Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

New World : War of Destruction

🇮🇩Iman874
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.1k
Views
Synopsis
Seorang Utusan Dewa turun ke dunia manusia, tanpa diketahui tujuannya. Dia membuat struktur pemerintahan baru. Mengubah banyak peradaban manusia, Sementara itu di saat yang bersamaan terlahir seorang pahlawan dari bangsa manusia yang berarti juga terlahir seorang Raja Iblis di dunia iblis. Apakah ada hubungan antara ketiga kejadian tersebut? Turunnya utusan dewa, terlahirnya raja iblis dan pahlawan, sesuatu yang besar akan muncul!
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1 - New World

Di tengah hutan yang sunyi, seorang pria berdiri tegak, berhadapan dengan monster chimera yang mengerikan. Makhluk itu memiliki tiga kepala—ular, singa, dan elang—dengan tubuh beruang yang kuat, dan ekor monyet yang bergerak liar.

ROAR! Chimera mengeluarkan raungan yang mengguncang pepohonan.

"Cih, kenapa makhluk ini muncul di wilayah ini? Sungguh merepotkan," gumam pria itu, wajahnya tak menunjukkan tanda-tanda panik.

Chimera melancarkan serangan bertubi-tubi. Cakar raksasa dan kepala ular menyerang secara bersamaan, namun meski semua serangan itu mengenai sasaran, pria tersebut tetap tak terluka. Sebaliknya, dia hanya menghela nafas panjang, tampak bosan.

"Sungguh merepotkan sekali," ulangnya, dengan nada lelah.

Hanya dalam beberapa detik, semua kepala chimera itu sudah jatuh ke tanah, terpisah dari tubuhnya. Pria itu sudah berbalik badan, seakan pertarungan barusan hanyalah sebuah gangguan kecil. Kecepatannya begitu luar biasa, hingga bahkan chimera tak sempat menyadari tubuhnya telah terpenggal.

"Kakak! Apa yang kau lakukan di sana? Sebentar lagi acaranya akan dimulai. Ayo, cepat kemari!" Teriakan itu datang dari seorang anak laki-laki yang terbang di udara. Setelah berteriak, dia melesat seperti peluru menuju tempat acara.

Anak laki-laki itu bernama 128, dan kakaknya yang baru saja mengalahkan chimera bernama 256. Mereka bukanlah manusia biasa.

"Bagaimana? Apa acaranya sudah siap dimulai?" tanya 256 tanpa berbalik.

"Ya, sebentar lagi, Kak," jawab 128 dengan senyuman.

Di desa ini, semua orang menantikan acara yang istimewa. Dari kejauhan, mereka bisa melihat sebuah lubang hitam yang bercahaya di tengahnya perlahan-lahan membesar. Lubang hitam ini berbeda dari yang dikenal oleh manusia, karena tidak menarik apapun di sekitarnya; dinamakan demikian karena memang hanya sebuah lubang berwarna hitam pekat.

Saat lubang itu cukup besar untuk dilalui oleh manusia, ia berhenti membesar dan mengeluarkan seorang remaja laki-laki yang telanjang. Lubang tersebut tampak seperti memuntahkan tubuh itu ke tanah. Para warga desa mendekat, namun tak ada yang berani menyentuh atau membantu. Ini adalah proses ritual, sesuatu yang sakral dan misterius.

Di atas kepala remaja itu, muncul angka 2. Itulah namanya—atau setidaknya, itu yang akan menjadi namanya. Dia tidak sadarkan diri selama berhari-hari, dan detak jantungnya mulai berdetak secara normal setelah beberapa bulan. Mata remaja itu akhirnya terbuka setelah dua tahun, dan setelah dua bulan berikutnya, dia bisa menggerakkan kaki dan tangannya meski belum mampu bangun. Dua hari kemudian, dia berhasil bangkit, dan yang pertama dia lihat adalah para warga desa yang sedang bersiap untuk berpesta.

"Hebat, hanya dua tahun untuk dilahirkan kembali," komentar 128 sambil mengangguk puas.

"Selamat datang, 2," ucap 256, tersenyum ramah.

"Dimana…? Apa maksudmu?" tanya 2, masih bingung dengan keadaan di sekitarnya.

