Di tengah pertarungan yang kian mendekati pembantaian, Jenderal Iblis Yura—salah satu bawahan Raja Iblis—terlihat semakin gelisah. Matanya terus bergerak gelisah, mencari-cari sumber ketakutan yang tiba-tiba melanda para naga.
"Aku yakin bukan manusia rendahan itu yang membuat para naga gentar, tapi…," bisiknya pelan, dengan wajah pucat dan penuh keraguan. Bayangan mengerikan melintas dalam pikirannya, memaksa tubuhnya gemetar.
"Tidak! Tidak mungkin… satu-satunya makhluk hidup yang bisa membuat para naga itu ketakutan adalah…"
Tiba-tiba, sinar terang yang menyilaukan memancar dari atas. Seolah-olah langit pecah dan cahaya ilahi menembus kegelapan. Para prajurit dan anggota tim Raja Ferro tersentak, mata mereka terbelalak melihat pemandangan yang tak mereka duga.
"Apa itu?!" Raja Ferro terguncang, setengah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Malaikat…?" bisik Gram, air mata tiba-tiba mengalir di pipinya. Dia merasakan kehangatan yang aneh, harapan yang baru saja lenyap kini kembali hadir dengan kekuatan yang tak terduga.
Raja Ferro, dengan tatapan bingung, fokus pada sosok yang turun dari langit. Sosok itu, meskipun diselubungi cahaya yang memancar dari setiap inci kulitnya, wajahnya jelas—wajah yang sangat dia kenali.
"Louis?" ucapnya, suaranya bergetar dengan perasaan yang sulit dijelaskan—kebingungan bercampur dengan harapan yang membuncah.
Sosok malaikat tersebut tidak mengenakan sehelai pun pakaian, namun cahayanya yang terang membuat seluruh tubuhnya seakan tertutup, kecuali wajahnya yang penuh kedamaian. Sayapnya yang putih bersih, membentang dengan megah, menyampaikan bahwa ini bukan sekadar makhluk biasa.
"Tidak mungkin! Ada malaikat di sini!" Jenderal Yura tergagap, jari-jarinya menggigil saat ia menggigitnya, ketakutan membanjiri hatinya.
"Makhluk kotor dari kegelapan, wilayah ini adalah tanah suci yang telah dipilih oleh Yang Maha Agung. Segeralah enyah, sebelum kutumpahkan murka langit atas dirimu," suara malaikat itu bergema, tegas dan lantang, membawa kekuatan yang membuat siapa pun yang mendengarnya tunduk dalam ketakutan.
"Hahaha, kamu pikir aku takut?!" teriak Jenderal Yura dengan tawa penuh kepongahan. Namun, senyumnya segera berubah menjadi seringai jahat saat tubuhnya mulai bertransformasi. Perlahan, badannya membengkak, otot-ototnya menggelembung hingga menghancurkan pakaian yang ia kenakan. Sayap-sayap besar terbuat dari daging dan tulang yang meruncing keluar dari punggungnya, berwarna merah darah seperti api neraka yang hidup.
Dari dahinya, sepasang tanduk tajam menjulang, sementara taringnya memanjang keluar dari mulutnya, siap untuk merobek-robek mangsa. Setiap bagian tubuhnya kini dipenuhi urat-urat besar yang berdenyut-denyut, seolah kekuatan jahat mengalir deras di dalamnya.
"Malaikat! Akan kutunjukkan kekuatan yang sejati—"
Tiba-tiba, tanpa peringatan, cahaya terang yang tak tertahankan menerobos dari langit. Cahaya itu begitu kuat dan panas, frekuensinya membuat udara bergetar, menciptakan dengingan yang memekakkan telinga. Rasanya seolah dunia itu sendiri tidak mampu menahan kehadirannya.
"Jika kamu tidak mau pergi, maka kamu pantas untuk dilenyapkan..." suara malaikat itu bergema, setiap kata penuh dengan kekuatan ilahi yang tak terbantahkan.
Sinar itu melesat, menghantam Jenderal Iblis Yura dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Dalam sekejap, tubuh raksasa yang mengerikan itu meleleh dan terbakar hingga tidak meninggalkan apa pun. Pasukan iblis yang menyertainya juga lenyap seketika, tersapu oleh energi yang tak terbendung itu. Tanah di bawah mereka mencair, berubah menjadi lahar yang mendidih, menciptakan pemandangan neraka di dunia fana.
Setelah melenyapkan iblis tersebut, malaikat itu perlahan mulai memudar, sinarnya memudar seiring dengan angin yang berhembus. Raja Ferro dan timnya hanya bisa terdiam, terpaku oleh keajaiban yang baru saja mereka saksikan.
"Hanya dengan satu serangan, iblis itu lenyap tak tersisa," gumam Raja Ferro, matanya masih terpaku pada tanah yang kini menjadi lahar.
"Tunggu! Tuan Malaikat! Kami sangat berterima kasih atas bantuanmu!" teriak Raja Ferro dengan penuh rasa syukur.
