Namun bukan nya tidur cepat atau apapun itu, aku malah tak bisa tidur dan terus terjaga, aku bahkan harus memutar mutar badan ku untuk menentukan posisi terbaik tidur, aku bertanya tanya, apa yang kurang? Apa yang membuat ku tak bisa tidur? Seharusnya dalam hitungan menit, aku langsung bisa tidur. Hingga aku membayangkan bahwa, aku selalu tidur dengan Ayah, tapi sekarang, dia tak ada, tidur hangat bersama nya sangat nyaman, tapi tanpa ada orang lain di kasur, suaranya sangat aneh, lebih tepatnya dingin sekali.
Aku terus saja memutar mutar posisi tidurku hingga membuat kasur berantakan. "Um... Aku mungkin butuh cemilan malam...." Gumam ku dengan langsung keluar dari ranjang dan berjalan ke dapur, aku membuka lemari es yang tinggi dan besar itu, melihat kekosongan di sana, hanya ada bahan bahan makanan segar, tak ada makanan ringan sama sekali.
"Aku ingin cemilan malam," aku terdengar kecewa, lalu berpikir sejenak dan ingat bahwa Link ada di luar pintu apartemen, aku penasaran apa yang sedang dia lakukan, jadi aku berjalan ke pintu keluar apartemen, ketika akan membuka, aku bisa berpikir Link langsung menghentikan aktivitas kebosanan nya dan langsung mengintip ke dalam melihat ku yang membuka pintu.
"Ah, halo hehe," aku menatap agak canggung.
"Nona Raina, apakah Anda butuh sesuatu?" Link menatap.
"Em... Sebenarnya, aku ingin cemilan, aku ingin membeli beberapa makanan ringan," balas ku dengan agak malu.
"Kalau begitu, biarkan Saya yang membelikan nya," dia langsung menyarankan diri, padahal aku bingung, memang nya dia tahu cemilan kesukaan ku? Pastinya tidak kan, jadi aku juga mengajukan diri. "Tapi, aku juga ingin ikut, aku ingin memilih."
"Tapi, sudah malam hari," Link menatap wajah khawatir.
"Ini baik baik saja! Apakah ini soal keamanan diriku? Aku yakin Link bisa melindungi ku kan?" tatap ku.
Link tampak terdiam sebentar hingga ia setuju. "Baiklah, mari, Saya akan melindungi anda dan membiarkan anda membeli makanan kesukaan yang anda pilih sendiri," tatapnya membuat ku senang, lalu mengangguk cepat, aku lega sekali, jawaban nya sangat mewakili, kemudian kita pergi bersama, tapi sebelum aku benar benar akan keluar, Link mendadak menghentikan ku. "Nona Raina, tunggu sebentar, Anda tak boleh memakai pakaian tipis," tatapnya, ini karena aku memakai piyama merah muda ku? Kupikir ini baju yang normal, maksudku, pastinya ada kan orang yang berjalan jalan di malam hari dengan piyama karena nanti pulang juga sekalian langsung tidur atau malam ganti.
"Memangnya kenapa? Bukankah tidak apa apa?" aku menatap bingung.
"Cuaca di luar nanti dingin, apalagi Saya masih menggunakan motor..."
"Tak apa," aku langsung membalas. "Aku mulai suka menaiki motor bersama mu, jadi ayo.... Aku tak akan kedinginan deh," sepertinya aku keras kepala, aku bahkan langsung berjalan duluan ke motor dan kami mulai berangkat meskipun aku dari tadi melihat wajah Link yang tampaknya khawatir. Oh ayolah, tidak mungkin aku kedinginan.
Tapi siapa sangka, sepertinya aku tak memaafkan perkataan ku tadi, di jalan menaiki motor rasanya sungguh sangat dingin membuat ku harus menempel di tubuh Link sangat dekat. "(Kenapa dingin sekali....)" aku mulai gemetar dan sepertinya Link mulai merasakan bahwa aku sudah gemetar kedinginan, aku seharusnya malu, aku mengatakan bahwa aku tak akan keinginan tapi kenapa aku malah hampir mengakui aku kedinginan, aku sangat tidak tahan.
