu?" kata Ayah, dia tidak menoleh.

"Hehe, gimana... Kenyal kan..."

Tapi tiba tiba, Ayah berbalik dan menarik ku membuat ku terkejut. Dia memangku ku dan memeluk ku di duduk nya saat ini.

"Kau gadis yang nakal," ia mendekat mencium leherku. Aku hanya tertawa geli.

"Apa kau sudah mempelajari sesuatu hari ini?" tatap Ayah sangat dekat.

"Aku akan melakukan nya dengan lembut, menggosok punggung Ayah juga sangat menyenangkan," tatap ku.

"Gadis baik," kata Ayah, dia mendekat dan mencium pipi ku, tak hanya itu, ia mencium di bagian samping bibir ku.

Lalu Ayah berdiri dengan masih menggendong ku di dada.

"Kau ingin berendam Sayang?" tawar Ayah, ia meletakan ku di dalam bak mandi.

"Ayah juga harus..." tatap ku. Lalu Ayah mengangguk pelan.

Tak lama kemudian, terlihat kami berada di dalam bak mandi dengan aku yang duduk di pangkuan Ayah.

"Bahkan bak mandi besar ini tidak menyisakan tempat untuk kaki Ayah," tatap ku.

"Haha... Kenapa... Bukankah ada untung nya Ayah di sini punya tubuh yang besar."

"Hehe iya, Ayah sangat hangat," aku memeluk nya. Jarang sekali kami mandi bersama begini.

Setelah selesai mandi, kami memutuskan untuk menonton televisi bersama. Aku duduk di samping Ayah dengan tangan kanan nya melingkar ke bahuku.

"Ayah... Kenapa kita tidak berjalan jalan lagi... Aku yakin Valentine belum berakhir," aku menatap ke jam dinding.

"Apa kamu ingin keluar lagi?"

"He em..."

"Kemana?" Ayah menatap ku dengan seperti ingin menuruti ku.

"Um.... Kemana yah.... Aku benar benar bingung...."

"Bagaimana jika pikirkan besok saja?"

"Eh, kenapa?! Bukankah Valentine hanya hari ini?!" aku menatap kesal.

"Sayang, apa arti dari Valentine?" Ayah bertanya serius. Dia tiba tiba memasang wajah itu membuat ku langsung seperti terprovokasi.

"Um, hari kasih sayang?"

"Dan apa artinya itu?"

"Um, mungkin dimana hari kita bisa merayakan hari kasih sayang--

"Dengan apa?"

"Um... Dengan pelukan, ciuman, dan hadiah?" aku menjawab dengan ragu.

"Sekarang, coba kau ingat, apakah Ayah melakukan itu hanya setiap Valentine?" Ayah menatap.

"Eh em.... (Benar juga.... Ayah melakukan itu setiap hari.... Memeluk ku dengan hangat, mencium ku dengan manis dan sikap yang begitu lembut.) Haha.... Benar sekali.... Ayah selalu melakukan nya setiap hari, tak peduli hari apa..." aku menatap dekat. Bagaimana bisa aku tidak terpikirkan hal itu.

"Jadi, apa kau sudah tak harus cemas memikirkan waktunya? Tak peduli Valentine atau apapun, sikap kasih sayang di Valentine selalu terjadi di sini setiap hari... Bagaimana jika tentukan kalimat itu di sini," tatap Ayah lalu aku mengangguk dan menjawab.

"Setiap hari adalah hari kasih sayang untuk ku dan Ayah!" aku mengatakan itu dengan bangga lalu memeluk Ayah dan mencium pipinya.

"Kau suka melakukan ini?" Ayah ku menambah dengan mencium pipi ku juga.

"(Aku sangat senang.... Begitu senang sampai sampai aku mengatakan sesuatu....) Ayah.... Aku Sayang pada Ayah," kata ku lalu aku merasakan Ayah terdiam mendengar itu.

Tapi aku bisa melihat bahwa dia tersenyum kecil dan kemudian membalas. "Ayah juga menyayangi mu...."

Setelah itu kami terlihat tidur di ranjang dan aku yang duluan meletakan tubuhku.

"Ha..... Tidur.... Hal yang paling enak..." Ketika tubuh ku menyentuh kasur, itu benar benar membuat sensasi yang sangat nyaman.

Apalagi Ayah berjalan mendekat dan duduk di samping ranjang, dia berbaring dan aku mendekat.

"Ayah.... Aku ingin ciuman selamat tidur," tatap ku.

Lalu Ayah memeluk ku dan mendekat, dia mencium pipi ku dan kening ku. "Tidurlah.... Besok Ayah akan mengantar mu," dia memeluk dengan sangat hangat dan lembut. Hari ini aku mungkin mengerti sesuatu, untuk pertama kalinya aku dan Ayah berjalan jalan tanpa mobil dan Ayah sudah di goda dia wanita dalam sekali jalan.

Mungkin lain kali aku harus hati-hati dengan mereka yang tak punya harga diri.

Hari selanjutnya aku terbangun membuka mata, menguap lebar dan melihat Ayah tak ada di ranjang.

"Hmp.... Aku keduluan lagi," aku kesal Ayah bangun duluan.

Lalu pintu kamar mandi terbuka. "Kau sudah bangun Sayang?" Ayah menatap, dia keluar dengan memakai celana panjang nya dan telanjangi dada.

"Ya.... Hemm.... Sangat nyenyak.... Apa sarapan hari ini?" aku menanyakan makanan, pastinya aku sudah lapar pagi pagi. Bahkan aku mengatakan itu sambil memoletkan tubuh dan di pandangan Ayah, aku seperti meminta pelukan pagi.

"Kau ingin apa?" Ayah mendekat dan bahkan dia membawaku, menggendong ku di dadanya dan mencium pipi ku.

"Haha.... Hentikan.... Aku belum mandi...."

"Apa salahnya, mandi atau tidak, kau tetap beraroma manis," Ayah menatap itu membuat ku tersipu malu.

"Sebenarnya, aku ingin sarapan telur ceplok dan sosis!" tatap ku, itu makanan sarapan pagi yang simple dan aku tak mau Ayah memasak yang berat.

"Baiklah, tunggu makanan mu siap, mandilah dengan nyaman," Ayah menurunkan ku di depan pintu kamar mandi.

"Haha.... Baiklah.... Ayah~" aku membalas dan masuk ke dalam.

Pernah kah kau berpikir ini mungkin agak ke kanak kanakan, karena dia tadi membawaku kemari, memberiku ciuman hangat dan kami bercanda kecil.... Ini mungkin lebih tepatnya, Ayah berhadapan dengan aku yang masih kecil, padahal aku sudah hampir dewasa... Tapi tak apa, aku senang melakukan rutinitas yang sangat baik.... Hehe....

Setelah mandi, aku memakai seragam ku dan berjalan ke dapur.

"Ayah! Apakah sarapan sudah siap?!" aku berteriak bertanya sambil turun dari tangga menggunakan kaos kaki putih dan sendal rumahan.

Seperti biasa, Ayah menggunakan Apron nya dan selesai menyiapkan nya. "Kemarilah dan sarapan," balas Ayah ketika aku bertanya tadi.

"Ini Valentine kan hehe," aku menatap bercanda.

"Yah, ini Valentine dan setiap hari akan Valentine," Ayah membalas dengan senyum lembut membuat ku juga ikut tersenyum. Dia Ayah yang paling hangat dan sangat memiliki sikap yang baik.