"Aku tidak membantu manusia. Aku hanya melindungi wilayah kekuasaan Yang Maha Agung," jawab malaikat itu dengan suara yang masih terdengar meski tubuhnya mulai menghilang, seperti gema dari dunia lain.
Setelah pertarungan tersebut, Raja Ferro segera membawa rekannya, Kyle, untuk diobati. Gram dan Shadow, sementara itu, dengan sigap menyisir hutan untuk memastikan tidak ada pasukan iblis yang tersisa.
***
"Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi sinar itu... begitu terang dan seketika, iblis itu lenyap tanpa bekas!" ucap Gram kepada rekan-rekannya yang berkumpul di bar. Suaranya penuh semangat, meski sedikit bergetar karena mabuk.
Di sudut bar yang ramai, seorang pelayan wanita bercelemek putih yang sedikit kotor mendekati meja mereka. Dia pendek dan agak gemuk, dengan wajah yang sedikit kesal karena sudah larut malam.
"Apa kalian akan terus di sini?! Aku mau tutup hari ini!" ucapnya tegas, tangan di pinggang, memandang para petualang dan ksatria yang asyik mendengarkan cerita Gram.
Ada sekitar lima hingga enam orang di meja itu, mereka mendengarkan dengan penuh perhatian. Gram, yang telah minum lebih dari setengah gentong wine, terus bercerita dengan mata berbinar.
"Shadow, apa kamu tidak minum?" tanya Gram, menawarkan gelasnya dengan senyum miring.
"Tidak, aku tidak ingin mabuk," jawab Shadow singkat, menolak gelas itu dengan tenang.
Dua minggu setelah serangan iblis, kota mulai pulih, dan cerita tentang malaikat yang turun menghancurkan iblis menyebar luas, terutama berkat cerita Gram.
Keesokan harinya, Gram dan Shadow kembali ke kastel, menuju kamar Raja Ferro. Raja terbaring di kasurnya, tampak lemah, menanti akhir hidupnya.
"Bagaimana keadaan Raja?" tanya Gram dengan nada khawatir kepada dokter yang sedang merawatnya.
"Tidak ada yang bisa aku lakukan," jawab dokter itu dengan suara rendah, kepalanya tertunduk.
Raja Ferro menghela napas panjang, suaranya lemah namun penuh tekad. "Aku rasa usiaku sudah tidak lama lagi. Sebelum ajal menjemput, aku ingin berbicara dengan Louis."
"Baik, saya akan segera memanggilnya," ucap Gram, buru-buru meninggalkan ruangan.
***
Di dalam kamar, Raja Ferro berbicara empat mata dengan Louis. Untuk pertama kalinya, sang Raja memandang Louis sebagai anaknya, bukan hanya sebagai utusan dewa.
"Maaf atas ketidaksopanan ini, tapi setidaknya untuk hari ini, bolehkah aku memperlakukanmu sebagai anak?" tanya Raja Ferro dengan suara yang bergetar.
"Aku izinkan," jawab Louis, "tapi sebelum itu, kenapa kau tidak meminta bantuanku?"
"Maksudmu?" Raja Ferro menatap Louis dengan tatapan bingung.
"Aku bisa melenyapkan pasukan iblis itu semudah mengedipkan mata, atau sekarang juga aku bisa membuatmu sembuh total bahkan..." Louis berhenti sejenak, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya.
"Tidak," potong Raja Ferro, "aku dan Kyle sudah memutuskan untuk tidak meminta bantuanmu. Ini adalah konsekuensi dari tindakan kami. Kami menggunakan sihir pengorbanan, dan aku terlalu banyak menggunakan kekuatan hingga nyawaku tinggal beberapa hari lagi."
Louis menatap ayahnya dengan penuh keseriusan. "Aku tidak mengerti, banyak orang yang akan bersedih jika kau meninggal sekarang."
"Aku senang mendengarnya, tapi... setidaknya mereka bisa merasa aman karena ada utusan dewa di dekat mereka," jawab Raja Ferro dengan senyum lemah. "Aku memanggilmu kesini untuk membicarakan soal tahta. Aku tahu kau tidak ingin menjadi Raja, jadi aku menawarkan opsi lain."
"Opsi lain?" Louis menatap ayahnya dengan rasa ingin tahu.
Keesokan harinya, kabar kematian Raja Ferro menyebar. Sang Raja meninggal dengan tenang, dan Louis memutuskan untuk mengubah tradisi pembakaran jasad. Kini, setiap orang yang meninggal harus dikubur.
Kematian Raja Ferro menjadi momen yang membekas dalam sejarah kerajaan. Hari kematiannya, 23 September Tahun 200 Kekaisaran, menandai awal era baru. Pada hari yang sama, Louis membentuk organisasi keagamaan dan mengubah sistem pemerintahan, mengganti nama kerajaan menjadi Kerajaan Edelion, simbol dari kekuatan dan kebaikan tertinggi.
Tentunya banyak kerajaan yang tidak menyetujui perubahan yang dilakukan oleh kerajaan Ferro secara sepihak, sebagai respon terhadap peristiwa tersebut terbentuklah aliansi pro Kerajaan Edelion dan Kontra Kerajaan Edelion.