Hingga mendadak, Link memberhentikan motornya, dia mendadak turun perlahan membuat ku terkejut masih di atas motor. "Link?" panggil ku meskipun aku tak tahu, di balik helmet yang menutupi seluruh kepalanya itu, dia mau apa, hingga aku tahu, dia melepas mantel hitam nya itu, dari setelan jas hitam nya, memberikan mantel hitam itu padaku, bukan sekedar memberikan, melainkan dia melingkarkan nya di punggung ku dengan kalimat kecil yang terukir di telinga ku. "Tetaplah hangat..."
Hal itu membuat ku berwajah merah malu, bagaimana tidak, aku sungguh sangat menyesal aku mengatakan aku tidak kedinginan, tapi sungguh.... Itu sungguh sangat manis, dan pastinya aku bahagia sekali, dia lelaki yang perhatian, kemudian dia menaiki motornya lagi dan aku mulai memeluknya lagi dengan rasa senang layaknya aku ingin mengatakan. "Ini hangat kok.... Sangat hangat malahan, terima kasih ya...."
Tak lama kemudian, aku sedang melihat lihat cemilan yang ada di rak supermarket, dengan adanya mantel Link yang menutupi punggung ku. "Hm...." aku menatap meneliti sementara Link menunggu di belakang ku dengan keranjang makanan. Tak peduli semua orang menatap kami atau tidak, aku memang tak peduli karena sudah banyak dan biasa sekali jika aku dilihat di publik.
Tampaknya dia menunggu dengan sabar, jika aku bersama Ayah, dia pasti langsung mengambil semuanya, sedangkan aku, aku mencoba mengambil dengan teliti karena aku takut beberapa dari makanan yang aku pilih tidak akan habis, tapi semuanya kelihatan enak, karena terbiasa beli semua jadi aku beli saja. Aku mengambil langsung yang aku lihat dan memasukan nya di keranjang Link membuat Link terkejut melihat itu, tapi sepertinya dia mencoba diam dan tenang tenang saja, ini membuat ku tertawa kecil karena aku merasa seperti mempermainkan nya.
Kemudian ketika sudah sampai di apartemen, aku menatap Link sebelum masuk ke dalam rumah, dia masih membawa plastik belanja itu.
"Link," aku memanggil membuat Link terdiam menatap ku. Lalu aku menambah perkataan ku. "Apakah kamu mau masuk?" aku menatap menggoda, aku mencoba mempermainkan nya tapi wajah Link menggeleng. "Maafkan Saya, Saya tak bisa mengganggu Anda."
"Ck, aku mulai tak suka bicara mu itu, seharusnya kamu masuk ke dalam," aku tampak kesal menyilang tangan.
Dia tampak diam, bingung untuk menjawab apa hingga itu membuat ku kesal karena dia terus mengaitkan dengan pekerjaan nya. ". . . Ini adalah pekerjaan Saya, menjaga Anda dari sini dan tidak akan mengganggu Anda di dalam."
"Ck, seharusnya jika menjaga ku, kau ada di samping ku, bukankah itu lebih memudahkan," aku menatap, aku bersikap begini karena aku hanya ingin di temani, aku tak mau sendirian di dalam rumah. Karena Link mencoba menolak dengan lembut, aku mulai kesal dan mengancam. "Hiz... Jika kamu tak mau, aku akan mengatakan pada Ayah kamu tidak menyenangkan!" aku menatap kesal, tapi siapa sangka, perkataan ku yang seperti itu, sangat berlebihan di mata Link karena sekarang Link berwajah terkejut dan langsung panik. "Ba... Baiklah, Saya akan masuk," dia langsung mau dengan di ancam begitu, sudah kuduga.
Hingga tak lama kemudian, aku memakan cemilan ku di atas sofa dengan masih menatap televisi, tapi sesuatu membuat ku terganggu dan menoleh ke samping yang rupanya Link berdiri di samping Sofa menatap televisi juga, tatapan datar dan posisi pengawalan yang begitu datar.
Ini mulai mengganggu ku, dia tidak menyenangkan. "Hei... Aku meminta mu untuk di samping ku kan?" aku menatap memprovokasi membuat Link menjawab. "Saya sudah di dekat Anda..."
"Duduklah di sini!" aku memaksa, menepuk sofa di samping ku, lalu Link mengubah posisinya dan duduk di sofa samping ku agak jauh.
Ketika dia sudah duduk, aku langsung mendekat dan mendekap lengan nya, aku mulai menggodanya. "Ini lebih nyaman bukan?" aku tak peduli buah dadaku menyentuh lengan nya yang aku dekap itu.