"Kurang jelas ya? Selamat datang di kediaman para setengah dewa," jawab 256 dengan nada yang lebih lantang.

"Hahaha, pantas saja dia kebingungan. Dia baru terlahir beberapa tahun yang lalu. 8, kau harus membantunya," tambah 16 sambil tertawa ringan.

Waktu pun berlalu, dan setelah kelahiran 2, para setengah dewa lainnya kembali ke aktivitas normal mereka. Ada yang berdiam diri menikmati alam, ada yang pergi ke dimensi mereka sendiri untuk bersenang-senang, dan ada pula yang berlatih tanding dengan diri mereka sendiri. Desa ini, meskipun damai, tak pernah sepi.

Berbeda dengan yang lain, 2 tak melakukan apa-apa. Dia lebih suka duduk di tempat yang tinggi, mengamati dunia manusia dari kejauhan.

"Apa itu?" tanya 2 penasaran pada 8, yang kebetulan berada di dekatnya.

"Yang kau maksud benda hitam yang mengamuk di dunia manusia itu?" 8 berpikir sejenak. "Aku tidak tahu, tapi sepertinya itu monster."

"Monster? Besar sekali, sampai terlihat dari sini."

"Benar, kau benar-benar tertarik pada dunia manusia ya," balas 8 sambil tersenyum.

"Dunia manusia… apa kita bisa pergi ke sana?"

Pertanyaan itu membuat 8 tersentak. "Hahaha, jangan konyol. Apa yang menarik dari dunia itu? Pengetahuan? Sumber daya alam? Manusia?" 8 tertawa kecil. "Kita bisa membuat apapun di sini, tapi kita tidak bisa ke sana. Itu peraturan dari Dewa Agung."

"Begitu ya…" ucap 2 pelan, matanya masih terpaku pada dunia manusia di kejauhan.

"Kita tidak bisa ke sana, tapi kita bisa mengirimkan utusan. Contohnya, aku telah mengirim beberapa utusan untuk mengamati kegiatan konyol mereka," ucap 8 dengan gembira. "Contohnya ini."

Sebuah lubang hitam muncul di depan mereka berdua, menampilkan pemandangan dunia manusia. Mereka melihat manusia berperang satu sama lain, merampok, dan menyiksa sesamanya hanya demi nafsu.

"Lihat mereka, begitu konyol, memperlakukan ras mereka sendiri seperti itu," kata 8 sambil tersenyum sinis.

"Kenapa mereka melakukan itu? Aku tidak mengerti," tanya 2 penuh rasa ingin tahu.

"Karena mereka memiliki nafsu. Manusia juga memiliki akal dan moral, tapi terkadang nafsu mereka lebih diutamakan, membuat mereka menjadi makhluk buas yang mengikuti naluri."

"Apakah kita juga punya nafsu seperti mereka? Lagipula, nafsu itu apa?"

"Aku tidak tahu pasti," jawab 8. "Tapi Dewa Agung bilang bahwa kita adalah bagian dari dunia dewa, atau bisa disebut bagian dari Dewa yang mengawasi manusia. Mungkin kita tidak punya keinginan sendiri."

"Apa maksudmu? Kita bagian dari dewa, tapi bukan dewa itu sendiri?" tanya 2 lagi, semakin bingung.

"Kelak kau akan mengerti," ucap 8 dengan nada bijak. "Kita punya pikiran dan juga nafsu untuk bersenang-senang, tapi mungkin itu bukan keinginan kita sendiri. Karena kita hanyalah bagian-bagian dari sesuatu yang lebih besar."

"Ya, sebenarnya ini adalah kata-kata 1024 kepadaku. Aku hanya mengulanginya saja, hehe," tambah 8 sambil tertawa ringan.

Baiklah, mari kita buat Dewa Agung lebih misterius dan menambah elemen ketidakpastian di dalam cerita. Berikut adalah versi perbaikan dengan penekanan pada karakter Dewa Agung yang lebih enigmatis:

---

**1000 tahun kemudian…**

Seribu tahun telah berlalu sejak pertemuan terakhir antara para setengah dewa dan Dewa Agung, yang selalu hadir di antara mereka hanya sebagai sosok bayangan yang tak pernah sepenuhnya terlihat, suara tanpa bentuk, dan keberadaan yang tak pernah bisa dirasakan secara langsung. Selama seribu tahun, para setengah dewa hidup dalam kedamaian yang mereka ciptakan sendiri, jauh dari gangguan dunia manusia. Namun, suatu malam yang kelam, langit tiba-tiba dipenuhi oleh bintang-bintang yang bergerak dalam pola yang tak bisa dipahami oleh siapa pun.

