Chereads / Layaknya Pelacur Itu (HIATUS) / Chapter 17 - Chapter 17 Bodyguard Good

Chapter 17 - Chapter 17 Bodyguard Good

Aku yang masih terdiam menatap wajahnya, wajah tanpa tatapan dendam, wajah tanpa ada hal yang di bencinya. Wajah yang ia gunakan hanyalah wajah yang ramah dan senyuman yang sudah dilatih dari awal. Siapa yang tahu, itu hanyalah wajah kosong yang terlihat seperti boneka yang sudah di kendalikan oleh seseorang.

"A-apa... Apa yang kamu maksud?! Ini tidak seperti aku mengahadapi malaikat maut kan?!" tatap ku dengan masih gemetar tak percaya.

"Nona Raina, Anda adalah satu satunya Putri dari Tuan Besar, atau bisa dikatakan satu satunya pewaris yang akan mewarisi seluruh, semuanya.... Dan Saya berhak untuk melindungi Anda. Sebagai bawahan yang di tugaskan dalam hal penting, Saya diminta untuk menunggu Anda bangun di pagi hari, berjaga di siang hari, mengawal anda di sore hari dan tidak tidur di malam hari."

"Tapi, itu mustahil untuk dilakukan seorang manusia?"

"Nona Raina, anda tak perlu khawatir. Saya sudah dilatih dalam kemiliteran, ketika Anda di tembak, Saya siap menjadi tameng untuk Anda."

"(Aku mengerti, pengawal memiliki gaji yang sangat tinggi, tapi taruhan nya adalah nyawanya sendiri. Apa di kawasan ini, aku memang terancam bahaya?)" pikir ku sambil berjalan perlahan melihat lorong lorong di gedung. Lorong di sana sangatlah lebar dan panjang, banyak pintu pintu yang bertuliskan sesuatu yang tidak aku pahami. Kantor Tuan XX, Kantor Nyonya XX.... Ah entahlah... Nama nama mereka terlihat asing bagiku.

Sementara Lelaki pengawal tadi juga mengikutiku agak jauh.

Lalu aku berhenti dan menoleh padanya yang juga berhenti berjalan.

"Anu... Bisa aku tahu nama mu?" tatap ku padanya karena dari tadi aku benar benar penasaran.

Lalu dia membungkukan sedikit badan sambil menjawab. "Link, nama ku."

"Ah, nama yang bagus... Aku akan memanggilmu Mas Link," tatap ku. Tapi aku terdiam karena wajah nya luntur dan cemas lalu ia berkata sesuatu padaku.

"Nona Raina... Anda hanya bisa memanggilku dengan nama telanjang itu, jangan pakai sebutan apapun padaku."

"Ah.... Um... Baiklah... (Aku tahu... Kita ini sama... Kita manusia... Tapi apa kau perlu menganggapku seperti aku adalah ratu? Aku bukan satu satunya yang harus dilindungi... Dari wajahmu, aku bisa melihat... Kau jauh lebih menderita,)" aku hanya mengangguk. Lalu berbalik dan berjalan pergi. Link hanya kembali mengikutiku dan ketika di pertengahan, aku kembali bertanya sesuatu.

"Apa yang Ayah lakukan sehingga membuat gedung ini tambah besar, terakhir kali aku ke sini... Tak sampai ada banyak lantai."

". . . Tuan Besar, memiliki semua kedudukan... Dia Direktur sekaligus CEO, menjalin banyak kerja sama dan pekerjaan yang saat ini Tuan Besar lakukan adalah... Bertugas menyimpan banyak dokumen jejak korupsi yang sangat di incar pengacara, karena hal itu... Dia banyak di dekati pengacara hanya untuk mendapatkan dokumen dokumen jejak yang sangat banyak itu," balas Link. Dia seperti tahu semuanya, aku bahkan heran, bukankah dia pertama kalinya... Tapi sudahlah.

"Ah begitu, sepertinya kata kata itu terlalu rumit untuk aku terima di otak ku, aku lebih suka Ayah menghabiskan waktu untuk ku, sebagai seseorang yang menyenangkan dan bersikap lembut padaku," tatap ku dengan senyuman. Tapi apa yang aku lihat dari wajah Link adalah wajah yang tidak bisa percaya apa yang baru saja aku katakan. Wajah itu seperti mengatakan sesuatu. "Bersikap lembut? Aku pikir itu salah..."

Aku hanya diam, lalu kembali berbalik dan melanjutkan berkeliling.