Link memasang wajah antara datar dan mengangguk saja, lalu aku mengambil satu cemilan keripik kentang dan menyuapinya. "Ini, makanlah," aku seperti sok akrab dengan nya, itu karena aku selalu seperti itu bersama Ayah, jika dia di sini menggantikan Ayah, dia harusnya bisa seperti Ayah. Yang benar saja, dia membuka mulutnya dan memakan nya, tapi aku terdiam bingung ketika melihat mulutnya. "Hei!" aku seperti melihat gigi Link ada satu taring yang terlihat membuat Link terpaku, seperti nya dia takut dia melakukan kesalahan tadi.
Tapi aku menatap serius, bahkan wajahku mendekat sangat dekat membuat Link tak nyaman. "Nona Raina? Apa ada masalah?" dia memberanikan diri untuk bertanya.
"Kamu.... Punya taring?" aku menatap penasaran sekaligus serius. Di saat itu juga wajah Link tampak teringatkan, lalu mengangguk. "Semua orang memiliki gigi taring yang normal, tapi Saya tidak," dia membuka mulutnya sedikit, aku benar benar bisa melihat gigi taring nya itu, sangat tajam sekali. "Wah..... Itu unik sekali, apa hanya satu?" Aku menatap kagum lalu dia mengangguk dengan datar.
Baru kali ini aku menemukan orang yang memiliki gigi taring nya tajam sekali. "Eh, apakah itu tidak membuat bibirmu terluka?" aku mulai bertanya.
". . . Sebenarnya, sudah beberapa kali Sariawan.... Tapi itu sudah biasa..."
"Wah, itu hebat," aku terkesan, bahkan aku tak tahu aku memasang ekspresi berlebihan. Lalu aku memegang kedua pipinya tanpa sadar dan tanpa malu pun aku membuat Link tak nyaman. "Biarkan aku melihat lagi," aku sangat suka dengan gigi itu, bahkan ketika Link terpaksa membuka mulutnya, aku menyentuh pelan gigi itu, sangat tajam, tapi aku terkejut ketika Link mendadak kesakitan.
Dia bergerak dengan wajah sakit tanpa adanya suara sama sekali.
"Eh, kenapa?!" aku terkejut menatapnya kesakitan begitu. Lalu aku baru sadar, di bawah gigi taring itu, di bagian bibirnya itu ada sariawan yang cukup besar membuat ku langsung menarik kembali tangan ku. "Ma... Maafkan aku!"
"I.... Ini baik baik saja, terkadang memang agak sakit," dia mengatakan itu, ini pertama kalinya aku mendengar suaranya dengan topik yang begitu membuat ku semakin sangat tertarik padanya. Tapi aku sadar bahwa aku harus mengobati nya karena itu kesalahan ku, aku ingat ada obat pertolongan pertama.
"Oh, tunggu sebentar yah, sepertinya aku punya obat sariawan deh," aku akan berjalan mengambil tapi mendadak aku merasakan Link menahan ku. "Nona Raina, tidak perlu pedulikan ini, ini baik baik saja," dia seperti mengatakan, tidak usah repot repot.
"Ini baik baik saja.... Itu pasti juga sakit kan." Aku menatap meyakinkan nya membuat Link terdiam ragu, lalu aku beranjak dari sofa dan kembali lagi padanya dengan membawa kotak pertolongan pertama yang lengkap. Aku mengambil obat untuk sariawan dan meletakkan nya di bagian ujung alat untuk menyentuh pelan sariawan nya, setelah itu aku mengarahkan nya pada Link yang tampaknya masih terdiam ragu, ia bahkan menelan ludahnya.
"Oh, ayolah, cepat!" aku menatap memaksa. Lalu dia dengan wajah ragu membuka bibirnya dan aku dengan perlahan mengobati sariawan itu.
"Apakah ini sakit?" aku bertanya di tengah pengobatan.
"Tidak terlalu," dia membalas dengan artian bahwa dia sudah terbiasa dengan rasa sakitnya, bagaimana bisa sariawan sebesar itu sakitnya cuman sedikit, harusnya itu sakit sekali. Hingga aku selesai mengobatinya, dia sama sekali tidak meronta ataupun menunjukan bahwa dia sakit.
"Sepertinya kamu harus menumpulkan gigimu itu, jika tidak, mungkin sariawan mu tidak akan bisa sembuh," saranku sambil menutup kotak pertolongan itu. Link hanya terdiam dengan wajah membosankan nya itu.