Dewa Agung berbicara. Bukan melalui kata-kata, tetapi melalui bisikan-bisikan di angin, gemuruh di perut bumi, dan pantulan bayangan di air. Suara itu tidak datang dari satu arah, melainkan dari mana-mana dan tidak di mana-mana sekaligus. "Waktunya telah tiba," kata suara itu, menghentikan napas para setengah dewa. "Kekuatan kalian... akan diambil."

Para setengah dewa tidak mengerti sepenuhnya apa yang terjadi. Mereka tidak pernah benar-benar mengerti Dewa Agung, karena kehadirannya selalu diselubungi oleh misteri dan ketidakpastian. Tidak ada yang tahu mengapa, tapi mereka merasakan kekuatan mereka mulai menghilang, seperti kabut yang perlahan menguap di bawah sinar matahari.

Dewa Agung kemudian memberikan mereka misi yang tak jelas, hampir seperti teka-teki yang harus dipecahkan. "Pergilah ke dunia manusia," bisik suara itu. "Temukan apa yang telah hilang, dan selesaikan tugas kalian. Hanya dengan begitu, kalian akan mencapai apa yang kalian cari... atau mungkin kalian tidak akan pernah menemukannya."

Setiap setengah dewa diberikan misi yang kabur dan samar-samar. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya dimaksud oleh Dewa Agung, hanya bahwa mereka harus menyelesaikan sesuatu yang tidak sepenuhnya bisa mereka pahami. Ada rasa takut yang menggigil di hati mereka—takut bahwa mereka mungkin terjebak dalam dunia manusia tanpa pernah menemukan jawaban.

Di dunia manusia, para setengah dewa menemukan diri mereka tanpa kekuatan penuh yang pernah mereka miliki. Sekarang, mereka hanya memiliki sedikit kekuatan magis yang seringkali terasa seperti bayangan dari apa yang mereka ingat. Mereka tidak tahu mengapa Dewa Agung melakukan ini, dan mereka tidak tahu apa yang akan terjadi jika mereka gagal.

Kemunculan para setengah dewa di dunia manusia ini tidak diketahui oleh manusia biasa. Mereka datang tanpa tanda, tanpa kilat atau petir. Mereka hanya ada, terlempar ke dalam dunia yang penuh ketidakpastian. Setiap hari, mereka bertanya-tanya tentang maksud dari misi mereka, bertanya-tanya apa sebenarnya yang diinginkan oleh Dewa Agung dari mereka.

Namun, ada satu hal yang pasti: Dewa Agung, dengan caranya yang tidak bisa dipahami, telah merancang semuanya. Para setengah dewa adalah bagian dari rencana besar, tetapi rencana itu sendiri tetap tersembunyi, seperti kabut yang menutupi gunung di pagi hari. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi, bahkan tidak para setengah dewa itu sendiri.

Dunia manusia menjadi tempat yang penuh dengan misteri baru, dan para setengah dewa menyadari bahwa apa yang mereka hadapi mungkin lebih dari sekadar misi untuk mencapai kesempurnaan. Mungkin, mereka sedang diuji dengan cara yang tidak pernah mereka bayangkan.

Dengan setiap langkah mereka di dunia manusia, mereka merasakan kehadiran Dewa Agung, namun tidak pernah bisa menangkapnya sepenuhnya. Ia ada di mana-mana, namun tidak terlihat. Ia adalah misteri yang abadi, yang hanya bisa sedikit diungkap oleh mereka yang benar-benar memahami arti dari apa yang ia inginkan.

Dan begitulah era baru ini dimulai—era yang penuh ketidakpastian, ketakutan, dan harapan. New World bukanlah sekadar dunia baru bagi manusia, tetapi juga bagi para setengah dewa yang kini harus menghadapi tantangan terbesar mereka: memahami kehendak Dewa Agung yang tak pernah sepenuhnya terungkap.