Di saat itu juga, aku memutuskan untuk ke lantai 57 dan rupanya Ayah juga keluar dari ruang rapat pertemuan. Aku langsung senang dan berlari. "Ayah!"

Wajah Ayah tadinya seperti menghela napas putus asa, tapi saat ia menoleh ke arahku, ia menjadi tersenyum kecil dan merentangkan lengan nya. Aku langsung melompat memeluknya.

"Ayah!!" aku bersiap menerima pelukan Ayah dan dia sigap memeluk ku dan mengangkat ku, begitu hangat, tapi meskipun begitu, aku masih bisa mencium dan merasakan dingin nya aura ruangan yang masih menempel di tubuh Ayah.

"Sayang, kamu sudah berkeliling?" tanya Ayah.

"Yup," balas ku sambil turun, aku menoleh ke Link yang berdiri dengan tegak di sana mengawasi sekitar tanpa melihat kami.

Aku kembali heran, dia tak melihat hal ini tadi, kenapa dia begitu jauh berada di sana, hingga aku mengerti, dia hanya bertugas mengawasi dan berlagak waspada, ini mulai menjengkelkan "tentunya..."

Tapi tak lama kemudian, ada seseorang keluar dari ruangan dingin itu. Seorang Pria yang memakai pakaian bermakna sama seperti Ayah. Dia menatap ke arahku dan wajahnya berubah sedikit senang.

". . . Wah.... Apa ini Putri dari Tuan Cilioen? Sudah sebesar ini, dan sangat cantik," tatap nya sambil berjalan mendekat ke arah kami.

Aku hanya memasang wajah polos karena aku tak tahu siapa dia. Tapi ketika dia memuji ku, aku membalas. "Terima kasih."

"Kau sangat cantik sekali, kelak kau akan menjadi wanita yang sangat penting di sini bukan?" tatapnya, bahkan kalimatnya membuat ku terdiam bingung.

Namun Ayah tampaknya dengan segera memotong pembicaraan dengan merangkul bahuku, tatapan nya menjadi serius pada pria itu. Tanpa mengatakan apapun, Pria itu berwajah agak berkeringat dingin bahkan hanya dengan menatap Ayah ku. Dia seperti mengatakan. 'Jangan bahas itu di depan Putri ku'

"Baiklah, Tuan Cilioen, kita lanjut besok pagi. Aku permisi dulu," tambahnya ke Ayah. Lalu dia berjalan pergi begitu saja membuat ku terdiam di tempat.

Yang benar saja, ini sudah kesekian kalinya orang orang kabur begitu hanya dengan menatap tatapan Ayah, sungguh sangat aneh sekali. Awalnya aku memang terdiam sebentar melihat itu, tapi aku jadi ingat sesuatu yang harus aku bicarakan dengan Ayah.

"Ayah.... Aku ingin bertanya sesuatu pada Ayah," tatap ku menengadah.

"Kau ingin bicara apa Sayang?"

"Um... Sebenarnya apa maksud dari kedatangan Link?" tatap ku menatap Link. Seketika Link yang menatap lain menjadi menatap ku dengan terkejut.

Dia langsung mendekat dan membungkukan badan. "Nona Raina, maafkan aku jika aku mengganggu!"

"Eh? (Kenapa dia minta maaf, apa aku mengatakan hal yang salah?)" aku bingung, lalu menengadah menatap Ayah yang memasang wajah datarnya lalu memegang pundak ku lagi dan merangkul ku. "Kau tidak suka dia sayang?"

Ketika mendengar kalimat itu membuat ku sadar, bahwa pertanyaan ku tadi bermakna beda di telinga mereka. Mungkin aku mengatakan itu karena ingin bertanya secara singkat, tapi mereka menganggap nya sebagai aku tidak suka pada Link, sepertinya aku harus belajar bahasa mereka mulai dari sekarang, namun sekarang, aku masih terkejut dengan kalimat Ayah tadi. ". . . Apa, tidak, maksudku... Aku suka Link, aku hanya bertanya, kenapa Ayah memberiku pengawal, padahal dulu tidak pernah," tatap ku, rupanya mereka berdua salah paham, padahal aku suka pada Link, dia sopan dan sangat ramah meskipun ekspresi wajahnya harus kuakui tidak nyaman.

"Ah, kau bertanya soal itu, sebenarnya umurmu sebentar lagi 18 tahun dan kamu juga sebentar lagi lulus. Jadi Ayah berpikir, saat di kampus nanti, akan lebih sibuk dan bahaya jadi Ayah menyewa nya untuk melindungimu."

"Eh, apa ketika di kampus nanti, dia juga akan terlihat mencolok begitu?"

". . ." Ayah menjadi terdiam, ia nampak berpikir. Di saat itu juga, Link berbicara. "Izinkan saya menyarankan, Saya akan menjadi mahasiswa di kampus itu juga dan diam diam melindungi Nona Raina."

"Ah itu ide yang bagus," aku langsung menjawab.

". . . Baiklah... Itu sangat bagus... Kalau begitu ayo pergi, kita pulang sekarang," Ayah mengulurkan tangan padaku dan aku langsung mendekap tangan Ayah, tak peduli dada ku menempel di sana. Kemudian aku berjalan pergi bersama Ayah, sementara Link masih berdiri menatap kami pergi. Aku hanya terdiam, sebenarnya apakah pemikiran kita beda. Di kawasan apa Ayah bekerja sebenarnya. Bahasa yang mereka gunakan seperti bahasa yang sering digunakan banyak nya mafia.

Sesampainya di rumah. Aku bertanya pada Ayah dan kami tengah duduk di sofa bersama. "Ayah, apa Ayah sudah memilihkan ku kampus?"

"Tentu, Ayah memilihkan kampus terbaik untuk mu," balas Ayah, dia mengeluarkan ponselnya dan memberikan nya padaku.

Universitas Jianxi. Aku dengar, universitas itu isinya banyak banyak mahasiswa maupun mahasiswi yang berhasil lulus maksimal dan di sana adalah universitas paling berpengaruh di dunia. Bisa di bilang, universitas itu termasuk universitas internasional.

"Ayah... Apa Ayah beneran?!" tatap ku dengan tak percaya.

"Tentu, meskipun Raina akhirnya akan meneruskan bisnis Ayah, tapi kau juga harus belajar tinggi, Ayah lihat nilai mu sangat bagus di SMA, jadi masuk ke kampus itu pasti akan mudah."

"Tapi, Ayah.... Apa ini berarti aku yang memegang perusahaan Ayah sebesar itu, lalu apa yang Ayah lakukan?"

"Ayah akan mengajarimu hingga kau benar benar bisa memegang bisnis keluarga ini."

"Tapi, aku masih begitu muda dan bahkan Ayah masih terlihat sanggup mengurus sendiri bisnis Ayah bukan?" aku menatap sambil menyilang tangan.

"Jika suatu saat nanti umur Ayah hanya beberapa tahun, apakah kau akan mengatakan itu benar?" Ayah menatap, seketika, aku yang mendengar itu menjadi terkejut tak percaya.

Lalu Ayah melanjutkan perkataan nya. "Ingat Sayang, kau terlahir untuk keluarga ini, jika kau keberatan, berikan lah itu pada Pria kepercayaan mu, Pria yang kau cintai dan menjadi pasangan mu nanti," kata Ayah menatap wajah ku dengan senyum nya.

Pria yang aku anggap benar benar mencintai ku, tapi aku hanya percaya pada Ayah, memang nya siapa lagi.... Aku tak kenal beberapa dari mereka, hanya Ayah yang aku nilai sangat baik, belum.... Bukankah masih ada orang baru itu. "Kalau begitu bagaimana dengan Link? Apa dia dengan mudah di terima di sana? Lulusan apa dia? Umurnya berapa?"

" . . . Di umur 8 tahun, dia masuk militer hingga umurnya 20 tahun dan bekerja sebagai bawahan terbaik hingga saat ini, umurnya 25 tahun, itu bisa dikatakan masih kuliah," balas Ayah. Mendengar kisah itu, aku seperti merasakan bahwa Link bukanlah Lelaki biasa.

"Jika kau tidak nyaman dengan nya, langsung katakan saja pada Ayah," tatapnya sambil merangkul bahuku di sofa itu.

"Eh, apa yang akan Ayah lakukan nanti?" aku masih menatap polos hingga aku melihat tatapan Ayah, wajahnya memang tak berubah tapi tatapan nya, sungguh bisa di mengerti sekali.

Ayah memang tidak mengatakan nya, dia bahkan hanya membelai pelan bahuku dan terus mendorong ku untuk mendekat merasakan tubuh hangat nya di atas sofa. Aku mengerti, aku bahkan terlalu mengerti.